Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Goyang gado-gado

Group brazilliana ballet carnaval rio mengadakan pertunjukan di basket hall senayan selama 7 hari. terdapat unsur afrika dan spanyol yang membangun suasana primitif & modern. misi menentang diskriminasi

24 Juli 1971 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI empatpuluh orang artis djelita jang digembar-gemborkan itu, achirnja hanja limabelas orang jang betul-betul djeli. Meskipun diantaranja ada jang hitam legam dengan rambut mereka jang terlalu keriting seperti "per". Sisanja kaum lelaki Brazil, jang tentu sadja sama sekali tidak djeli. Mereka ini di gembalakan oleh dua orang manager mengaku datang dari "Group Braziliana Ballet Carnaval Rio" Meskipun sudah di bajar lebih dari enambelas ribu dollar sekian ratus sekian, untuk tudjuh hari pertundjukan di Basket Hall Senajan, mereka bukan main karetnja. Duapuluh empat djam mereka terlambat. Sehingga pertundjukan jang sejogia-nja harus dimulai tanggal 9 Djuli, djatuh kepada malam berikut-nja. Meskipun ini masih dapat diampuni sebagai bukan dosa mereka. 12 koli perlengkapan karena bermatjam-matjam alasan baru mendarat di Kemayoran lewat dari pukul 20.00 hari berikutnja -- 10 Djuli 1971. Tetapi ketjelakaan ketjil ini merugikan para pembeli kartjis pada hari pertama. Dengan semena-mena mereka dipersilakan menonton hari berikutnja sadja. Pertundjukan jang didjual oleh Panitia dengan harga Rp 1.000, Rp 750, Rp 300, per kursi itu mempunjai keistimewaan jang agak menjakitkan hati tukang-tukang potret. Untuk pertama kalinja barangkali suatu pertundjukan jang berifat menghibur menjatakan dirinja sebagai anti potret. Dipintu masuk pertama setiap sendjata kaum kuli tinta itu di persona-non-grata kan, dipersila-kan beristirahat sementara di Seksi Polisi Keamanan Setempat. Ini atas permintaan manager rombongan. Diduga oleh jang mendjadi korban sebagai suatu tindakan penjelamatan, agar djangan sampai potret-potret itu mendjadi bahan perdagangan. Karena rombongan itu bukan duta resmi, bukan kesenian resmi rakjat Brazilia. Tetapi gojang kibul, gojang jang penuh dengan bara gairah, tarian-tarian kasmaran jang dilakukan dengan pakaian jang sangat pelit. Djenderal Panggabean. Pertundjukan pertama, jang sesungguhnja merupakan malam penebusan itu, tidak mendapat sambutan rakjat Djakarta. Hanja sepertiga, boleh djadi seperempat kursi-kursi jang didjual itu laku. Inipun harus di hitungkan kursi-kursi gratis jang diduduki pantat-pantat VIP. Pertundjukan jang dilakukan duakali dalam satu malam itu, tidak berhasil mengatjau-kan atjara malam minggu warga Djakarta. Walaupun barangkali mereka tjukup berbahagia karena Kapolri Hoegeng dan Djenderal Panggabean menjediakan waktu djuga menonton gojang Brazil itu. Pertundjukan membuka langkahnja dengan menjulap suasana dengan lampu remang-remang. Panggung jang taram temaram memberikan asosiasi djauh, masa lampau jang penuh tjerita. Berlatar belakang rombongan musik mereka, dimainkan adegan-adegan jang diangkat dari idea perbudakan, kemiskinan, perdjuangan masa lalu. Sematjam tjerita sedjarah rakjat Brazilia jang penuh suka duka. Dilakukan dengan njanjian, tarian serta djuga pertjakapan-pertjakapan dalam bahasa mereka. Para penonton di bius untuk melupakan Djakarta, menonton kekedjaman pendjadjahan jang meletjut budak-budak mereka dan memperkosa isteri-isteri orang-orang Brazilia. Seluruh pertundjukan menitik beratkan kepada peranan lampu-lampu. Dengan semangat panas dan enersi besar mereka memberi asosiasi tentang pasar, daerah pelatjuran, Bulu-bulu dikepala mereka bergojang, dan bunga-bunga jang mendjadi pengganti BH para wanitanja bergetar. Panggung kadangkala mendjadi lapangan berpesta, dengan pradjurit-pradjurit jang berebutan betina, tarian-tarian jang mengeduk birahi, tjumbuan-tjumbuan bahkan djuga tjiuman. Sementara itu para wanitanja kadangkala membuat lelutjon dengan mengangkat wig mereka, sehingga per-per dikepala mereka mendjatuhkan birahi penonton mendjadi ketawa. Ditambah bunji kendang jang dimainkan sedemikian rupa ndut-ndut-nja jang mengingatkan orang kepada bunji kentut. Pinggul. Penonton barisan seribu perak mendapat pahala, pada saat pertundjukan hampir mendjelang dua djam. Dara-dara djeli jang putih, jang hitam dan setengah putih itu berterbangan turun seperti lebah mentjari mangsanja. Dengan bermatjam ragam pakaian, terutama pakaian-pakaian pelit mereka menarik penonton untuk masuk kedaerah panggung. Maka petjahlah bingkai pertundjukan itu mendjadi sebuah pesta bersama. Penonton-penonton malam itu mendapat redjeki ikut meliuk dipanggung. Salah seorang djelita jang hitam menjuruh salah seorang penonton menggosok tubuhnja, sehingga ia mempunjai kesempatan untuk menggojang pinggulnja lebih kurang-adjar lagi. Para penonton kelihatannja berhasil djuga dibuat senang. Meskipun pembawa atjara Eddy Sutikno dari Djakarta Fair tidak dapat mendjelaskan makna pertundjukan jang sesungguhnja. Pun tidak didjumpai selebaran jang dapat sedikit menuntun penonton tentang adegan-adegan jang dimaksud. Barangkali memang pertundjukannja tanpa makna. Beberapa penonton jang awas dengan mudah dapat menjaksilan bahwa perundjukan tidak begitu rapi. Penonton-penonton dibarisan depan, dapat mendengar kepala rombongan memberi instruksi-instruksi kepada teman-temannja selama pertundjukan berlangsung. Bahwa mereka bukan menundjukkan seni jang serius, memang alasan untuk memaafkan itu. Tetapi bahwa mereka datang dari seberang udara jang begitu djauhnja, hanja untuk memperlihatkan kekatjauan tentu sadja perlu dikeluhkan. Bossanova. "Sajang sekali waktu mereka terlalu kasip. Sehingga sulit sekali untuk memberikan waktu buat latihan serta istirahat bagi mereka" kata Eddy Sutikno. Carlos Alberto, anggota rombongan bekas mahasiswa Universitas Messina mengakui, pertundjukan malam minggu itu tidak lengkap. Memakai singlet sadja pemuda berumur tigapuluh tahun itu berkata kepada TEMPO dengan bahasa Inggeris jang putus-putus bahwa show malam itu tidak baik. "Perlengkapan kami masih dalam perdjalanan dan tiba malam ini. Besok dan seterusnja shownja akan baik". Bemuda jang memilih untuk menari daripada mendjadi tukang djahit itu mengaku memperoleh duit 400 dollar sebulan, untuk djerih pajahnja membawakan tarian-tarian: navio negreiro, out pourri Lundl, bahia samba, bossanova, arrastan dan caouclincho carnaval. Tarian-tarian mana di peladjarinja selama 4 tahun. Sementara itu Watusi penjanji berkulit legam tidak memberi komentar apa-apa. Dipenginapannja di Wisma Hasta Kebajoran wanita berumur 25 tahun itu hanja menjata-kan bahwa ia senang Asia. "Sajang waktu kami dinegeri ini sempit sekali" katanja. Apapun nama gojang Brazilia jang anti potret itu jang paling berkesan adalah keragaman pengaruh jang ada didalamnja. Ada unsur Afrika. Ada unsur Sepanjol jang membangun suatu suasana primitif dan sekaligus modern. Kita melihat suatu pertundjukan tjampuran jang menjebabkan kita takdjub betapa gado-gadonja Brazilia itu, seandainja itu betul-betul Brazilia. Dan menakdjubkan pula betapa rukunnja kulit putih dan kulit hitam dalam sebuah rombongan jang terbilang besar itu. Hampir menimbulkan kesan tidak pertjaja, pula ketjurigaan kalau misi mereka ini misi propaganda menentang diskriminasi warna kulit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus