Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Like a bridge over troubled water
I will lay me down
Bridge Over Troubled Water. Hampir empat puluh tahun silam lagu ini dibawakan oleh duo Paul Simon Art Garfunkel. Sebuah balada, dengan melodi yang bergerak perlahan, seakan mengajak pendengarnya berbicara tentang sesuatu yang sangat pribadi. Liriknya menghibur, tapi musiknya tetap lirih.
Di Jakarta, tepatnya di Ballroom Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta, Selasa malam pekan lalu, empat anak muda menyanyikan lagu yang sama dengan gaya berbeda. Empat suara yang bulat terdengar bergemuruh, bertenaga, bersahut-sahutan dalam tekstur yang tak sederhana. Ya, dengan pendekatan pop opera ini Il Divo memanjakan penggemarnya. Penggemar yang tidak hanya tertarik pada musik, tapi juga penampilan fisik empat anak muda dengan beragam kewarganegaraan itu: Sebastien Izambard (Prancis), Carlos Marin (Jerman), David Miller (Amerika Serikat), dan Urs Buhler (Swiss).
Semuanya lagu lama yang didaur ulang dengan aransemen baru: Unbreak My Heart yang pernah dipopulerkan Toni Braxton, My Way yang dibawakan Frank Sinatra, atau Unchained Melody yang kemudian menjadi lagu tema film Ghost. Vokal tenor oleh Urs Buhler dan David Miller, vox populi (suara malaikat) Sebastien Izambard, dan vokal baritonnya Carlos Marin berpadu jadi satu. Hasilnya, batas lagu pop dan klasik pun menjadi samar.
Inilah An Evening with Il Divo yang menghanyutkan para penggemar kelompok ini. Total dilantunkan 23 lagu. Sound system yang bagus tampak jelas mendukung pertunjukan yang berlangsung dua setengah jam itu. Meski ada peran lebih besar dari keberadaan layar besar di kanan-kiri panggung yang memperjelas penampilan mereka. Dengan animasi hitech yang berubah sesuai dengan tema lagu, kadang gambar empat personel dalam bingkai dengan animasi perempuan menari di tengah-tengahnya. Kali ini konser bekerja sama dengan creative director William Baker, yang dikenal sukses menata beberapa ikon artis pop, seperti Kylie Minogue dan Jamiroquai.
Sesuai dengan konsep konser, yakni semiopera, aksi panggung Il Divo memang tidak atraktif. Berbusana hitam formal, aksi mereka cenderung monoton. Tapi penonton tak peduli, karena mereka telah jatuh hati pada kuartet ini jauh hari sebelum pertunjukan Selasa malam itu. Untunglah Il Divo sudah hadir melalui CD dan konser terdahulu sebelum ini. Apalagi mereka paham juga bagaimana memancing simpati dengan menggunakan bahasa Indonesia. ”Aku cinta kalian,” kata Carlos sambil mengerjapkan mata. Dia sadar dengan pesonanya. Jeritan penonton perempuan pun bersahutan.
Secara umum, konser yang dipromotori Buena Production itu lumayan sukses. Memang tidak sedahsyat saat konser pertama Il Divo di Jakarta pada 2007. Saat itu ruang Plenary Hall Jakarta Convention Centre yang berkapasitas 4.000 penonton penuh sesak. Kali ini, dari 2.000 kursi yang disediakan, masih tersisa sekitar 10 persennya. Memang harga tiketnya cukup mahal, dari yang termurah Rp 2 juta sampai yang Rp 10 juta. Tapi, dari penonton yang ada, apresiasinya cukup hangat. Sambil duduk manis di kursi, para penonton yang sebagian besar orang dewasa itu bertepuk tangan, berteriak, dan turut menyanyikan sebagian lagu yang dikenal.
Di banyak negara, Il Divo memang telah menciptakan penggemar berat. Mereka mendapat sambutan hangat saat bersama Toni Braxton membawakan lagu resmi Piala Dunia 2006, Time of Our Lives, yang ditulis Jörgen Elofsson dari Swedia. Di bawah naungan Sony BMG, sejauh ini Il Divo telah menjual 25 juta kopi dari empat albumnya. Sukses ini tak lepas dari ketajaman hidung Simon Cowell pencari bakat dan juri Pop Idol dan American Idol yang sering melontarkan komentar sinis dan kontroversial ke peserta audisi.
Pembentukan Il Divo memang proyek Cowell yang terbetik membentuk kuartet klasik setelah melihat pertunjukan musik klasik Andrea Bocelli dan Sarah Brightman. Pencarian bakat berlangsung dari 2001 sampai 2003, hingga terbentuklah formasi sekarang. Mereka menyanyikan lagu berbahasa Inggris, Italia, Spanyol, Prancis, dan Latin. Adonan campur-campur itu, terutama teknik vokal klasik untuk lagu pop, selain dengan latar belakang penyanyinya yang beragam, memberikan sesuatu yang berbeda, dan sukses.
Harun Mahbub
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo