Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kecamatan Sukolilo di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, belakangan menjadi perbincangan dan disebut sebagai desa penadah mobil curian. Hal tersebut terjadi setelah seorang bos rental mobil asal Jakarta, tewas dikeroyok warga saat ingin mengambil mobil miliknya.
Setelah video pengeroyokan bos rental mobil di Sukolilo, Pati viral di media sosial, mencuat kabar bahwa desa Sukolilo memang terkenal sebagai desa penadah kendaraan bodong atau curian. Di media sosial X misalnya, nama desa Sukolilo bahkan menjadi trending topic.
Tak hanya itu, sejumlah titik di Sukolilo ditandai sebagai “Kampung Maling” dan “Desa Penadah” di Google Map. Sejumlah netizen di X membenarkan bahwa banyak kasus serupa yang terjadi di Sukolilo.
Meski mendapat stigma negatif, terdapat sejumlah tradisi unik di Sukolilo. Tradisi itu bernama Meron. Dikutip dari laman Barata Yuda, Meron merupakan tradisi yang ada di Sukolilo. Meron merupakan tiruan adat Sekatenan menyambut Maulid Nabi Muhammad di Mataram atau Yogyakarta.
Sejarah Tradisi Meron berawal dari Desa Sukolilo yang merupakan Kademangan dibawah kekuasaan Kadipaten Pati Pesantenan. Usai perang, Kesultanan Mataram menumpas perlawanan Adipati Pati, sekitar tahun 1600 sisa-sisa prajurit Mataram yang bertugas di Kademangan Sukolilo tidak pulang ke Mataram namun mesanggrah (beristirahat) di Kademangan Sukolilo.
Para prajurit ingat setiap tanggal 12 Maulud di Mataram menyelenggarakan upacara Sekaten menyambut Maulid Nabi SAW. Para prajurit ijin untuk tidak pulang dengan alasan berjaga-jaga agar tidak terjadi pembangkangan, dan juga menyampaikan permohonan untuk menyelenggarakan upacara Sekatenan di Sukolilo.
Berkat ijin tersebut, Kademangan Sukolilo diperkenankan mengadakan upacara serupa Sekaten setiap tahunnya. Namun tidak lagi menggunakan nama Sekaten tetapi menjadi Meron. Tradisi ini setiap tahunnya dilestarikan oleh masyarakat Sukolilo hingga sekarang.
Dikutip dari laman Budaya Indonesia, upacara tradisi Meron ditandai dengan arak-arakan nasi tumpeng yang menurut masyarakat setempat disebut Meron. Nasi tumpeng tersebut dibawa ke masjid Sukolilo sebagai kelengkapan upacara selamatan Prosesi Meron tersebut diikuti oleh aneka ragam kesenian tradisional setempat. Setelah upacara selamatan selesai, nasi Meron kemudian dibagikan kepada seluruh pengunjung.
Dalam arak-arakan acara tersebut, diiring beberapa gunungan yang sangat khas, karena terbagi menjadi tiga bagian.
1. Bagian teratas adalah mustaka yang berbentuk lingkaran bunga aneka warna berisi ayam jago atau masjid. Ayam jago menyimbolkan semangat keprajuritan, masjid merupakan semangat keislaman, dan bunga simbol persaudaraan.
2. Bagian kedua gunungan itu terbuat dari roncean atau rangkaian ampyang atau kerupuk aneka warna berbahan baku tepung dan cucur atau kue tradisional berbahan baku campuran tepung terigu dan tepung. Ampyang melambangkan tameng atau perisai prajurit dan cucur lambang tekad manunggal atau persatuan.
3. Bagian ketiga atau bawah gunungan di tradisi Meron Sukolilo disebut ancak atau penopang. Ancak itu terdiri ancak atas yang menyimbolkan iman, ancak tengah simbol islam, dan ancak bawah simbol ikhsan atau kebaikan.
ANANDA RIDHO SULISTYA | RIRI RAHAYU
Pilihan Editor: Identitas dan Peran 10 Tersangka Pengeroyokan Bos Rental Mobil Dituduh Maling di Sukolilo Pati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini