ORANG bilang, agama orang Kristen dan terutama Katolik adalah
agama rumahsakit, sekolah-sekolah dan njanjian-njanjian. Agama
orang Islam adalah agama sembahjang, lagu-lagu padang pasir
(bukan padang pasir Gobi), dan politik. Tentu sadja itu seloroh
tidak mengandung kebenaran terperintji seperti biasanja setiap
kesan. Namun bahwa ada kesan seperti itu bukan selalu tidak
menarik. Sampai sekarang pun setengah orang masih menganggap
bahwa untuk kalangan Islam, pembangunan rumahsakit milik mereka
sendiri masih pantas diberitakan. Alangkah baiknja, kata mereka,
bila Rumah Sakit Islam Djakarta (RSID) jang achir Djuni kemarin
diresmikan Presiden Soeharto ternjata hanja satu tjontoh dari
sedjumlah besar usaha ibadah sosial sematjam itu.
Satelit. Toh menarik, bahwa itu rumahsakit jang baru selesai 50%
dan baru 30% mampu mendjalankan fungsinja, tampaknja tjuma bisa
dibangun terutama berkat bantuan asing. Untuk satu usaha
pengobatan dan penampungan 300 pasien jang mondok lengkap dengan
segala aparat dan satelit jang mengelilinginja, rumahsakit jang
direntjanakan memakan biaja lebih sedikit satu miljar dan baru
diongkosi Rp300 djuta ini, hanja Rp 110 djuta disokong umat
Islam sendiri sedang sisanja, Rp 190 djuta merupakan bantuan
jang diusahakan dari pemerintah Belanda. Tidak diterangkan dari
mana pembangunan jang segera dilaksanakan berikutnja mendapat
perong-kosannja.
Kikir. Akan tetapi umat Islam tentu takkan bersenang hati
dianggap sebagai kalangan jang hanja bisa membangun dengan
sumbangan orang -- sementara, kenjataan rumah-sakit dan usaha
sosial kalangan Kristen dan Khatolik jang hampir semuanja
berkat sumbangan asing boleh pula menguatkan mereka.
Diandai-andaikan bahwa orang-oranglslam Indonesia terutama
kajawan-kajawannja barangkali bersifat kikir, Dr H.Kusnadi
ketuaJajasan RSID (JARSID) dan ketua Madjelis Pembina
Kesedjahteraan Umat atau PKU Muhammadijah jang merupakan ibu
kandung itu jajasan, tjendrung menolak. "Pengumpulan dana dari
umat Islam sendiri sebenarnja sangat mudah", katanja. Untuk
pembangunan RSID sadja, selain sumbangan para pedjabat dan
sosiawan kaja lainnja, pemberian amal jang dikumpulkan tiap
anggota Muhammadijah dan para muslimin tiap orang Rp 50 keatas
mentjapai djumlah Rp 28,5 djuta. Dan dua djenis sumbngan itu
terus berdjalan. "Soalnja, apakah kita memang berusaha", kata
itu internis jang djuga ketua Indonesia Tuber-culosis
Association.
Dan Muhammadijah memang tampak berusaha. Sebagai perkumpulan
warisan KHA Dahlan jang mula-mula -- setelah usaha pemumian
adjaran Islam memang bergerak dalam bidang-bidang pendidikan dan
sosial, tekanan memang tampak tetap diberikan kepada usaha-usaha
keagaaan jang dimaksud semula, meskipun langkah-langkah politik
makin lama makin kelihatan dari kalangan itu. Memang bukan tidak
didjumpai kesulitan. Nj.Feltkamp Sulaeman misalnja aktivis
sosial Muhammadijah kelahiran Belanda jang dianggap banjak
andilnja dalam usaha penarikan bantuan dari negeri leluhur baik
untuk rentjana klinik-klinik keluarga berentjana maupun RSID
menerang-kan bagaimana dana-dana para anggota jang
dikumpul-kumpulkan dan disimpan lama beberapa kali dihantjurkan
krisis moneter sematjam pengguntingan uang dan inflasi --
sesuatu jang tak harus dihadapi dalam hal bantuan asing.
Siti. Meskipun begitu Dr Kusnadi bisa memperintji apa jang telah
dihasilkan Muhammadijah selama ini. Di Jogja berdiri rumahsakit
PKU jang belum begitu lama ditingkatkan mendjadi nomor dua
paling bagus sesudah RS Panti Rapih kalangan Katolik. Di
sepandjang Surabaja berdiri djuga RS Siti Chadidjah. Disamping
itu 53 klinik bersalin, 99 balai pengobatan, ratusan pos Badan
Kesedjahteraan Ibu dan Anak (BKIA), 4.000 sekolah dari SD sampai
SLA plus sedjumlah taman kanak-kanak 'Aisjiah 52 fakultas agama
maupun sosial-ekonomi, 69 panti asuhan anak jatim.
Belum banjak, kata orang jang mengharap lebih banjak lagi dari
organisasi jang berumur 59 tahun. Tapi toh tjukup banjak bagi
mereka jang membandingkannja dengan usaha-usaha golongan lain
manapun dikalangan Islam. Benar bahwa orang mengenal beberapa
perkumpulan orang-orang Islam jang konon banjak memberi bantuan,
atau lebih langsung beberapa jajasan semisal Jajasan Rumah Sakit
Islam (JARSI) pimpinan Dr H. Ali Akbar jang dengan fakultas
kedokterannja berdiri dekat rumah sakit RSlD jang ditjeritakan.
Namun itu toh perkumpulan-perkumpulan tjampuran di mana djuga
orang-orang Muhammadijah tak djarang merupakan penggerak di
sana-sini.
Meradjalela. Memang membosankan bila lagi-lagi hanja
"orang-orang jang itu djuga" jang tampak berbuat, begitu orang
bilang. Namun selain RSID terhadap mana Muhammadijah
berdjaga-djaga untuk menanggung kemungkinan rugi sementara
keuntungan jang mungkin diperoleh diberikan kepada Jajasan
sendiri bagi penjempurnaan usaha berikut, tjontoh lebih djelas
tentang bergeraknja "orang-orang jang itu djuga" dalam
wadah-wadah jang bukan milik organisasinja terlihat lagi
misalnja dalam hubungan dengan Jajasan Universitas Islam Sultan
Agung di Semarang dengan fakultas kedokterannja jang konon
madju. Disini tak urung pentolan-pentolan matjam Dr Kusnadi dan
Dr Masduki dengan kelompok tak resmi Muhammadijah ikut merintis
dalam hal dana -- untuk kemudian ditinggal pergi setelah sukses.
Toh tjukup aneh, kenjataan "meradjalelanja Muhammadijah dan
oknum-oknumnja" dalam usaha-usaha semacam itu -- berbeda dengan
usaha-usaha dalam bidang lain jang "lebih hangat" -- tampak
tidak memantjing kalangan Islam lainnja untuk bersaing, kalau
perlu dengan bantuan asing. Dan bantuan asing jang untuk hal-hal
seperti itu pantas diusahakan kalangan apapun di Indonesia,
memang bisa diperoleh "asal djelas untuk apa dipergunakan dan
bagaimana perentjanaannja jang kongkrit", kata Nj.Sulaeman. Tapi
djustru perentjanaan kongkrit untuk amal ibadah kemanusiaan
sedikit sekali nampak -- bahkan sekedar niatpun tampaknja belum.
Rasanja baru satu-dua perkumpulan jang punja tjita-tjita jang
luhur misalnja: "Untuk usaha pertama akan didirikan rumahsakit
dengan taraf perawatan setinggi-tingginja dan sesuai dengan
adjaran Islam bagi masjarakat jang sakit pada umumnja, dengan
tidak memandang golongan, agama, dan kedudukan", seperti ditulis
dalam rentjana JARSID dari PKU Muhammadijah.
Orang bilang, sekiranja usaha-usaha sematjam itu lebih lagi
diperkembangkan tentulah kesan terhadap Islam sebagai
seakan-akan hanja agama sembahjang, lagu padang pasir dan
politik akan melenjap. Sjahdan itu penting. Sebab, meskipun amal
ibadah sematjam itu bukan diniatkan buat konsumsi mereka jang
suka menarik kesan, namun daja-upaja menjingkapkan bajangan
suram dari wadjah Islam bukan perdjuangan jang sia-sia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini