Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Kilas Balik Ridwan Kamil Memenangi Sayembara Desain Museum Tsunami Aceh

Museum Tsunami Aceh yang didesain Ridwan Kamil untuk mengenang bencana alam dahsyat di Aceh. Kejadian tsunami Aceh sudah 20 tahun lalu.

28 Desember 2024 | 07.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wali Kota Bandung yang juga arsitek, Ridwan Kamil (kiri) bersama Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa'aduddin Djamal (dua kiri) mengunjungi Museum Tsunami yang dirancangnya di Banda Aceh, Aceh, 26 Desember 2015. ANTARA/Irwansyah Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 26 Desember 2004, tepat 20 tahun lalu, terjadi bencana dahsyat di Aceh. Gempa dengan magnitudo 9,1 diikuti tsunami yang meluluhlantakkan hampir seluruh Aceh dan merusak banyak bagian di 13 negara lain mulai Sri Lanka sampai Somalia di Afrika. Tsunami Aceh setinggi 15-50 meter ini menelan korban jiwa sebanyak 227 ribu dan korban hilang sejumlah 45 ribu. Sementara itu, tsunami Aceh juga membuat 280 ribu orang mengalami luka-luka. Tsunami Aceh juga menimbulkan kerugian material sampai Rp51 triliun.

Lebih dari 100 ribu rumah sejauh lima kilometer dari bibir pantai di Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Aceh Jaya, dan Aceh Barat, hancur diterjang air bah. “Air laut naik” menerjang permukiman mereka Ahad 26 Desember 2004 sekitar pukul 8.45 WIB.

Akibat bencana alam ini, masyarakat dilanda trauma dan ketakutan karena gempa masih mengguncang setiap sekitar 20 menit. Bahkan, lokasi yang terdampak bencana terputus  saluran komunikasi dan aliran listrik.

Selain itu, mereka yang cedera harus bersabar menahan rasa sakit karena tidak tertangani dengan baik akibat tidak seimbangnya jumlah paramedis dengan korban. Jalan-jalan di pesisir tertutup tumpukan puing-puing bangunan dan pohon-pohon besar yang hancur sehingga menutup akses relawan mengevakuasi korban. 

Satu minggu setelah tsunami, bantuan mulai berdatangan, baik dari nasional maupun internasional. Akibatnya, kerusakan materiil dan kesakitan yang dialami korban perlahan mulai pulih. Meskipun saat ini sudah 20 tahun berlalu, bencana tsunami Aceh masih membekas di pikiran dan hati masyarakat setempat. 

Saat ini, tak hanya masyarakat setempat yang dapat merasakan dan melihat tsunami Aceh pada 2004 silam karena bencana ini sudah dikenang dalam Museum Tsunami Aceh. Museum ini didesain oleh arsitektur Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat. 

Museum Tsunami Aceh berlokasi di Lapangan Blang Padang, Jalan Sultan Iskandar Muda, Nomor 3 Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh. Museum ini diresmikan pada Februari 2008 silam oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, rencana pembangkit museum ini telah dicanangkan pada 2005. Di balik pembuatan museum bertema dark tourism ini, Ridwan Kamil menyimpan kisah menarik saat maju mengikuti sayembara desainer.

Panitia pendirian Museum Tsunami Aceh membuat sayembara untuk mendesain bentuknya dengan total hadiah ratusan juta. Bangunan itu dicita-citakan menjadi pengingat untuk generasi penerus kelak atas bencana alam di Aceh pada 2004. Kriteria yang dicari adalah desain yang merepresentasikan semangat kegiatan penanggulangan darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara global.

Selain itu, desain harus bernafaskan kebudayaan Aceh, memiliki inovasi secara estetika, dan dapat diterima semua masyarakat. Kriteria bangunan juga harus memenuhi keandalan terhadap gempa bumi, tsunami, kebakaran, mudah dalam perawatan dan pengoperasian, mempunyai sistem pencahayaan memadai, dan menjadi salah satu objek wisata tsunami. Kriteria ini cocok dengan desain yang diajukan Ridwan Kamil. 

Ridwan Kamil berhasil memenangkan sayembara desain Museum Tsunami Aceh ini. Ia mengaku membuat sketsa museum tersebut dari hati dan tidak jarang meneteskan air mata saat menggores arsirannya.

“Termasuk dalam proses presentasinya, saya terbata-bata karena ratusan ribu nyawa melayang akibat tsunami Aceh,” kata Kang Emil saat menghadiri acara peringatan 18 tahun tsunami Aceh di Ulee Lheu, Banda Aceh, pada 2021, seperti dikutip Antara.

Menurut Ridwan Kamil, proses rancang bangun Museum Tsunami Aceh itu memakan waktu sekitar satu bulan. Ia membangun nuansa museum tersebut agar pengunjung dapat merasakan bagaimana para korban ketakutan, basah, gelap, dan lainnya. Museum ini bertemakan dark tourism karena merepresentasikan ketakutan, kesedihan, dan harapan. Selain tempat mengenang, atap museum ini bisa berfungsi sebagai tempat evakuasi. Bahkan, mampu menampung ribuan orang, jika terjadi bencana. 

Anwar Siswadi dan Hendrik Khoirul Muhid turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Pilihan Editor: 5 Peninggalan 2 Dekade Tsunami Aceh

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus