Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Makin Menyala Desa Wisata

Sejumlah desa wisata makin berfokus mengembangkan peluang pariwisata dalam negeri. Mengolah potensi desa sebagai kekuatan.

14 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anak-anak bermain papalidan atau river tubing di Desa Wisata Kacida Cibuntu Padarincang, Serang, Banten, 11 Juli 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah desa wisata di berbagai daerah makin serius melebarkan bisnis pariwisata lokal.

  • Penghargaan ADWI dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjadi pelecut semangat desa wisata.

  • Keindahan alam masih menjadi kekuatan utama sejumlah desa wisata di Tanah Air.

RASA pegal di kaki dan pinggang Rahmat Efendi rupanya tak bisa dibendung lagi. Perjalanan sepanjang 17 kilometer dari kawasan Pantai Carita ia tempuh selama hampir setengah jam hingga ke tempat singgahnya saat itu di Desa Wisata Taman Kacida Padarincang, Kabupaten Serang, Kamis, 11 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebenarnya perjalanan Rahmat menuju pusat Kabupaten Serang masih menyisakan jarak sekitar 32 kilometer. Namun ia memutuskan untuk rehat sejenak demi keamanan di perjalanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rahmat sengaja mengajak istrinya, Farida, berlibur kecil-kecilan ke kawasan Pantai Carita. Mereka berangkat dari Serang sejak pagi. Sejujurnya, mereka cukup sering pelesiran ke pantai sambil bersepeda motor. "Sejak pacaran sekitar dua tahun lalu," kata Rahmat.

Lagi pula, Rahmat rehat di tempat yang tepat, yakni di sebuah desa wisata. Bagi dia dan istri, ini kedua kalinya mereka mampir ke Desa Wisata Taman Kacida Padarincang. Desa wisata ini memang berada tak jauh, sekitar 200 meter, dari Jalan Raya Palka, jalan yang menghubungkan wilayah Kabupaten Serang ke kawasan Pantai Carita, Anyer.

Jalan masuk ke Desa Wisata Taman Kacida Padarincang cukup menarik, yakni melewati jembatan besi sepanjang sekitar 15 meter. Dari atas jembatan, pengunjung bisa melihat aliran Sungai Cikalumpang yang tak terlalu deras, pun tak dalam. Sekilas air sungai tampak jernih dan bersih dari sampah.

Rahmat dan Farida lantas memilih duduk di salah satu saung yang berada di pinggir sungai. Terdengar suara gemericik air sungai, kicauan burung, dan gesekan daun-daun bambu yang tertiup angin. "Selonjoran kaki sambil menikmati angin, nikmat sekali," ujar Rahmat.

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Macan Ketawa Desa Padarincang, Acep Mahmudin, mengatakan lokasi nan strategis di jalur wisata Pantai Carita rupanya cukup menguntungkan. Sebab, tak sedikit wisatawan dari Pantai Carita yang mampir untuk beristirahat sekaligus menikmati suasana desa wisata yang punya luas sekitar 4.000 meter persegi itu.

"Ini membuat desa wisata kami bisa semakin dikenal," kata Acep ketika ditemui, Kamis lalu.

Anak-anak saat bersiap bermain papalidan atau river tubing di Desa Wisata Kacida Cibuntu Padarincang, Serang, Banten, 11 Juli 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Selain Rahmat, ada belasan remaja perempuan yang kongko bareng di beberapa bangku yang disediakan pengelola desa wisata. Ada pula sejumlah anak yang bermain air ke sungai. Ketinggian air yang tak lebih dari betis orang dewasa ditambah arus yang tak kuat membuat mereka asyik menjelajahi sungai. Suasana desa wisata ini bisa dibilang cukup ramai pada saat libur sekolah sudah selesai.

Acep mengakui bahwa Sungai Cikalumpang memang menjadi salah satu daya tarik Desa Wisata Padarincang. Bahkan, pengelola desa wisata menawarkan aktivitas river tubing atau menyusuri sungai dengan ban dalam berukuran besar. Jarak river tubing atau yang disebut papalidan oleh masyarakat dan pengelola desa wisata cukup beragam, dari ratusan meter hingga dua kilometer.

"Bahkan, saat debit air yang kecil seperti saat ini, lebih cocok untuk anak-anak," kata Acep.

Ia mengklaim kegiatan river tubing di Sungai Cikalumpang bisa dilakukan kapan saja, termasuk saat sungai banjir akibat tingginya debit air pada musim hujan. Menurut Acep, saat sungai banjir justru lebih seru untuk orang dewasa menjajal river tubing. Sebab, derasnya air akan menciptakan banyak jeram kecil yang menantang.

Selain sungai, Desa Wisata Padarincang memiliki fasilitas camping ground yang laris manis di kalangan pelajar. Ya, sejumlah sekolah di wilayah Kabupaten Serang hingga Tangerang cukup sering menggelar kegiatan berkemah di Padarincang.

Selain itu, desa wisata ini dilengkapi dengan fasilitas aula, toilet, hingga permainan perang paintball. Paling anyar, Acep dan kawan-kawan sedang membangun kolam renang yang direncanakan siap pakai dalam beberapa bulan mendatang.

Acep dan koleganya di Pokdarwis Macan Ketawa Desa Padarincang sedang berbangga sekaligus deg-degan. Sebab, desa wisata yang mereka kelola masuk daftar 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2024. ADWI merupakan ajang penghargaan bergengsi untuk desa wisata di seluruh Indonesia yang digelar oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak 2021 dengan sejumlah kategori yang dikompetisikan.

Gelar juara tentu berbuah pundi-pundi rupiah yang diserahkan langsung oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno. Selain itu, gengsi besar dan sorotan masyarakat akan menjadi hadiah yang lebih berharga bagi desa wisata yang menjadi juara.

Bagi Acep, prestasi lolos 50 besar ADWI 2024 menjadi tantangan besar. Maklum Desa Wisata Padarincang baru dirintis pada 2021. Pada gelaran ADWI 2022, desa wisata ini hanya masuk peringkat 300 besar dan dalam ADWI 2023 mereka masuk 100 besar. "Apa pun hasilnya, ini akan jadi pekerjaan rumah untuk kami ke depannya," tutur pria 43 tahun itu.

Menariknya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dikabarkan akan mengunjungi sejumlah desa wisata yang masuk daftar 50 besar ADWI 2024. Seperti yang ia lakukan pada Kamis, 11 Juli 2024, saat mengunjungi Desa Wisata Wanurejo, Magelang, Jawa Tengah.

Di sana Sandiaga meninjau sekaligus menjajal sederet hiburan di desa wisata tersebut, dari tarian adat Kang Gareng di Candi Pawon, pembuatan camilan rengginang, hingga penanaman pohon lengkeng di desa wisata tersebut.

Anak-anak membaca buku di pojok bacaan masyarakat Desa Wisata Kacida Cibuntu Padarincang, Serang, Banten, 11 Juli 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Sandiaga memuji kelengkapan destinasi wisata Desa Wanurejo, dari wisata alam, penginapan, atraksi budaya, kuliner, hingga kriya yang terintegrasi dan mengedepankan kearifan lokal. "Mudah-mudahan ini akan menjadi world class tourism destination. Kita akan angkat di kawasan Asia Tenggara dan mancanegara," kata Sandiaga dalam siaran pers Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Perjalanan Sandiaga berlanjut ke daftar 50 besar ADWI 2024, tepatnya di Desa Wisata Adat Osing di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu, 13 Juli 2024. Di Desa Kemiren, Sandiaga mengunjungi rumah adat Osing dan disambut tarian khas Gandrung. Ia juga melihat tradisi masyarakat seperti mepe (jemur) kasur, Barong Ider Bumi, hingga tumpeng sewu.

Selain itu, ada Desa Wisata Nglanggeran di Kecamatan Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta, yang juga masuk daftar 50 besar ADWI 2024. Desa ini bahkan pernah meraih penghargaan bergengsi, yakni Desa Wisata Terbaik Dunia pada 2021 dari Organisasi Pariwisata Dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO), mengalahkan desa-desa terkenal dari berbagai negara di dunia.

Desa Wisata Nglanggeran menyuguhkan keindahan alam yang menakjubkan. Wilayah desa ini merupakan gunung api purba yang terdiri atas bebatuan endapan lava. Sekilas bebatuan gunung purba ini mirip batu karang.

Kawasan ini juga tampak hijau karena dipenuhi aneka tanaman, dari pohon beringin, aren, bambu, salam, hingga mahoni. Tak sulit bagi pengunjung yang menaiki gunung api purba itu bertemu dengan satwa berupa burung dan monyet ekor panjang.

Untuk menuju puncak gunung dengan jalur yang tidak begitu curam ini, pengunjung harus melewati lorong sempit yang hanya bisa dilalui satu orang. Dari ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, pengujung bisa menikmati puncak gunung api purba dengan pemandangan hamparan persawahan, perkampungan, dan lanskap Yogyakarta.

Puncak gunung api purba menjadi lokasi favorit wisatawan untuk berswafoto. Maklum lokasi ini memiliki latar tebing gunung lengkap dengan lanskap pemandangan alam. Bila ingin menginap di puncak gunung, pengunjung bisa mendirikan tenda.

Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Nglanggeran, Mursidi, mengatakan gunung api purba sangat cocok bagi pendaki pemula dengan jalur yang tidak terlalu menantang. Gunung itu merupakan satu di antara destinasi Desa Wisata Nglanggeran yang digemari wisatawan domestik maupun asing.

Pemandangan dari puncak Gunung Api Purba di Desa Wisata Nglanggeran di Desa Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul, Yogyakarta. TEMPO/Shinta Maharani

Selain gunung api purba, desa wisata ini menawarkan berbagai paket wisata, misalnya mengenal budi daya tanaman cokelat dari menanam hingga menjadi produk cokelat, beternak kambing etawa, dan seni tradisi lokal Gunungkidul.

"Pengelolaan wisata berbasis konservasi dan pemberdayaan komunitas menjadikan kami dapat penghargaan itu,” ujar Mursidi, Jumat, 12 Juli 2024.

Menurut dia, semula warga Desa Nglanggeran tidak punya niat menjadikan gunung api purba yang diperkirakan sudah ada sejak 70 juta tahun yang lalu itu sebagai desa wisata. Dalam ingatan Mursidi, pada 1999, gunung api purba hanya berupa gundukan bebatuan keras tanpa pepohonan.

Anggota karang taruna desa setempat kemudian menanami lereng gunung itu dengan berbagai tanaman berpohon keras sebagai pengikat air supaya sumber mata air di kaki-kaki gunung itu tidak kering saat musim kemarau. Gunungkidul selama ini dikenal sebagai wilayah yang kekeringan ketika musim kemarau tiba. Hingga kini, warga terus menanam pohon saat musim hujan untuk menjaga sumber mata air.

Warga mulai melihat potensi desa pada 2008 dengan membentuk kelompok sadar wisata. Selain konservasi, warga mulai mencari peluang ekonomi untuk menambah penghasilan selain dari bertani. Empat tahun kemudian, penduduk setempat baru mulai merasakan manfaat desa wisata tersebut.

Hingga sekarang, Desa Wisata Nglanggeran sudah dikunjungi 70 ribu wisatawan lokal dan 2.500 wisatawan mancanegara. Besarnya jumlah pengunjung tentu berbuah rupiah bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada Desa Wisata Nglanggeran.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Shinta Maharani dari Yogyakarta berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus