Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Pasar Tegowanuh Mempertahankan Los Peninggalan Belanda

Pasar Tegowanuh mampu mempertahankan bangunan peninggalan era penjajahan Belanda yang difungsikan sebagai los pasar.

16 Januari 2018 | 18.25 WIB

Pedagang makanan tradisional di pasar tradisional Tegowanuh, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, tengah melayani pembeli. Foto: Antara
Perbesar
Pedagang makanan tradisional di pasar tradisional Tegowanuh, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, tengah melayani pembeli. Foto: Antara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Temanggung - Ini jarang terjadi. Sebuah desa masih bisa mempertahankan bangunan peninggalan era penjajahan Belanda yang difungsikan sebagai los pasar. Hal itu terjadi di Desa Tegowanuh, Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pasar Tegowanuh itu terletak di tengah kampung dan menempati lahan seluas 600 meter persegi . Ada beberapa los di sana, dan salah satu los itu merupakan bangunan peninggalan zaman Belanda. Kebetulan los Belanda itu letaknya di tengah pasar.

Los Belanda tersebut berukuran 4x6 meter persegi dengan tiang dengan kerangka atap kayu jati berbentuk gelondong bulat.

Mantan Sekretaris Desa Tegowanuh Adi Setyo Nugroho mengatakan los pasar ini dibangun tahun 1900an. “Dan hingga kini masih berdiri kokoh,” kata dia di Tegowanuh, Selasa, 16/1.

Ia menuturkan pada 2009 pasar itu diperluas dengan menambah beberapa los di sekitar bangunan lama. Dananya dari bantuan pemerintah.

Saat ini ada upaya untuk mengembangkan kawasan itu sebagai lokasi wisata. Salah satu acarnya adalah dangan menggelar acara “Gerebek Pasar Tradisional Desa Tegowanuh.”

Pada kegiatan gerebek tersebut panitia membagikan kupon kepada masyarakat yang bisa digunakan untuk berbelanja secara gratis.

Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Temanggung, Didik Nuryanto mengatakan pelestarian pasar tradisional bangunan zaman Belanda ini perlu diapresiasi. "Karena tidak setiap desa bisa melakukannya dan terjebak modernisasi," katanya.

Di Pasar tradisoional yang menampung sekitar 30 pedagang ini, dijual berbagai makanan tradisional, buah, sayuran, dan sembako.

Seorang pedagang, Sri Maryati, 77 tahun, mengaku dirinya telah berjualan sembako di pasar tersebut sejak 1965. Ia adalah generasi ketiga yang berjualan di sana. Los yang ia pakai saat ini sebelumnya ditempati orang tuanya yang meneruskan usaha neneknya.

ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus