Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Daun-daun jati berguguran seturut angin menyapu rimbun pepohonan di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Baung. Sapuan bayu pun menimbulkan gemerisik daun-daun bambu. Di depan sebuah pondok kayu tampak sekelompok monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sedang bersantai. Ada yang tidur-tiduran dan ada pula yang asyik mencari kutu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agak jauh di seberang pondok terdengar suara kokok ayam hutan berkali-kali. Suaranya berasal dari arah kelindapan pohon-pohon di lereng Gunung Baung. Menjelang sore, sembilan ekor lutung jawa atau Trachypithecus auratus muncul dan nangkring di dahan-dahan pohon sambil memamah daun-daun muda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepintas, di musim kerontang nan panjang, susunan warna daun-daun hutan Gunung Baung mirip dengan kelir daun-daun di musim gugur (autum), yang didominasi warna kekuningan, kemerahan, dan kecokelatan.
Glamping di di Camping Ground Baung Canyon di Gunung Baung, Pasuruan, Jawa Timur. TEMPO/Abdi Purmono
“Selama dua bulan aku garap pondok-pondok di sini, baru kali ini aku mendengar suara ayam hutan. Ini pertanda bagus bahwa lingkungan di sini masih asri dan lestari,” kata Andi Iskandar Zulkarnain alias Andi Gondrong kepada Tempo di TWA Gunung Baung, Minggu, 15 Oktober 2023.
Andi adalah Site Manager Baung Canyon, pelaku jasa wisata yang mendirikan bumi perkemahan atau camping ground di dalam kawasan TWA Gunung Baung. Andi bisa membuka jasa wisata alam di sana berdasarkan Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam atau IUPSWA yang dimilikinya.
TWA Gunung Baung sejak 1980
Luas kawasan TWA Gunung Baung 195,5 hektare. Kawasan hutan Gunung Baung, yang berada di ketinggian 501 meter di atas permukaan laut, ditetapkan sebagai taman wisata alam pada 11 September 1980. Sebelumnya tempat ini berstatus cagar alam sejak 6 Juni 1959. Kini, pengelolaan TWA Gunung Baung jadi wewenang dan tanggung jawab Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Timur, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Secara administratif pemerintahan, TWA Gunung Baung terletak di Desa Cowek, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasinya berbatasan langsung dengan wilayah Desa Kertosari, Kecamatan Purwosari, kabupaten yang sama.
Patokan termudah menuju TWA Gunung Baung adalah Kebun Raya Purwodadi (KRP), balai konservasi tumbuhan yang bernaung dan bertanggung jawab kepada Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN, dulu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Ya, lokasi TWA Gunung Baung persis di belakang kebun raya seluas 85 hektare itu. Lokasi KRP di tepi jalan raya Surabaya-Malang.
Baung Canyon dikembangkan sejak Agustus 2023
Menurut Andi, usia Baung Canyon memang masih muda tapi sudah mulai dikenal luas melalui media sosial. Bermula dari pendirian Kedai Baung dua tahun silam, Andi mengembangkan usaha dengan bumi perkemahan pada pertengahan Agustus 2023. Kedai Baung dan bumi perkemahan Baung Canyon terpisah jarak 400-an meter.
Peresmiannya ditandai dengan pelaksanaan acara jagongan membahas konservasi yang diadakan oleh Balai Besar KSDA Jawa Timur. Acara yang dihelat pada 12-13 Agustus ini ditujukan untuk menyemarakan peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 10 Agustus.
Acara tersebut dihadiri 57 orang peserta. Selain unsur Balai Besar KSDA Jawa Timur, turut hadir Kepala Balai Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) Novita Kusuma Wardani, perwakilan Dinas Kehutanan Jawa Timur dan Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo; mahasiswa Kehutanan Institut Pertanian Malang, Yayasan Gimbal Alas Indonesia, siswa SMK Wali Songo Mojokerto, siswa Kehutanan SMK Negeri 4 Garut, dan sejumlah kader konservasi.
Sebulan lebih kemudian, Baung Canyon menerima kunjungan 6 guru dan 24 murid sekolah dasar Sekolah Alam Mahira Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, 19-21 September. Mayoritas siswa yang ikut adalah anak berkebutuhan khusus.
Selama di Baung Canyon, mereka belajar memainkan karinding, salah satu alat musik tradisional Sunda, dengan instruktur Bejo Sandi. Lalu, murid-murid diajari membatik oleh perwakilan kelompok pemuda Desa Kertosari. Mereka juga dikenalkan dengan ecoprint, yaitu teknik cetak dan pewarnaan menggunakan bagian tumbuhan yang mengandung pigmen warna seperti daun, bunga, dan kulit batang. Materi pengenalan ecoprint disampaikan Joko Tebon.
“Konsepnya, belajar sambil bermain. Metodenya disesuaikan dengan dunia anak-anak supaya mereka tidak cepat bosan. Gurunya juga ikut belajar bersama agar para murid makin bersemangat. Bersama Balai Besar KSDA Jawa Timur, kami ingin menjadikan Baung Canyon sebagai pusat edukasi konservasi,” kata Andi.
Selain itu, Baung Canyon juga beberapa kali menerima kedatangan mahasiswa yang ingin melaksanakan praktik kerja lapangan, seperti mahasiswa Program Studi Kehutanan Intitut Pertanian Bogor dan Universitas Muhammadiyah Malang.
Suasana di Kedai Baung dan bumi perkemahan Baung Canyon dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Baung pada Minggu, 1 Oktober 2023. TEMPO/Abdi Purmono
Bagi siapa pun yang ingin ke Baung Canyon harus punya izin khusus. Izin tidak berlaku bagi orang-orang yang mengunjungi Kedai Baung kecuali cukup bayar tiket masuk Rp 5 ribu per orang, plus biaya parkir kendaraan. Selebihnya mereka bebas menikmati kuliner di kedai yang terletak di tepi jurang Baung itu.
Andi mengatakan, sebenarnya ia dan koleganya pernah mendirikan Baung Camp di TWA Gunung Baung pada 2008. Baung Camp lumayan cepat berkembang karena saat itu masih sedikit lokasi tamasya berbasis konservasi. Namun, akhirnya Andi harus rela meninggalkan Baung Camp akibat ketidakcocokan manajemen dengan koleganya yang seorang pengusaha.
Berselang 15 tahun, Andi bersama rekannya mendapatkan hak berusaha mendirikan Baung Canyon di atas lahan 7 hektare yang memang merupakan blok pemanfaatan TWA Gunung Baung. Di Baung Canyon saat ini sudah ada sekitar 50 tapak tenda biasa dan 12 tenda berkelas very important person, serta sedang didirikan 5 unit tenda glamorous camping atau glamping model rumah suku Indian. Tersedia fasilitas kamar mandi 10 bilik, kantin, balai pertemuan, dan musala.
“Kami membangun camping ground ini tanpa banyak mengubah kondisi aslinya. Kami hanya memfaatkan sedikit dari sumber daya yang ada untuk ke depannya lokasi ini akan kami dijadikan sebagai pusat pendidikan konservasi alam. Harapan kami setiap 2 bulan diadakan diskusi bertema konservasi. Insyaalah, 28 Oktober nanti kami adakan jagongan konservasi dengan anak-anak muda untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda,” ujar Andi.
Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur Nur Patria Kurniawan mengatakan, taman wisata alam mempunyai regulasi pembagian ruang dalam kawasan. Salah satunya adalah blok pemanfaatan. Dalam blok pemanfaatan ada blok privat dan blok publik. Nah, lokasi Baung Canyon masuk dalam blok privat dan pemegang IUPSWA alias pengembang wisata berhak dan sekaligus bertanggung jawab mengelolanya selama 55 tahun.
“Siapa pun bisa mendapatkan IUPSWA selama dokumennya lengkap dan atau sanggup memenuhi semua persyaratan yang ditentukan,” kata Patria.
Mantan Kepala Balai Taman Nasional Kutai (TNK) ini sangat ingin membangkitkan kembali kejayaan TWA Gunung Baung sebagai pusat pendidikan konservasi seperti era berdirinya Baung Camp.
Gunung, air terjun, dan hutan tropis
Gunung, air terjun, dan hutan tropis dataran rendah adalah inti TWA Gunung Baung. Hutan TWA Gunung Baung mempunyai vegetasi unik, yaitu hutan bambu. Secara keseluruhan, Indonesia punya 159 jenis bambu, 53 jenis di antaranya berada di Pulau Jawa.
Di TWA Gunung Baung terdapat 6 jenis bambu, yaitu gesing (Bambusa arundinacea), bambu ori (Bambusa blumeana), bambu ampel (Bambusa vulgaris), bambu petung (Dendrocalamus asper), bambu wuluh (Schizostachyum blumei) dan bambu buluh (Schizostachyum zollingeri).
Air terjun Gunung Baung dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Baung terlihat dari Kedai Baung pada Minggu, 1 Oktober 2023. TEMPO/Abdi Purmono
Selain jati dan bambu, kawasan TWA Gunung Baung ditumbuhi beringin (Ficus benyamina), walikukun (Schoutenia ovata), saga (Abrus precatorius), kepuh (Sterculia foetida), bendo (Artocarpus elastica), gondang (Ficus variegata), luwing (Ficus hispida), klampok (Syzigium javanicum), dan cembirit (Ervatamia divaricata).
Selain lutung, monyet ekor panjang, dan ayam hutan, potensi fauna dalam kawasan TWA Gunung Baung antara lain kijang (Muntiacus muntjak), babi hutan (Sus sp), kucing hutan (Felis bengalensis), macan tutul (Panthera pardus melas), ular piton (Python molurus), kelalawar besar/kalong (Pteropus vampyrus), landak (Hystrix brachyura), trenggiling (Manis javanica), plus 19 famili burung (aves).
Air terjun jadi daya tarik terkuat. Air terjun Gunung Baung merupakan hasil pertemuan dua aliran sungai, yakni Sungai Welang dan Sungai Beji, yang meluncur ke bawah dari ketinggian sekitar 100 meter. Airnya mengalir deras, terlebih di musim hujan, sehingga berpotensi dikembangkan untuk kegiatan olah arung jeram atau rafting.
Namun, lokasi air terjun Gunung Baung ditutup sementara karena proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro atau PLTMH. Ide proyek ini muncul 2017 dan sempat tertunda hingga dilanjutkan lagi pembangunannya sejak 2021. Kini, proyek PLTMH Gunung Baung dalam proses penyelesaian akhir, makanya untuk sementara para pengunjung dilarang turun ke lokasi air terjun.
Untungnya, apabila sudah dibuka, nanti para pengunjung tidak lagi harus bersusah payah menguras energi melalui jalur trekking yang cukup berat saat menuju lokasi air terjun lantaran akses jalan dari pintu masuk TWA Gunung Baung kini sudah berupa jalan beton.
ABDI PURMONO
Pilihan Editor: 8 Wisata Alam di Malang yang Unik dan Hits