Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Klenteng Hok Lay Kiong, Saksi Pelarian Tionghoa dari Batavia

Klenteng Hok Lay Kiong didirikan pada abad ke-18, oleh orang-orang Tionghoa setelah kerusuhan di Batavia.

24 Januari 2020 | 21.00 WIB

Umat bersembahyang di Klenteng Hok Lay Kiong pada malam Tahun Baru Imlek, Bekasi, Jawa Barat, 7 Februari 2016. Klenteng Hok Lay Kiong merupakan Klenteng tertua di Bekasi yang sudah berdiri kurang lebih 350 tahun. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Perbesar
Umat bersembahyang di Klenteng Hok Lay Kiong pada malam Tahun Baru Imlek, Bekasi, Jawa Barat, 7 Februari 2016. Klenteng Hok Lay Kiong merupakan Klenteng tertua di Bekasi yang sudah berdiri kurang lebih 350 tahun. TEMPO/Dhemas Reviyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang perayaan Imlek 2571 yang jatuh pada 25 Januari, Klenteng Hok Lay Kiong di Jalan Kenari, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi mulai berhias. Lampu-lampu lampion berwarna merah terpasang menghiasai langit-langit lingkungan klenteng, lilin-lilin besar ditata rapih di ruang utama tempat ibadah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Klenteng ini menjadi satu-satunya di Kota Bekasi. Usianya diperkirakan 350 tahun. Tak ada jejak kapan mulai dibangun, namun diprediksi pada abad ke-17, setelah masyarakat Tionghoa di Batavia (sekarang Jakarta) bermigrasi ke pinggiran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Kakek saya masih kecil, itu sudah ada," kata Ketua Yayasan Pancaran Tri Dharma, pengelola klenteng itu, Ronny Hermawan kepada Tempo, Jumat, 24 Januari 2020.

Letak klenteng ini berada di antara permukiman padat, berdiri di atas lahan seluas 700 meter. Bangunannya paling mencolok di antara bangunan-bangunan lain di sekitarnya. Menurut Ronny, dengan usia ratusan tahun, tentu bangunan kleteng mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Tapi, ada yang masih utuh sampai sekarang yaitu gerbang masuk.

Setelah melewati gerbang, di halaman klenteng ini ada dua bangunan menyerupai menara pagoda. Satu bangunan tingginya kira-kira tujuh meter, satu lagi sekitar tiga meter. Tempat ini dipakai untuk pembakaran dupa, setelah umat Konghucu berdoa.

Suasana ibadah malam Imlek di Klenteng Hok Lay Kiong, Jl Kenari, Bekasi Timur, Senin, 4 Februari 2019. Ibadah pada malam pergantian tahun baru Imlek 2570 itu dimaknai sebagai doa pengharapan keburuntungan di tahun babi tanah. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Masuk area dalam kleteng, para dewa berdiri tegak di altar. Dewa utama adalah Hok Lay Kiong, yang dijadikan nama klenteng tersebut. Di sampingnya ada empat dewa pendamping, sedangkan di belakangnya ada tujuh dewa pengawal.

Ronny mengatakan, letak klenteng hanya berjarak puluhan meter dari Kali Bekasi, kali alam yang hulunya di pegunungan di Bogor, Jawa Barat. Menurut dia, lokasi ini menandakan awal mula peradaban penduduk Tionghoa setelah "terusir" dari Jakarta pada abad ke-18, ketika masuknya harga gula jatuh dan banyak tekanan terhadap warga Tionghoa di Batavia.

"Sistem penggajian yang mungkin kurang sejahtera, lalu dalam kondisi banyak tertekan, buruh-buruh Tionghoa memberontak," kata Ronny.

Ketika terjadi pemberontakan, kata dia, cukup banyak warga etnik Tionghoa yang tewas, sebagian melarikan diri ke pinggiran Jakarta, salah satunya Bekasi hingga Karawang. "Makanya ada klenteng-klenteng tua di Bekasi, Cikarang, dan Karawang," kata Ronny.

Umat menyalakan dupa saat bersembahyang di Klenteng Hok Lay Kiong pada malam Tahun Baru Imlek, Bekasi, Jawa Barat, 7 Februari 2016. TEMPO/Dhemas Reviyanto

Menurut dia, di sekitaran Klenteng Hok Lay Kiong mereka bertahan hidup. Mereka bercocok tanam, bekerja, bertani, akhirnya beranak-pinak. Di lokasi ini pula, kata dia, terdapat sebuah pasar, pusat ekonomi Bekasi. Pasar itu hilang setelah dibangun Pasar Baru (sekarang Pasar Proyek).

ADI WARSONO

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus