Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebuah salinan naskah kuno Udyogaparwa yang mengungkap diplomasi Pandawa dan Kurawa dalam peperangan Bharatayudha disimpan di Perpustakaan Artati Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta. Ini bisa menjadi alternatif mengisi liburan dengan kegiatan literatif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Naskah beraksara dan berbahasa Jawa Kuno itu disalin seorang filolog dari Belanda, Zoetmulder dalam kertas HVS. Zoetmulder adalah penyusun kamus Jawa Kuno-Indonesia. “Tak hanya di Universitaas Sanata Dharma. Naskah itu juga tersebar di berbagai lokasi berbeda,” kata salah satu pendiri Komunitas Jagongan Naskah (Jangkah), Taufiq Hakim, Ahad, 23 Desember 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jangkah beranggotakan para filolog milenial yang berfokus mengkaji naskah-naskah kuno Nusantara. Mereka bermarkas di Pura Pakualaman Yogyakarta.
Naskah asli Udyogaparwa yang ditulis dengan aksara dan bahasa Jawa Kuno pada lembar-lembar lontar juga diketahui disimpan di Gedong Kirtya di Bali. Naskah Udyogaparwa adalah naskah kelima dari 18 naskah yang mengisahkan Mahabharata.
Taufiq melanjutkan ada sembilan naskah dari total 18 naskah Mahabarata disimpan di Gedong Kirtya. Selain Udyogaparwa, naskah yang disimpan di sana meliputi Adiparwa, Sabhaparwa, Wirataparwa, Bhismaparwa, Asramawasaparwa, Mosalaparwa, Prasthanikaparwa, dan Swargarohanaparwa. “Parwa-parwa (naskah) yang lain belum diketahui lokasinya,” kata Taufiq.Naskah kuno yang terbuat dari daun lontar berbahasa Jawa kuno dan huruf cacarakan tentang Nabi Yusuf di pamerkan dan dirawat di Museum Sri Baduga, Bandung, Jawa Barat, 3 Juli 2015. TEMPO/Prima Mulia
Khusus naskah Udyogaparwa telah didiskusikan akhir pekan lalu, 22 Desember 2018 dengan menghadirkan Dosen Bahasa dan Sastra Jawa Kuno Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Yosephin Apriastuti Rahayu di Gedong Danawara Puro Pakualaman.
“Yang didiskusikan adalah naskah salinan (HVS) yang belum diketahui sumber salinannya. Dari Bali atau bukan,” kata Taufiq.
Mengingat naskah-naskah kuno tersebut juga ditemukan tersebar di beberapa negara. Yosephin menerangkan naskah tersebut juga disimpan di Universitas Leiden di Belanda. Naskah itu merupakan koleksi peneliti Van der Tuuk yang disalin oleh Zoetmulder.
Naskah kuno lainnya juga disimpan di Inggris, Jerman, dan kemungkinan di Perancis. Bahkan selain di Gedong Kirtya, salinan naskah-naskah kuno tersebut juga banyak ditemukan di rumah-rumah penduduk di Bali. “Karena dulu ada tradisi penyalinan naskah, terutama oleh peneliti asing,” kata Yosephin yang akrab disapa Simbok itu.
Ada yang menyalin dari koleksi penduduk kemudian dibawa ke negeri asalnya. Ada pula yang menyalin untuk keperluan penelitian sendiri.
Naskah kuno Udyogaparwa merupakan karya sastra yang ditulis pada akhir abad 10 Masehi pada era pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh (991-1016) M dari Kadiri (Kediri). Naskah itu disalin dari India oleh Brahmana Jawa yang diutus oleh Raja Dharmawangsa.
Saat itu, teknologi maritim Kerajaan Kadiri sudah maju. Para Brahmana dikirim ke India untuk sekolah. Ada juga yang bahkan menjadi penasihat raja. “Jadi tradisi penyalinan naskah sejak zaman Kerajaan Kadiri. Itu turun-temurun,” imbuh Taufiq.
PITO AGUSTIN RUDIANA (Yogyakarta)