Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Sleman - Namanya Tanah Ambles alias tanah yang strukturnya turun. Sebelumnya tempat itu disebut Kampung Nglepen yang terletak di lereng bukit di Dusun Sengir, Desa Sumberharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dulu, puluhan rumah bertengger di kampung itu dengan beragam kehidupan yang mayoritas dihuni petani. Namun gempa bumi berkekuatan 5,9 Skala Richter pada pukul 05.55.03, 27 Mei 2006, silam mengakibatkan Kampung Nglepen berubah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bangunan-bangunan rumah tak hanya roboh, tapi ada juga yang terbelah. Lalu belahan bagian bawah ini bergeser beberapa meter dari bangunan asalnya karena longsor. Ada juga bangunan yang ambles ke bawah karena tanah yang menjadi pondasinya turun ke bawah.
“Tanahnya seperti diayun-ayunkan,” kata Aan Antoni, 19 tahun, bekas warga Nglepen, saat dijumpai Tempo, Rabu, 3 Oktober 2018.
Aan saat itu masih duduk di bangku kelas II Sekolah Dasar. Dia tengah bersiap mandi untuk ke sekolah waktu gempa bumi menggoncang kampungya. Beruntung, Aan bisa keluar dari rumah dengan selamat.
Tak ada korban jiwa di kampung itu. Barangkali karena saat itu sebagia besar penduduk sudah pergi e sawah. Tapi kerusakan bangunan cukup parah.
Setelah masa rekosntruksi, kawasan itu tak bisa lagi didirikan bangunan karena struktur tanahnya labil. Warga pun direlokasi ke rumah-rumah berbentuk kubah yang kemudian menjadi area Wisata Rumah Domes.
Siang itu, Tempo berkunjung ke lokasi Tanah Ambles. Jaraknya berkisar satu kilometer dari Wisata Rumah Domes. Jalanan yang beraspal hanya bisa dilalui satu buah mobil dan menanjak dengan sudut kemiringan hampir 30 derajat.
Kiri kanan adalah lahan hutan jati yang hidup di tanah tandus. Dedaunan bertebaran karena pepohonan meranggas di musim kemarau. Di salah satu kemiringan jalan terdapat papan kayu bertuliskan “Klakson 3x”, inilah pintu masuk menuju Tanah Ambles.
Begitu masuk, selain panorama hutan, pemandangan pertama yang dilihat adalah tangki air dari beton dan potongan dinding bekas pagar teras rumah. “Tangki dan dinding itu bergeser dari lokasi asalnya. Sekitar tujuh meteran,” kata Aan.
Sejumlah bangunan rumah yang tak lagi untuh masih berdiri pada posisi miring di sana. Tinggal sebagian dinding tanpa atap. Ada juga dinding rumah yang terbelah.
Sementara lokasi tanah ambles tampak seperti jurang dengan kedalaman 3-4 meter dan panjang 500 meter. Tak lagi tampak bekas bangunan yang ambles di bawahnya. Tinggal gundukan tanah yang ditumbuhi aneka pepohonan.
“Awal gempa, tanah ambles sampai tujuh meter. Kena longsoran tanah jadi tinggal 3-4 meter,” kata Aan.
Suasana sunyi siang itu. Sebuah papan kayu dipajang di tepi jurang. Berisi penjelasan ringkas kondisi Kampung Nglepen pasca gempa. Ada 15 nama orang ditulis di sana yang merupakan pemilik rumah ambles. Mereka termasuk yang direlokasi ke Rumah Wisata Domes. Kawasan itu menjadi lokasi wisata.
“Tanah Ambles jadi arena untuk hiking. Juga jurit malam. Tapi sebelum jam 12 malam harus turun ke bawah,” kata Aan. Alasannya, lokasi itu kini dianggap wingit.
PITO AGUSTIN RUDIANA (Yogyakarta)