Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Indahnya Tradisi Sambut Wisatawan di Kampung Melo Labuan Bajo

Di Labuan Bajo terdapat berbagai destinasi wisata yang menarik, salah satunya di Kampung Melo, Desa Liang Ndara.

12 Mei 2019 | 11.45 WIB

Sejumlah perahu tengah berlabuh di Pelabuhan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Jumat, 12 Oktober 2018. Belum diketahui secara pasti jumlah tamu yang akan berwisata ke Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Sejumlah perahu tengah berlabuh di Pelabuhan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Jumat, 12 Oktober 2018. Belum diketahui secara pasti jumlah tamu yang akan berwisata ke Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Berwisata ke Labuan Bajo identik dengan berkunjung ke Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur. Namun di tengah spekulasi rencana penutupan Taman Nasional Komodo, bukan berarti kamu urung datang ke sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Di Labuan Bajo terdapat berbagai destinasi wisata yang menarik. Salah satunya di Kampung Melo, Desa Liang Ndara. Kampung Melo terletak sekitar 20 kilometer dari pusat Kota Labuan Bajo. Penduduk kampung ini memiliki ritual yang menarik untuk menyambut tamu atau wisatawan yang datang.

Sesampainya di Bandar Udara Internasional Komodo di Kota Labuan Bajo, wisatawan bisa ke Kampung Melo dengan menempuh jalur darat melalui Jalan Trans Flores selama sekitar 30 menit. Dilanjutkan dengan sedikit mendaki karena kampung ini terletak di atas bukit.

Kelelahan segera terbayar saat menemukan kejutan indah sesampainya di atas. Penduduk Kampung Melo di Desa Liang Ndara masih memegang tradisi dan hidup menyatu dengan alam asri yang mengelilinginya. Untuk menyambut tamu atau wisatawan, kampung ini memiliki pelataran khusus yang menjadi semacam pintu gerbang kampung.

Dari pelataran tersebut, pengunjung bisa melihat pemandangan perbukitan hijau di sekelilingnya. Meski daerah NTT secara umum terkenal gersang dan panas, namun di kampung dengan ketinggian sekitar 624 mdpl ini memiliki hawa yang sejuk.

Saat baru datang, wisatawan akan disambut di pelataran gerbang kampung tadi dengan ritual adat khas Kampung Melo. Ketua adat beserta penduduk lokal akan menyambut dengan ramah disertai iringan musik tradisional.

Sebuah kain selendang khas Kampung Melo akan dilingkarkan di leher para wisatawan sebagai tanda kedatangannya disambut dengan gembira. Selanjutnya para tamu akan diajak ke sebuah rumah utama di tengah kampung yang disebut Rumah Gendang. Di dalam rumah inilah ritual adat dimulai. Ketua adat akan membacakan mantra khusus dalam bahasa setempat. Tamu diberikan minuman khusus yang disebut sopi serta pinang berisi sirih.

Salah satu tarian khas yang membuat wisatawan selalu penasaran untuk berkunjung ke Kampung Melo adalah Tari Caci. Tarian ini sebagai wujud rasa syukur masyarakat kepada leluhur dan Tuhan saat mengalami kebahagiaan, seperti panen raya atau kesembuhan dari suatu penyakit. Tari Caci disajikan seperti adegan tarian perang antara dua pemain.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus