Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ikatan Perancang Mode Indonesia menggelar pameran instalasi dalam Fashion Nation di Senayan City, Jakarta Selatan.
Ekshibisi ini mengusung semangat mengurangi limbah pakaian yang dalam setahun bisa mencapai 92 juta ton dan menjadi limbah rumah tangga terbesar kedua.
Denim menjadi sorotan untuk mengurangi dampak fast fashion karena punya daya tahan lebih tinggi sehingga mudah digunakan ulang.
DATA ini menakutkan. Global Fashion Agenda 2023 menyatakan industri mode menyumbang 92 juta ton limbah pakaian di tempat pembuangan akhir setiap tahun. Angka itu menjadi nomor dua terbesar jenis sampah rumah tangga setelah minyak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Limbah pakaian merupakan dampak fast fashion. Istilah itu mengacu pada model busana yang terus berganti dalam waktu singkat dengan bahan baku yang buruk sehingga rusak dalam waktu singkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keresahan ini menjadi napas pameran instalasi busana bikinan Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) dalam rangkaian festival mode Fashion Nation yang berlangsung di Senayan City, Jakarta Selatan, hingga akhir bulan ini. Ekshibisi tersebut mengusung tema sustainability dengan menyorot udara, air, dan tanah sebagai tiga elemen yang menjadi sasaran limbah tekstil.
Saat masuk ke area selatan Senayan City, pengunjung disuguhi gaun karya Sebastian Gunawan yang terbuat dari sisa bahan taplak meja yang didaur ulang. Di sebelahnya terdapat gaun gradasi biru dan silver karya Monica Ivena yang terbuat dari mika sarung rusak.
Kain sisa bahan juga menjadi inspirasi Eri yang berkolaborasi dengan seniman keramik Anya Kardin. Mereka memanfaatkan kain sisa yang terbakar sempurna dalam pembuatan keramik hingga menciptakan tekstur indah bak ombak yang berkilau.
Karya Eri berkolaborasi dengan Anya Kardin (kiri) dan Liliana Liem berkolaborasi dengan Jane Kurnadi di Fashion Installation Senayan City, Jakarta, 26 September 2024. TEMPO/Ilham Balindra
Danny Satriadi menampilkan gaun dengan gaya periode 1920-an dari kain sisa dalam bentuk perca. "Kain-kain yang berserakan di bawah meja kerjaku banyak sekali. Kenapa enggak dibuat karya baru dengan value lebih tinggi?" kata Danny kepada Tempo pada Jumat, 20 September 2024.
Penampilan gaun yang tidak bernama itu bergaya boxy—bagian atasnya lebar dan bagian bawahnya kecil yang menjadi tren pada 1920-an. Menurut Danny, pembuatannya tergolong kompleks dan memakan waktu sekitar tiga bulan. Bukan sekadar gunting-tempel.
Danny yakin fast fashion tidak bisa dihindari, tapi dapat dikurangi. Keyakinan itu mendorong banyak desainer merancang pakaian yang ramah lingkungan dengan edisi terbatas atau limited edition. "Sebab, busana ramah lingkungan memang cukup mahal. Itu alasan kami memanfaatkan sisa bahan sehingga lebih ramah dari sisi harga," ujarnya.
Bahan busana yang dipamerkan di Senayan City memang sangat bervariasi. Stella Risa, misalnya, memanfaatkan limbah kopi menjadi gaun. Begitu juga dengan Hian Tjen—karyanya pernah tampil di Milan Fashion Week 2020/2021—yang menyuguhkan little black dress yang terbuat dari pod kopi. Sementara itu, Ivan Gunawan melahirkan gaun panjang yang terbuat dari jalinan tutup botol yang dikelir kuning keemasan.
Karya busana Ghea Indonesia (kiri) dan karya Ivan Gunawan yang dipamerkan di Fashion Installation Senayan City, Jakarta, 26 September 2024. TEMPO/Ilham Balindra
Wastra Nusantara juga menjadi sumber inspirasi para perancang. Misalnya, Denny Wirawan menampilkan sisa limbah batik menjadi busana berpotongan klasik.
Ada pula Mel Ahyar yang merayakan ragam kain Nusantara dalam hiasan perca yang dinamakan Daur Sempurna dalam Duet Alam dan Manusia. Mel menyampaikan alam menyediakan bahan, sementara manusia terinspirasi dan menyajikan.
Didi Budiardjo, salah satu desainer penggagas instalasi yang digelar kedua kalinya dalam Fashion Nation ini, mengatakan dampak kerusakan lingkungan akibat limbah kian memprihatinkan. "Kami merasa harus ambil bagian dalam meningkatkan awareness masyarakat untuk mengurangi fast fashion," ucapnya kepada Tempo.
Anggota IPMI diberi kebebasan seluas-luasnya menginterpretasikan makna sustainability atau keberlanjutan sesuai dengan karakter rancangan masing-masing. "Misalnya, menurut saya, fashion yang berkelanjutan ialah fashion yang harus bertanggung jawab terhadap lingkungan dan generasi masa depan. Itu harus dilakukan dengan penuh kesadaran," kata Didi, yang menampilkan gaun dari sisa kain bordir tidak terpakai.
Secara sederhana, Didi melanjutkan, sustainable fashion merupakan mode yang dibuat dengan perencanaan dan dipikirkan dampaknya. Bentuknya yang paling umum adalah memakai berulang-ulang baju kita dan tidak langsung membuangnya begitu ada kerusakan. "Itu sudah membantu kelestarian lingkungan," katanya.
Ketua IPMI Sjamsidar Isa menuturkan pemilihan tema pameran merupakan hasil diskusi dan usulan para desainer. Mereka ingin ikut menggugah kesadaran masyarakat soal lingkungan dan limbah. "Belakangan, isu limbah fashion kian menjadi pembahasan," ujarnya kepada Tempo di lokasi pameran pada Rabu, 25 September 2024.
Sjamsidar tahu bahwa peningkatan kesadaran publik soal pengurangan limbah butuh kerja besar dari banyak pihak. "Tapi at least kami melakukan sesuatu untuk mendorong itu," ujarnya.
Denim menjadi salah satu sorotan para desainer dalam pameran instalasi di Senayan City tersebut. Sebab, bahan katun yang identik dengan celana jins ini dimiliki hampir semua kalangan lintas generasi dan memiliki daya tahan relatif lebih tinggi ketimbang bahan lain. Karena itu, para perancang yakin, ketimbang menjadi limbah, denim paling mungkin untuk terus dipakai ulang dan dipadupadankan dengan busana lain.
Di selasar depan ruang pameran terdapat ragam bentuk guna ulang denim. Ada Era Soekamto, desainer yang berkolaborasi dengan quilter artisan Jane Kurnadi. Mereka menyulap denim usang menjadi karya seni busana dengan teknik quilting stomp work.
Lalu ada Ivan Gunawan yang mempersembahkan gaun unik yang terbuat dari denim hasil daur ulang serta celana jins yang dikumpulkan dari toko baju bekas. Karya ini mengubah bahan tidak terpakai menjadi busana bernilai tinggi. Ivan mengajak pelaku industri fashion lebih sadar akan pentingnya keberlanjutan dan tanggung jawab lingkungan.
Desainer juga dipersilakan berkreasi dengan koleksi denim mereka yang sudah tidak terpakai. Liliana Lim, misalnya, memadukan blazer yang sudah jarang ia pakai karena ada noda tinta dan denim yang sudah sobek menjadi denim two-tone. "Dari dua item yang sudah tidak terpakai, aku recycle dan recreate menjadi satu look baru yang bisa terpakai lagi," kata Liliana di lokasi, Rabu, 25 September 2024.
Keberlanjutan, dia mengimbuhkan, tidak mesti dimaknai mengenakan baju dengan bahan ramah lingkungan. "Menggunakan pakaian berkali-kali juga menjadi bentuk sustainability," ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo