Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Mataram Islam Bercikal dari Hutan Mentaok, Bagaimana DIY Galakkan Tanaman Langka Itu?

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belakangan mulai menggalakkan penanaman kembali tanaman mentaok,

6 Juli 2022 | 00.45 WIB

Suasana halaman Makam Raja-raja Mataram di Kotagede, Yogyakarta, Sabtu, 27 April 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Perbesar
Suasana halaman Makam Raja-raja Mataram di Kotagede, Yogyakarta, Sabtu, 27 April 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belakangan mulai menggalakkan penanaman kembali tanaman Mentaok yang menjadi salah satu tanaman langka di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Upaya pelestarian tanaman itu dipusatkan di kawasan Tanaman Nasional Gunung Merapi (TNGM), salah satunya area wisata Tlogo Putri Kaliurang Kabupaten Sleman. "Penanaman tanaman langka di kawasan Kaliurang ini untuk menyangga pelestarian kawasan TNGM,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY Kuncoro Cahyo Aji Selasa 5 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Tanaman Mentaok, bagi warga Yogyakarta tak sekedar tanaman langka belaka. Mentaok juga lekat dengan nama sebuah kawasan hutan yang sangat melegenda di masa lampau yakni Alas Mentaok. Alas Mentaok selama ini diyakini sebagai lokasi cikal bakal berdirinya Kerajaan Mataram Islam Yogyakarta. "Upaya pelestarian tanaman langka ini selain untuk konservasi, juga menyediakan cadangan oksigen di lingkungan sekitarnya," kata Kuncoro.

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY mencatat tanaman Mentaok ini di Indonesia dikenal dengan beberapa nama. Tanaman itu disebut Bintaos oleh masyarakat Sunda, Jawa dan Madura. Atau disebut Mentaos di sebagian Jawa,  Bentawas di Bali dan Dediteh di Timor. 

Secara Ilmiah, jenis tanaman ini mempunyai nama Wrigtia javanica A.DC dan tumbuh dengan baik sampai ketinggian lebih dari 1000 mdpl. Mentaok dikenal sebagai tanaman berhabitus pohon dan tingginya bisa mencapai 35 meter dengan diameter sebesar 50 sentimeter.

Anggota DPD RI yang juga istri Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, GKR Hemas mengatakan selain Mentaok, di kawasan lereng Gunung Merapi juga telah dibudidayakan tanaman khas yakni anggrek Merapi. "Penanaman tanaman langka dan khas ini menjadi gerakan konservasi menjaga lingkungan lereng Merapi," kata dia.

Menurut Hemas, konservasi lingkungan khususnya hutan tak harus mengesampingkan kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar. "Tanaman hias khas Merapi dan tanaman yang langka itu kelak bisa dibibitkan untuk dijual sebagai upaya mendorong perekonomian warga," kata dia.

Sunu Dyantoro

Sunu Dyantoro

Memulai karier di Tempo sebagai koresponden Surabaya. Alumnus hubungan internasional Universitas Gadjah Mada ini menjadi penanggung jawab rubrik Wawancara dan Investigasi. Ia pernah meraih Anugerah Adiwarta 2011 dan 2102.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus