Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya. Beraneka ragam tradisi, bahasa, hingga upacara adat tersebar di nusantara. Kondisi yang majemuk ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Upacara adat merupakan kegiatan yang sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat yang meyakini suatu kepercayaan tertentu. Praktik seperti ini bisa ditemukan di daerah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Berikut ini adalah 8 upacara adat yang ada di Indonesia:
1. Ngaben (Bali)
Ngaben adalah upacara adat Hindu di Bali yang melakukan pembakaran jenazah atau kremasi. Masyarakat Hindu percaya bahwa ritual ini dapat menyempurnakan jenazah untuk kembali ke Sang Pencipta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Upacara Ngaben dilakukan dengan meletakkan jenazah di atas “Lembu” yang sudah disiapkan. Kemudian Ida Pedanda akan membacakan doa dan menyalakan api pada jasad. Abu dari jenazah tersebut akan dilarung ke laut atau sungai yang dianggap suci.
2. Peusijuek (Aceh)
Rakyat Aceh melakukan upacara adat Peusijuek sebagai ucapan rasa syukur atas rezeki yang diberikan Tuhan. Tradisi ini dilakukan jika ada orang dari masyarakat Aceh yang ingin mengadakan pernikahan, rumah baru, naik haji, dan kelahiran.
Upacara adat Peusijuek hanya bisa dilakukan oleh orang yang menguasai hukum agama, sebab prosesi Peusijuek dipenuhi oleh doa keselamatan dan kesejahteraan. Pada umumnya dilakukan oleh tokoh agama yang disebut Teungku (Ustadz) dan Ummi (Ustadzah).
3. Pacoa Jara (Nusa Tenggara Barat)
Kemampuan berkuda bagi masyarakat Nusa Tenggara Barat adalah suatu hal yang biasa. Dari keterampilan inilah kemudian dilakukan tradisi Pacoa Jara yaitu kegiatan pacuan kuda untuk mengadu kecepatan lari kuda.
Pacoa Jara dilakukan ketika panen tiba dengan tujuan untuk mengucap syukur atas hasil panen yang ada. Hal yang unik dari Pacoa Jara adalah kuda ditunggangi oleh anak-anak berusia 6 hingga 12 tahun.
4. Kasada (Tengger)
Tradisi Kasada adalah kegiatan melarung hasil bumi seperti palawija dan ternak sebagai bentuk rasa syukur warga Tengger kepada Tuhan. Sesaji akan dilarung di kawah Gunung Bromo. Masyarakat Tengger percaya bahwa tradisi Kasada akan menjaga keharmonisan dengan alam, Tuhan, dan para leluhur.
5. Mekiwuka (Sulawesi Utara)
Mekiwuka adalah sebuah tradisi yang dilakukan atas rasa syukur atas nikmat yang sudah diberikan Tuhan di tahun sebelumnya, sekaligus memohon rahmat kepada Tuhan untuk diberikan kelancaran di tahun baru.
Masyarakat akan mengunjungi rumah warga untuk memberikan selamat tahun baru dengan diiringi musik sambil bernyanyi. Kegiatan ini akan dilakukan dari tengah malam hingga subuh di hari pergantian tahun baru.
6. Ikipalin (Papua)
Jari adalah simbol kesatuan dan kekuatan dalam melakukan sebuah pekerjaan. Jari saling bekerja sama dengan jari lainnya sehingga kehidupan bisa berjalan harmonis. Jika salah satu jari hilang, maka akan berkurang kekuatan.
Masyarakat di Papua akan memotong jarinya sendiri ketika ada keluarga yang meninggal dunia, tradisi ini disebut dengan Ikipalin. Menurut mereka kegiatan ini merupakan simbol dari sakit dan pedihnya seseorang karena ditinggal oleh keluarga.
7. Tatung (Kalimantan)
Tatung adalah parade kesaktian warga Dayak-Tiongkok dalam perayaan Cap Go Meh. Meskipun Cap Go Meh dirayakan oleh seluruh Tionghoa di dunia, Tatung hanya bisa disaksikan di Indonesia.
Tatung berasal dari bahasa Hakka yang artinya dirasuki roh atau dewa. Sebelum beraksi, para Tatung tidak boleh memakan daging. Tidak sembarang orang yang boleh menjadi Tatung, hanya orang yang sudah memiliki legalitas pernyataan dari lurah setempat bahwa ia benar seorang Tatung.
8. Tedak Sinten
Upacara adat asli Indonesia ini berasal dari kebudayaan Jawa yang telah dilakukan secara turun temurun. Tedak Sinten yang berasal dari kata Tedhak yang berarti "menapak" dan Sinten atau Siti yang berarti "tanah" memiliki arti dan tujuan sebagai simbol orang tua yang membimbing anaknya untuk meniti kehidupan.
Tradisi upacara ini dilakukan saat anak yang sudah berumur 7 bulan atau sedang akan belajar berjalan. Dalam kegiatannya tentu ada perlengkapan dan peralatan seperti kurungan ayam, aneka macam jadah dengan 7 warna , tangga yang terbuat dari tebu, kurungan (biasanya berbentuk seperti kurungan ayam) yang diisi dengan barang/benda, alat tulis, mainan dalam berbagai bentuk, air untuk membasuh dan memandikan anak, ayam panggang, pisang raja, udhik-udhik, jajan pasar, berbagai jenis jenang-jenangan, tumpeng lengkap dengan gudangan dan nasi kuning.
Dengan peralatan dan perlengkapan tersebut acara Tedak Sinten akan dimulai dengan doa dan memasukkan anak kedalam "kurungan". Dalam kurungan tersebut, sang anak akan memilih mainan yang akan menjadi simbol saat sudah dewasa.
Tamara Pramesti Adha Cahyani