Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Konser Hibrida dari California

Linkin Park menggoyang Jakarta di tengah isu travel warning. Energi penonton terkuras.

21 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ribuan remaja mengular memasuki Taman Impian Jaya Ancol, Ahad siang pekan lalu. Matahari tepat di atas ubun-ubun. Mereka rela terpanggang demi menyaksikan konser Linkin Park. Padahal pertunjukan baru dimulai tiga jam kemudian. Mereka adalah pembeli tiket Rp 200 ribu (festival) dan Rp 300 ribu (VIP). Wangi parfum seperti berebut keluar dari tubuh-tubuh berbalut busana kinclong. Penonton jenis ini tentu bukan berasal dari jenis yang tahan cuaca ganas. Buktinya, tak lama kemudian, beberapa remaja putri mulai pingsan di kawasan Pantai Karnaval, tempat konser digelar.

Melihat situasi itu, Chester Bennington (vokal), Mike Shinoda (vokal, keyboard, gitar), Brad Delson (gitar), Dave Farrell (bas), Rob Bourdon (drum), dan Joseph Hahn (sampling), sadar bahwa basa-basi tak lagi diperlukan. Nomor pembuka Don't Stay berdentum, menggoyang sekitar 25 ribu penonton. Chester dan Mike berlarian sambil sesekali berganti tempat. Energetik. Penonton merespons dengan menyanyikan hampir setiap kata. Sumbu ledak pertunjukan yang bertajuk Meteora World Tour 2004 itu terletak pada Breaking The Habbit yang bernapas rock 'n' roll, dan tentu saja Crawling yang diambil dari album perdana yang monumental Hybrid Theory (2000).

Embusan angin kencang menyebabkan semburan sound system terdengar tidak merata. Penonton kelas festival tidak bisa menikmati gelegar suara senyaman penonton kelas VIP. Beberapa kali, misalnya, suara sampling hasil racikan Joseph Hahn lenyap ditelan dentum bas Dave Farrell. Cukup mengganggu, mestinya pihak penyelenggara mengantisipasi kendala ini. Tapi inilah Linking Park. Energi penonton terkuras sudah dibombardir 18 buah lagu selama 75 menit.

Dibentuk pada 1996, Linkin Park mewakili tipikal kelompok yang hidup di era modern rock. Konsep karyanya merupakan gabungan dari berbagai jenis musik: alternatif, hip-hop, rock, funk, elektronika, sampai rap. Nama Linkin Park adalah pelesetan yang dibuat Chester untuk Lincoln Park, sebuah taman yang terletak di Santa Monica, California.

Kunci keberhasilan kelompok ini terletak pada permainan notasi. Lagu mereka umumnya merupakan rangkaian nada melodius sekalipun Brad Delson membungkusnya dengan raungan distorsi yang mampu merobek gendang telinga. Itulah tipuan kreatif hasil dari pemikiran yang cerdas. Jangan heran jika di bursa musik mereka lebih berhasil merebut perhatian pendengar kedua gender. Ini berbeda dengan kelompok hip-metal raksasa lainnya seperti Slipknot, Limp Bizkit, atau Korn yang tempo hari tampil di Jakarta, yang lebih spesifik dalam menyasar pangsa pasar lelaki. Jonathan Davis (Korn) menyanyi begitu dark, seolah ingin menginformasikan masa lalunya yang getir. Perhatikan pula gaya merepet Fred Durnst (Limp Bizkit) dalam Take A Look Around yang menjadi lagu tema film Mission Impossible II-nya Tom Cruise. Kasar, memberontak.

Sebagai rocker, penampilan mereka jauh dari kesan sangar. Perangainya bahkan lebih mirip "orang Timur". Terbukti ketika beberapa penonton putri kembali pingsan akibat desakan dari belakang, Chester Bennington tanpa segan meminta Mike Shinoda agar berhenti memainkan keyboard. "Rileks, Man! Kami ingin kalian bisa menonton dengan gembira," teriaknya dari atas panggung.

Di Indonesia, Meteora telah menyabet delapan platinum. Satu platinum setara dengan penjualan 50 ribu keping. "Kalau digabung dengan penjualan dua album sebelumnya (Hybrid Theory dan Reanimation—Red.), penjualan album mereka di Indonesia sudah di atas satu juta keping," tutur Imam Sastrosatomo, Managing Director Warner Music Indonesia, perusahaan rekaman pemegang lisensi semua album mereka. Tak pelak, Linkin Park merupakan mesin penghasil fulus nan ampuh dari kubu hip-metal.

Kedatangan peraih Grammy Award 2002 untuk kategori best rock performance ini sempat diwarnai isu travel warning. Seperti diketahui, belum lama ini rencana konser Gareth Gates, Limp Bizkit, dan bintang hip-hop Missy Elliott batal karena alasan itu. Tapi konser akhirnya berjalan dan para fans bersorak. "Mati pun enggak penasaran karena sudah melihat langsung Chester!" seru Rheda, siswi sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung, yang datang bersama teman-teman sekampusnya.

Denny M.R.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus