Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Greenland bertetangga dengan Kanada, hanya berbatas Selat Davis dan Teluk Baffin. Lokasinya nyaris di ujung utara bumi. Tanahnya didominasi salju abadi, yang membuat para penakluk dunia tak menancapkan bendera untuk menjajahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bangsa Viking pernah berdiam di Greenland dalam waktu yang lama. Sebelumnya suku-suku silih berganti mendiami gurun salju itu. Lalu, Denmark menjadikannya provinsi otonom pada 1953. Penduduk Greenlad sebelum itu lebih memiliki kedekatan dengan Amerika Serikat dan Kanada ketimbang Denmark.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam peta wisata dunia, Greenland bukanlah tipe wisata massal. Negeri itu hanya didatangi wisatawan minat khusus, namun keindahan dan keunikan Greenland selalu menantang para petualang.
Berendam di kolam mata air panas di Uunartoq merupakan kebahagiaan di dingin. Foto: camillahey.dk
Wilayah Fjord, merupakan destinasi yang apik. Dataran ini tak sepenuhnya tertutup salju. Pegunangan dan tebing masih memperlihatkan kulitnya meskipun gletser menempel di sana sini. Di sini, bunga berwarna-warni mengikuti lekuk bukit dengan langit biru yang terang. Kolam-kolam air panas ada di mana-mana, yang sangat pas untuk berendam dalam cuaca yang sangat dingin.
Wisata di Fjord menjadi mahal karena persoalan transportasi. Antar kota dihubungkan dengan perahu, pesawat, kereta luncur, atau kendaraan medan bersalju. Sebagai wilayah yang dipenuhi gletser di perairannya, UNESCO menetapkannya sebagai Situs Warisan Dunia sejak 2004. Gletser terbesar adalah Sermeq Kujalleq. Lebarnya mencapai lebih dari 5 km dan ketebalan 1 km.
Kesibukan wisata lainnya di Greenlad adalah melihat ikan paus berimigrasi. Pada Juni dan Juli cuaca lebih hangat, merupakan waktu terbaik untuk berlayar mengamati ikan-ikan paus. Pengamatan ikan paus dimulai dari beberapa dermaga, yang dijadikan titik keberangkatan wisatawan, antara lain di kota pelabuhan Qeqertarsuaq, Nuuk, dan Aasiaat.
Greenland Adventure menjadi salah satu operator tur memburu sensasi melihat ikan paus dari dekat. Pengunjung memang harus menahan rasa berdekatan dengan mamalia raksasa laut ini. Paus yang panjangnya bisa mencapai puluhan meter itu, antara lain paus bungkuk, paus biru, paus pembunuh, beluga, paus sperma, dan paus pilot. Ketenangan dan kesabaran menjadi kunci keberhasilan mendekati mereka.
Dinginnya Greenland yang menusuk kulit dibayar lunas, dengan berendam di mata air panas di Pulau Uunartoq. Sensasi berendam di tengah perbukitan bergletser, membuat lelah dan penat menguap. Uunartoq dapat ditempuh dengan berperahu dari kota Ilulissat. Ada ribuan mata air di tempat lain di Greenland, terutama di Pulau Disko, sementara di sisi timur negara itu ada sekitar seratus lebih.
Malam hari di Greenland bukanlah malam yang sunyi. Di langit kutub utara terdapat tontonan cahaya yang megah: auroa borealis. Fenomena ini hanya ada di musim dingin antara November hingga Maret. Bila ingin melihat aurora lebih jelas lagi, datanglah pada Desember hingga Februari.
Pada saat itu, langit malam Greenland sangat cerah. Bintang dan aurora sama jelasnya, menghiasi langit. Spot terbaik untuk menyaksikan aurora ada di Qaqortoq di selatan Greenland. Lalu di Ittoqqortoormiit bagian timur, dan di barat di kota Kangerlussuaq.
Bila Anda menyukai sejarah, bisa menyaksikan perkampungan eskimo purba di Ilulissat. Benda-benda kampong purbakala yang ditemukan pada awal abad 20 itu, kini tersimpan rapi di Museum Ilulissat.
Di Nuuk, ibu kota Greenland tak kalah menariknya. Di kota ini terdapat Museum Nasional Greenland, yang memiliki koleksi barang-barang bangsa Viking, mulai alat berburu, kayak, ukiran, dan perhiasan. Bahkan mumi Viking berusia 500 tahun diawtkan dengan baik.
Lalu, apa atraksi utama di Greenland? Yup, Naga Biru atau blue river. Ini adalah sungai yang berwarna bening kebiruan yang meliuk-liuk melewati lembah-lembah dan perbukitan es.
Lanskap Fjord. Foto: @m4xms
Keberadaan sungai biru mendunia setelah penjelajah sekaligus ilmuwan Alan Hubbard, Jason Box dan Richard Bates meneliti wilayah itu pada 2009. Ketiga ilmuwan tersebut mengadakan penelitian bersama Greenpeace, mengenai dampak pemanasan global terhadap lapisan glasier.