Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Melihat Keindahan Pulau Belitung dari Ketinggian

Kurang lengkap rasanya jika belum melihat indahnya Pulau Belitung dari ketinggian.

8 November 2018 | 16.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pemandangan pantai di Pulau Lengkuas difoto dari atas menara, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung, 8 Mei 2015. TEMPO/Frannoto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Halo Sahabat, hari ketiga ini terakhir bagi kami berdua menelusuri Pulau Belitung. Di hari ketiga ini saya berniat keliling di bukit karena daratan dan bawah laut sudah kami telusuri. Kurang lengkap rasanya jika belum melihat indahnya Pulau Belitung dari ketinggian.

Sebelum melakukan aktifitas pagi saya menyempatkan sarapan dan kurang nendang jika beli ngopi di sekitaran Pantai Tanjung Pendam. Maka saya mencoba Kopi Kong Djie. Tempatnya sangat sederhana dan merakyat, dan rasa kopi yang disajikan heemmmm wenak banget. Sambil nyeruput kopi dan bercerita kepada penjual kopi ternyata Kedai Kopi Kong Djie banyak mempunyai cabang loh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selesai menikmatin kopi, saya kembali ke penginapan langsung mandi, packing, dan sekalian check out. Saya menuju ke Jalan Ahmad Yani, di samping kantor Bupati Belitung. Di Lesung Batang, Tj. Pandan, Kabupaten Belitung, tak lengkap rasanya jika saya tidak mengunjungi rumah adat. Di dalam rumah adat Belitung ini banyak terdapat baju adat, senjata, alat musik khas Belitung.

Rumah adat di Pulau Belitung bernama Rumah Gede atau Rumah Panggong. Rumah adat tersebut sengaja dibangun oleh pemerintah setempat agar para generasi muda dapat mengenal rumah adat Belitung yang sudah jarang digunakan saat ini. Rumah Adat Belitong tersebut diresmikan pada 2009. 
 
 

Setelah puas menikmati rumah adat Belitung, kami melanjutkan perjalanan menuju Danau Kaolin.  Sebelum populer sebagai destinasi wisata berkat novel Laskar Pelangi, Belitung lebih dikenal sebagai pusat penambangan timah. Sebagian besar persediaan timah di Indonesia dipasok dari Belitung. Namun tak hanya timah, bumi Belitung juga kaya dengan mineral kaolin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Danau Kaolin adalah saksi bisu kekayaan tambang Belitung. Danau itu terbentuk dari ceruk besar bekas penggalian kaolin yang dieksploitasi besar-besaran di kawasan tersebut. Terletak di Desa Air Raya Tanjungpandan, kubangan itu kemudian menjadi danau yang menarik wisatawan. Yang unik dari Danau Kaolin adalah airnya berwarna biru muda dan dikelilingi daratan berwarna putih. Paduan warna yang menakjubkan untuk diabadikan dengan lensa kamera.

Panorama di Danau Kaolin akan mengingatkan kita pada Kawah Putih Ciwidey, Bandung. Bedanya, bau belerang yang menyengat tidak menguar dari Danau Kaolin. Perlu diketahui, bahwa kaolin adalah sejenis mineral tanah liat yang mengandung aluminium silikat. Material ini biasa dijadikan salah satu bahan untuk membuat porselen, kain, kertas, pasta gigi, hingga kosmetik. Daratan sekitar Danau Kaolin berwarna putih, karena mengandung mineral tersebut. Sejauh mata memandang, kita bakal terpesona dengan pemandangan unik di Danau Kaolin. Namun, matamu juga akan menangkap sisa eksploitasi penambangan dari relief batuan yang bentuknya tidak teratur.

Setelah puas menikmati pemandangan danau kami bergegas menuju ke Batu Baginde. Perjalanan menuju Batu Baginde kami tempuh dengan menggunakan motor. Dari Danau Kaolin menuju Batu Baginde sangat jauh. Pemandangan di kanan kiri saat perjalanan hanyalah hutan. Batu Baginde berada di Desa Padang Kandis, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung.

Setelah bertanya-tanya ke warga setempat akhirnya kami tiba di lokasi Batu Baginde. Yeay, setelah perjalanan panjang sekitar 15 menit di dalam hutan, sampailah kami bertemu dengan batu besar. Kami saling membantu untuk menaiki batu sampai atas. 

Sesampainya di atas wow pemandangan indah sekali. Ini saatnya kami merenung dan menikmati pemandangan alam dan sedikit bercerita. Kami kemudian pulang. Di perjalanan pulang, kami melewati sebuah pantai bernama Pantai Penyabong. Kami memutuskan untuk singgah sebentar di pantai yang sangat sepi tapi bagus banget itu. Menikmati pemandangan di pantai dengan menyesap segarnya kelapa muda. Hmm nikmatnya di tenggorokan itu loh.

Usai menikmati suasana, kami tutup dengan kulineran. Kami mencoba Mie Atep, mie khas Belitung dan membeli ketam. Ketam adalah makanan berisi daging kepiting yang sudah diolah. Duh sahabat, ketam dicocol sambal wow wenak banget. Kami mencari oleh-oleh dan beranjak menuju bandara.

Nah Sahabat, ini lah jalan-jalan terakhir saya di Pulau Belitung selama tiga hari dua malam.

Tulisan ini sudah tayang di Catatanhariankeong

 
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus