Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyoroti dinamika khusus kenaikan tarif kamar hotel pada momen libur Natal dan Tahun Baru atau Nataru ini. Potensi kenaikan tarif kamar momen libur Nataru kali ini akan berpijak pada keputusan pemerintah daerah yang baru saja menetapkan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) tahun 2025 pada Desember ini. Tambahan biaya operasional upah tenaga kerja melalui kebijakan UMSP ini dinilai akan turut berpengaruh pada kenaikan tarif kamar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di DI Yogyakarta, besaran tertinggi UMSP pada Sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum yakni Rp 2.311.913,65 atau naik 8,75 persen dibanding tahun lalu. Sektor tersebut memiliki dua subsektor yakni hotel dan restoran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebagai organisasi PHRI tentu harus tunduk dan menaati peraturan itu, walau mungkin dipandang memberatkan karena anggota kami lebih banyak hotel bintang tiga ke bawah," kata Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono pada Kamis, 12 Desember 2024.
Penyesuaian Secara Bijak
Dengan situasi tersebut, meskipun ada kesempatan memanfaatkan momen liburan itu, Deddy berharap pelaku perhotelan tetap melakukan penyesuaian tarif kamar secara bijak. Meski soal tarif menjadi kebijakan pelaku industri perhotelan, Deddy mendorong penyesuaian tarif kamar juga melihat permintaan dan kemampuan atau daya beli pasar.
Jika kenaikan tarif kamar pada momen libur Nataru 2023 lalu rata rata sebesar 50 persen, momen liburan tahun ini kenaikannya diharapkan PHRI tidak lebih atau maksimal 70 persen. Imbauan batas kenaikan tarif ini telah disampaikan PHRI DIY pada para anggotanya yang berlaku 24 Desember 2024 sampai 1 Januari 2025.
Penyesuaian harga ini juga menimbang faktor lain seperti potensi perubahan harga bahan pokok makanan, dan kebutuhan kamar saat periode Nataru 2024/2025.
Tantangan Perhotelan 2025
Deddy memperkirakan 2025 akan menjadi tahun yang tak mudah bagi pelaku perhotelan. Hal ini akibat kebijkan kenaikan upah tenaga kerja, izin yang tumpang tindih, dan peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sebagian besar anggota perhimpunan itu merupakan hotel dengan kelas bintang tiga ke bawah, yang jelas berbeda omzetnya dibanding hotel bintang tiga ke atas.
"Jadi imbauan penyesuaian tarif kamar maksimal 70 persen ini bukan aji mumpung, namun terkait sejumlah faktor yang harus dihadapi pelaku perhotelan," kata dia.
Okupansi Hotel saat Libur Nataru
PHRI DIY tetap optimistis, okupansi kamar pada libur Nataru kali ini bisa lebih tinggi dibanding tahun lalu. Hingga pekan kedua Desember ini, angka reservasi tercatat sudah 70 persen.
"Terutama periode 20-31 Desember, reservasi rata-rata sudah mencapai 70 persen," kata Deddy.
Hotel di sejumlah wilayah bahkan okupansinya lebih tinggi. Deddy mencontohkan sejumlah hotel di wilayah Kota Yogyakarta dan Sleman yang reservasinya pada periode itu sudah sekitar 80- 85 persen. "Kami optimis reservasi libur tahun ini melebihi 90 persen," kata dia.