Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Dari Kandungan Muhammadiyah

Kusnadi ketua YARSI dan PKU Muhammadiyah menyangkal bahwa orang-orang Indonesia kikir dalam membangun rumah sakit. Ny. Feltkamp Sulaeman aktivis sosial Muhammadiyah kelahiran Belanda banyak andil.

24 Juli 1971 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG bilang, agama orang Kristen dan terutama Katolik adalah agama rumahsakit, sekolah-sekolah dan njanjian-njanjian. Agama orang Islam adalah agama sembahjang, lagu-lagu padang pasir (bukan padang pasir Gobi), dan politik. Tentu sadja itu seloroh tidak mengandung kebenaran terperintji seperti biasanja setiap kesan. Namun bahwa ada kesan seperti itu bukan selalu tidak menarik. Sampai sekarang pun setengah orang masih menganggap bahwa untuk kalangan Islam, pembangunan rumahsakit milik mereka sendiri masih pantas diberitakan. Alangkah baiknja, kata mereka, bila Rumah Sakit Islam Djakarta (RSID) jang achir Djuni kemarin diresmikan Presiden Soeharto ternjata hanja satu tjontoh dari sedjumlah besar usaha ibadah sosial sematjam itu. Satelit. Toh menarik, bahwa itu rumahsakit jang baru selesai 50% dan baru 30% mampu mendjalankan fungsinja, tampaknja tjuma bisa dibangun terutama berkat bantuan asing. Untuk satu usaha pengobatan dan penampungan 300 pasien jang mondok lengkap dengan segala aparat dan satelit jang mengelilinginja, rumahsakit jang direntjanakan memakan biaja lebih sedikit satu miljar dan baru diongkosi Rp300 djuta ini, hanja Rp 110 djuta disokong umat Islam sendiri sedang sisanja, Rp 190 djuta merupakan bantuan jang diusahakan dari pemerintah Belanda. Tidak diterangkan dari mana pembangunan jang segera dilaksanakan berikutnja mendapat perong-kosannja. Kikir. Akan tetapi umat Islam tentu takkan bersenang hati dianggap sebagai kalangan jang hanja bisa membangun dengan sumbangan orang -- sementara, kenjataan rumah-sakit dan usaha sosial kalangan Kristen dan Khatolik jang hampir semuanja berkat sumbangan asing boleh pula menguatkan mereka. Diandai-andaikan bahwa orang-oranglslam Indonesia terutama kajawan-kajawannja barangkali bersifat kikir, Dr H.Kusnadi ketuaJajasan RSID (JARSID) dan ketua Madjelis Pembina Kesedjahteraan Umat atau PKU Muhammadijah jang merupakan ibu kandung itu jajasan, tjendrung menolak. "Pengumpulan dana dari umat Islam sendiri sebenarnja sangat mudah", katanja. Untuk pembangunan RSID sadja, selain sumbangan para pedjabat dan sosiawan kaja lainnja, pemberian amal jang dikumpulkan tiap anggota Muhammadijah dan para muslimin tiap orang Rp 50 keatas mentjapai djumlah Rp 28,5 djuta. Dan dua djenis sumbngan itu terus berdjalan. "Soalnja, apakah kita memang berusaha", kata itu internis jang djuga ketua Indonesia Tuber-culosis Association. Dan Muhammadijah memang tampak berusaha. Sebagai perkumpulan warisan KHA Dahlan jang mula-mula -- setelah usaha pemumian adjaran Islam memang bergerak dalam bidang-bidang pendidikan dan sosial, tekanan memang tampak tetap diberikan kepada usaha-usaha keagaaan jang dimaksud semula, meskipun langkah-langkah politik makin lama makin kelihatan dari kalangan itu. Memang bukan tidak didjumpai kesulitan. Nj.Feltkamp Sulaeman misalnja aktivis sosial Muhammadijah kelahiran Belanda jang dianggap banjak andilnja dalam usaha penarikan bantuan dari negeri leluhur baik untuk rentjana klinik-klinik keluarga berentjana maupun RSID menerang-kan bagaimana dana-dana para anggota jang dikumpul-kumpulkan dan disimpan lama beberapa kali dihantjurkan krisis moneter sematjam pengguntingan uang dan inflasi -- sesuatu jang tak harus dihadapi dalam hal bantuan asing. Siti. Meskipun begitu Dr Kusnadi bisa memperintji apa jang telah dihasilkan Muhammadijah selama ini. Di Jogja berdiri rumahsakit PKU jang belum begitu lama ditingkatkan mendjadi nomor dua paling bagus sesudah RS Panti Rapih kalangan Katolik. Di sepandjang Surabaja berdiri djuga RS Siti Chadidjah. Disamping itu 53 klinik bersalin, 99 balai pengobatan, ratusan pos Badan Kesedjahteraan Ibu dan Anak (BKIA), 4.000 sekolah dari SD sampai SLA plus sedjumlah taman kanak-kanak 'Aisjiah 52 fakultas agama maupun sosial-ekonomi, 69 panti asuhan anak jatim. Belum banjak, kata orang jang mengharap lebih banjak lagi dari organisasi jang berumur 59 tahun. Tapi toh tjukup banjak bagi mereka jang membandingkannja dengan usaha-usaha golongan lain manapun dikalangan Islam. Benar bahwa orang mengenal beberapa perkumpulan orang-orang Islam jang konon banjak memberi bantuan, atau lebih langsung beberapa jajasan semisal Jajasan Rumah Sakit Islam (JARSI) pimpinan Dr H. Ali Akbar jang dengan fakultas kedokterannja berdiri dekat rumah sakit RSlD jang ditjeritakan. Namun itu toh perkumpulan-perkumpulan tjampuran di mana djuga orang-orang Muhammadijah tak djarang merupakan penggerak di sana-sini. Meradjalela. Memang membosankan bila lagi-lagi hanja "orang-orang jang itu djuga" jang tampak berbuat, begitu orang bilang. Namun selain RSID terhadap mana Muhammadijah berdjaga-djaga untuk menanggung kemungkinan rugi sementara keuntungan jang mungkin diperoleh diberikan kepada Jajasan sendiri bagi penjempurnaan usaha berikut, tjontoh lebih djelas tentang bergeraknja "orang-orang jang itu djuga" dalam wadah-wadah jang bukan milik organisasinja terlihat lagi misalnja dalam hubungan dengan Jajasan Universitas Islam Sultan Agung di Semarang dengan fakultas kedokterannja jang konon madju. Disini tak urung pentolan-pentolan matjam Dr Kusnadi dan Dr Masduki dengan kelompok tak resmi Muhammadijah ikut merintis dalam hal dana -- untuk kemudian ditinggal pergi setelah sukses. Toh tjukup aneh, kenjataan "meradjalelanja Muhammadijah dan oknum-oknumnja" dalam usaha-usaha semacam itu -- berbeda dengan usaha-usaha dalam bidang lain jang "lebih hangat" -- tampak tidak memantjing kalangan Islam lainnja untuk bersaing, kalau perlu dengan bantuan asing. Dan bantuan asing jang untuk hal-hal seperti itu pantas diusahakan kalangan apapun di Indonesia, memang bisa diperoleh "asal djelas untuk apa dipergunakan dan bagaimana perentjanaannja jang kongkrit", kata Nj.Sulaeman. Tapi djustru perentjanaan kongkrit untuk amal ibadah kemanusiaan sedikit sekali nampak -- bahkan sekedar niatpun tampaknja belum. Rasanja baru satu-dua perkumpulan jang punja tjita-tjita jang luhur misalnja: "Untuk usaha pertama akan didirikan rumahsakit dengan taraf perawatan setinggi-tingginja dan sesuai dengan adjaran Islam bagi masjarakat jang sakit pada umumnja, dengan tidak memandang golongan, agama, dan kedudukan", seperti ditulis dalam rentjana JARSID dari PKU Muhammadijah. Orang bilang, sekiranja usaha-usaha sematjam itu lebih lagi diperkembangkan tentulah kesan terhadap Islam sebagai seakan-akan hanja agama sembahjang, lagu padang pasir dan politik akan melenjap. Sjahdan itu penting. Sebab, meskipun amal ibadah sematjam itu bukan diniatkan buat konsumsi mereka jang suka menarik kesan, namun daja-upaja menjingkapkan bajangan suram dari wadjah Islam bukan perdjuangan jang sia-sia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus