Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Nasib Penari Kecak Uluwatu Bali Saat Pandemi Covid-19, Rp 1 Juta ke Rp 100 Ribu

Penari kecak di Uluwatu, Bali, tak pentas selama lima bulan. Harus mematuhi protokol kesehatan demi mencegah penyebaran Covid-19.

18 Desember 2020 | 11.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penari mengenakan pelindung wajah saat membawakan epos Ramayana yang diiringi Tari Kecak di panggung terbuka Pura Uluwatu, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu, 31 Oktober 2020. Para penampil dan penonton diminta menggunakan masker, melakukan jaga jarak dan membatasi kapasitas penonton hanya sekitar 25 persen serta menggurangi penari. Johannes P. Christo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Denpasar - Para penari kecak di Uluwatu, Bali, harus beradaptasi dengan kebiasaan baru di masa pandemi Covid-19. Merek tetap pentas dengan memakai masker dan pelindung wajah. "Awalnya terasa sesak, tapi lama-lama terbiasa," kata Nyoman Rudarsa, seorang penari kecak di Uluwatu, Bali, kepada Tempo Jumat, 20 November 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak pandemi Covid-19 merebak pada Maret 2020, pria 41 tahun tidak pentas selama lima bulan. Dia hanya berdiam di rumah sembari mengurus kebun dan ternaknya. Penari kecak lainnya, Wayan Dasna, 50 tahun, juga kesulitan bernapas dan mengeluarkan suara 'cak' saat menari. Namun perlahan dia menyesuaikan diri hingga terbiasa. "Napas agak berat, tapi karena senang jadi terbiasa."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semua penari kecak Uluwatu merupakan penduduk Desa Adat Pecatu yang tergabung dalam Sanggar Tari dan Tabuh Karang Boma. Satu kali pementasan melibatkan 90 penari, tata rias, sampai petugas tiket. Sanggar ini telah mengantongi sertifikat Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment (Ramah lingkungan) atau CHSE dari Dinas Pariwisata Kabupaten Badung. Mulai Agustus 2020, mereka kembali mementaskan tari kecak di Uluwatu.

Pertunjukan Tari Kecak di panggung terbuka Pura Uluwatu, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu, 31 Oktober 2020. Pertunjukan tari ini kembali digelar setelah sempat ditiadakan selama beberapa bulan karena pandemi Covid-19. Johannes P. Christo

Pentas tari Kecak di Uluwatu dengan cerita Ramayana menampilkan lima adegan selama satu jam. Mulai dari Sita yang meminta Rama menangkap kijang emas, Rahwana menculik Sita dengan mengubah wujud menjadi seorang pendeta. Rama meminta Hanoman membawa cincinya untuk diberikan kepada Sita yang sedang ditawan di istana Rahwana, Alengka Pura.

Hanoman kemudian tertangkap pasukan Rahwana dan dibakar. Penari menampilkan adegan Hanoman dibakar dengan nyata. Pemeran tokoh Hanoman diikat dan di sekitarnya api menyala. Seketika kera putih ini bangkit dan menendang lingkaran api dengan kakinya. Adegan ini menarik perhatian penonton, bahkan ada yang sampai berteriak.

Ketua Sanggar Tari dan Tabuh Karang Boma Desa Pecatu, I Made Astra mengatakan, tidak ada yang berubah dari sisi cerita dalam pementasan selama pandemi Covid-19. "Cuma penari harus memakai masker atau pelindung wajah," ujar Made Astra. Pengurus sanggar memastikan para penari dalam kondisi prima. Anggota sangga mendapat pasokan multivitamin dan menjalani rapid test sebelum pentas.

Pertunjukan tari kecak di Pura Uluwatu, Bali. Tempo/Tulus Wijanarko

Mengenai pengaturan penonton, Made Astra menjelaskan area pentas hanya boleh diisi maksimal 400 orang. Kenyataannya, kini wisatawan yang datang hanya sekitar seratusan orang. Padahal dulu mereka dua kali pentas dalam sehari dan disaksikan oleh 1.400 penonton dalam satu kali pementasan. Wisatawan juga harus mematuhi protokol kesehatan dengan mencuci tangan saat masuk kawasan Uluwatu, wajib memakai masker, dan menjaga jarak sekitar satu meter antar-pengunjung.

Turunnya jumlah wisatawan yang menonton tari kecak Uluwatu membuat pendapatan para penari anjlok. Made Astra menjelaskan sebelum pandemi Covid-19, penari kecak bisa mendapatkan penghasilan hingga Rp 1 juta untuk sekali pentas. Namun kini mereka hanya memperoleh Rp 100 ribu. Saat ini, pementasan tari kecak di Uluwatu hanya tampil empat kali seminggu, mulai Kamis sampai Ahad.

Wisatawan bernama Kristi merasakan suasana yang benar-benar berbeda saat menyaksikan tari kecak di Uluwatu. Dulu harus berdesakan, namun sekarang begitu lengang. "Semoga Covid-19 segera berlalu," ucpanya. Wisatawan lainnya dari Bandung, Yudha mengatakan Bali tetap menarik untuk dikunjungi selama pandemi Covid-19. Dia menilai pengelola destinasi wisata dan petugas hotel menerapkan protokol kesehatan yang ketat. "Demi kebaikan bersama, memang harus dipatuhi," ujarnya.

*Program fellowship dengan AJI Indonesia.

Made Argawa

Made Argawa

Koresponden Tempo di Bali

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus