Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Sungai Penuh, Jambi - Di Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi, batik Kerinci kini mulai banyak diproduksi karena permintaan cukup besar. Salah satu yang paling kondang saat ini adalah batik dengan motif tulisan Incung, yakni aksara kuno Kerinci.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tentu saja masih ada motif lain yang menunjukkan kekhasan budaya dan alam Kerinci. Namun, pada batik produksi Erni Yusnita, pemilik rumah produksi Batik Incung, selalu disertakan aksara Incung disamping motif utama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mari kita sambangi kediaman Erni di Kota Sungai Penuh. Saat Tempo sampai di kediamannya, belum lama ini, terdapat beragam batik yang dipajang di seantero sudut rumah. Ada juga batik yang tengah menjalani proses produksi. Lembaran-lembaran batik itu ditopangkan pada tiang-tiang kayu yang kokoh.
Ada selembar kain batik dengan motif daun sirih. Ini adalah tumbuhan yang punya arti penting dalam budaya Kerinci. Daun sirih adalah suguhan untuk untuk tetamu sebagai tanda penghormatan.
Motif lainnya masih banyak lagi, antara lain, jangki (keranjang anyaman rotan yang biasa disandang petani saat ke ladangnya), lapek rawang (tikar dari anyaman tumbuhan air), rumah larik (rumah adat), dan rumah panggung.
Salah satu yang istimewa adalah batik berwarna hitam dengan motif karamentang berwarna orange. Karamentang adalah bendera penanda kenduri pusaka (sko), yakni kenduri paling sacral dalam adat Kerinci.
Di semua batik tadi terdapat aksara Incung, aksara kuno yang dipercayai sudah digunakan bahkan sebelum Islam masuk.
Aksara Incung ini ditemukan pada naskah kuno Kerinci yang ditulis pada tanduk kerbau, bambu, kulit kayu dan daun lontar. Oleh masyarakat Kerinci ini dijadikan benda pusakan yang dijaga turun-temurun selama berabad-abad.
Erni sengaja menerakan Incung pada karyanya mungkin karena ingin menjaga kekayaan budaya itu. Dia lalu menunjukkan selembar kain batik berwarna ungu, yang sebagiannya tertera Incung dan sebagian lagi motif dun sirih.
“Makna tulisan Incung di situ sesuai dengan motif. Misalnya pada motif batik bunga kopi, maka ada tulisan Incung berbunyi bunga kopi, begitu juga pada motif yang lainnya,” Kata Erni Yusnita. “Akasa Incung-nya saya percantik, tanpa mengubah makna.”
Tiap bulan rumah batiknya memproduksi sekitar 100-200 kain batik cap dengan motif aksara Incung. Ia menciptakan sendiri pola motifnya berdasar kekayaan budaya Kerinci.
Simbol-simbol budaya yang ia adopsi untuk batik, antara lain, keris, carano (tempat sirih), rumah larik, jangki, bendera Karamentang. Juga ia menyerap motif dari tumbuh-tumbuhan, seperti bunga teratai, bunga kopi, kantung semar, keluk paku dan pucuk rebung.
Erni menjelaskan karakter pembeli di Jambi adalah tidak ingin mengenakan batik dengan motif dan warna sama yang dipakai orang lain. “Jadi saya harus rajin membuat motif baru.”
Selembar kain batik itu dijual dengan harga beragam, tergantung pengerjaannya. Satu set kain batik dengan selendang lebar untuk tengkuluk (selendang penutup kepala khas Kerinci) dijual antara Rp300 ribu hingga Rp1 juta.
Untuk kain berukuran 2 meter x 115 cm dengan pewarnaan sintetis, harganya Rp150-300 ribu. Sedangkan batik dengan pewarnaan alam harganya berkisar Rp300-700 ribu perlembar. “Batik tulis dengan pewarnaan alamlah yang lebih banyak dibeli turis asing. Kalau orang kita lebih suka yang warnanya cerah,” kata Erni.
FEBRIANTI (Jambi)