Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Ribuan warga memadati tradisi Garebeg Besar atau Grebeg Besar yang digelar Keraton Yogyakarta pada Selasa, 18 Juni 2024. Tradisi ini diadakan untuk memperingati Idul Adha 1445 Hijriah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para warga juga wisatawan berkumpul di sepanjang jalur yang digunakan untuk mengarak gunungan mulai dari kompleks Keraton Yogyakarta hingga halaman Masjid Gedhe Kauman. Total ada lima gunungan yang diarak ratusan bregada atau prajurit keraton dalam prosesi itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penghageng II Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Widyabudaya Keraton Yogyakarta, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rintaiswara menuturkan, Grebeg merupakan hajad dalem (tradisi Keraton) dalam memperingati hari besar agama Islam baik Idul Fitri, Idul Adha, dan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Perayaan tradisi Garebeg atau Grebeg Besar Idul Adha di Yogyakarta. Dok.istimewa
Makna Grebeg Besar
Grebeg sendiri berasal dari kata "gumbrebeg" yang mengacu pada deru angin atau keramaian yang timbul saat upacara dilangsungkan. Sedangkan gunungan merupakan perwujudan kemakmuran Keraton atau pemberian dari raja kepada rakyatnya.
"Makna Garebeg Besar sendiri perwujudan rasa syukur perayaan Idul Adha, yang diwujudkan dengan memberikan rezeki pada masyarakat melalui uba rampe gunungan yang berupa hasil bumi dari tanah Mataram," katanya.
Uba rampe merujuk semacam sesaji atau perlengkapan untuk upacara adat.
Gunungan Dibagikan ke Masyarakat
Bedanya perhelatan Grebeg Besar kali ini, gunungan yang dikeluarkan Keraton Yogyakarta tak lagi dirayah atau diperebutkan. Namun dibagikan oleh abdi dalem kepada masyarakat.
Adapun Carik Kawedanan KHP Widyabudaya Keraton Yogyakarta KRT Widyacandra Ismayaningrat menuturkan, makna pembagian gunungan saat tradisi Grebeg tak lain mendorong warga agar nyandhong alias sabar menunggu giliran mendapatkan bagiannya.
Pembagian uba rampe gunungan perlambang kesabaran manusia. Jadi berbeda maknanya dengan merayah, karena saat dirayah atau diperebutkan, yang kuat pasti yang akan mendapatkan dahulu. Dengan cara dibagikan ini, semakin banyak warga yang bisa mendapatkan ubo rampe gunungan itu.
Akhir dari Peringatan Idul Adha
Grebeg Besar merupakan rangkaian akhir dari peringatan Idul Adha tahun ini. Sebelumnya, Keraton Yogyakarta telah menggelar prosesi numplak wajik sebagai rangkaian pembuka sebelum Grebeg Besar Idul Adha pada Sabtu sore, 15 Juni 2024.
Tradisi numplak wajik merupakan upacara yang menandai dimulainya proses merangkai dan pembuatan gunungan atau simbol sedekah raja kepada rakyat.
Prosesi inti yang mengawali pembuatan gunungan grebeg kali ini dipimpin langsung Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Datu Dana Suyasa Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi. Rangkaian Hajad dalem tersebut berupa peletakan wajik di tengah-tengah kerangka gunungan putri, sebelum kemudian dihiasi dengan beragam hasil bumi.
Gusti Mangkubumi mengatakan gunungan Grebeg diisi dengan berbahan baku hasil bumi dan makanan tradisional Yogyakarta. Jenisnya yakni gunungan kakung, gunungan putri, gunungan gepak, gunungan darat dan gunungan pawuhan.
PRIBADI WICAKSONO