Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Panitikismo atau bagian urusan pertanahan Keraton Yogyakarta angkat bocara soal penutupan akses masuk Pantai Sanglen di Kabupaten Gunungkidul yang sudah terjadi beberapa bulan terakhir. Penutupan akses pantai itu membuat puluhan warga pesisir Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta mendatangi Keraton Yogyakarta untuk mempertanyakan soal itu pekan lalu, Kamis 21 November 2024 lalu. Dari informasi yang diterima warga, di kawasan pantai itu akan dibangun destinasi buatan baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebenarnya Pantai Sanglen masih dapat diakses warga, dari sisi barat," kata Penghageng II Kawedanan Panitikismo Keraton Yogyakarta, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Suryo Satrianto dalam keterangannya Senin, 25 November 2024
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suryo menuturkan, akses sisi barat Pantai Sanglen itu masih bisa digunakan warga untuk keperluan bertani maupun mencari hasil laut.
"Jadi aksesnya tidak sepenuhnya ditutup," kata dia.
Suryo menjelaskan, penutupan sebagian akses Pantai Sanglen dilakukan Keraton Yogyakarta sebagai bentuk antisipasi agar tidak bermunculan bangunan liar di sekitar objek lahan di pantai itu. Saat ini hal tersebut sudah disepakati antara pihak Keraton, desa, dan kelompok sadar wisata atau Pokdarwis selaku pengelola terdampak.
“Saat ini kami masih menunggu keputusan gubernur tentang pemanfaatan tanah kalurahan untuk bisa memulai pekerjaan pembangunan,” ungkapnya.
Pembangunan tanpa Izin
Alasan dilakukannya penutupan sebagian akses ini, kata Suryo, karena telah terjadi penyerobotan tanah yang dilakukan oleh beberapa orang atau oknum dengan cara melakukan pembangunan tanpa izin.
Hal tersebut menurut Suryo tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Peraturan Gubernur No.24/tahun 2024.
Adapun perihal warga yang menyampaikan aspirasi, ia menuturkan pihaknya pada mulanya mempersilakan enam perwakilan warga Sanglen untuk dapat bertemu.
“ Namun ternyata, saat pelaksanaan, ada sekitar 20 lebih warga beserta LBH (lembaga bantuan hukum) dan media,” kata dia.
Paguyuban Sanglen Berdaulat
Lebih lanjut, pada pertemuan yang tetap hanya diwakili enam orang dimana dua di antaranya adalah dari LBH Kotagede, dilakukan konfirmasi terkait legal standing Paguyuban Sanglen Berdaulat.
Terdapat pula satu orang warga yang hadir dalam pertemuan, yang termasuk melakukan penyerobotan tanah dan menyalahi aturan karena membangun rumah di atas tanah Kalurahan Kemadang Kabupaten Gunungkidul.
Oleh karenanya, Panitikismo Keraton Yogyakarta kemudian melakukan konfirmasi ke Kalurahan Kemadang selaku pemangku wilayah. Kalurahan Kemadang menyatakan tidak mengetahui keberadaan Paguyuban Sanglen Berdaulat tersebut serta sebagian besar anggota paguyuban bukanlah warga Sanglen.
Suryo menambahkan bahwa status warga yang mengaku sebagai penggarap dan juga yang mendatangi Kantor Panitikismo, agar dapat dikonfirmasi ke Pemerintahan Kalurahan Kemadang, Gunungkidul.
“Kalurahan yang mengetahui peta demografi wilayahnya," kata dia.
"Selain itu, setiap melakukan perencanaan, kami selalu melibatkan pihak Kalurahan dan memetakan masyarakat yang sebelumnya sudah beraktivitas di Pantai Sanglen,” imbuh dia.
Tempat Camping
Sebelumnya, warga Pantai Sanglen Parman, 80, menuturkan, ia menjadi salah satu keluarga paling terdampak akibat penutupan akses Pantai Sanglen itu.
"Padahal yang babat alas (merintis pembukaan destinasi) di tahun 2015 itu kami, saat itu kawasan itu masih semak belukar, kemudian kami bersihkan dan mulai banyak orang datang camping di situ," kata Parman.
Pria dari 4 anak dan 12 cucu itu mengatakan, pamor Pantai Sanglen Yogyakarta mulai naik medio tahun 2022 silam. Mulai banyak wisatawan pecinta camping berdatangan. Dalam semalam ia menyebut, bisa 1.000 orang datang untuk camping di area itu. "Tapi setelah akses itu ditutup kami seperti terusir, tak ada penghasilan dari wisata itu lagi, kami juga diminta pindah rumah dari sana dengan uang pengganti hanya Rp 1,8 juta," kata dia.