Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogykarta - Persoalan sampah di Yogyakarta seolah tak kunjung usai penutupan permanen Tempat Pengelolaan Akhir atau TPA Piyungan awal Mei 2024 lalu. Kondisi sampah tak tertangani ini berpotensi mencoreng Yogyakarta sebagai Kota Wisata yang semestinya bersih dari sampah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TPA Piyungan yang selama 28 tahun terakhir menjadi tumpuan pembuangan sampah dari Kabupaten Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta telah overload, sehingga ditutup permanen oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penutupan TPA Piyungan pun ternyata membuat pemerintah kabupaten/kota turut kalang kabut menangani volume sampah yang masuk. Depo-depo sampah, terutama di Kota Yogyakarta penuh dan tak terangkut. Sampah dari warga pun dibuang sembarangan ketika depo0depo itu tak bisa lagi menampung.
Kerja sama dengan Bantul
Pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah Kabupaten Bantul akhirnya bersepakat dalam mengelola sampah secara bersama.
Pada Jumat 17 Mei 2024 di Kompleks Kantor Gubernur DIY Kepatihan, Penjabat Wali Kota Yogyakarta Singgih Rahardjo dan Bupati Bantul Abdul Halim Muslih meneken kerjasama pengelolaan sampah di wilayahnya disaksikan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
"Kerja sama dua pemerintah daerah ini diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan sampah secara mandiri," kata Sultan.
Sultan menuturkan, Kota Yogyakarta yang wilayahnya sangat padat pemukiman jelas tidak memungkinkan untuk menambah lahan untuk mengelola sampah. Sedangkan Kabupaten Bantul wilayahnya masih memadai.
"Kota Yogyakarta tidak punya lahan, lalu bekerjasama untuk melakukan proses pengolahan sampahnya di Kabupaten Bantul," kata Sultan.
Pengelolaan sampah dua pemerintah daerah itu akan dilakukan di tempat pengolahan sampah terpadu atau TPST Bawuran. Di lokasi itu sampagh juga bisa diolah sehingga menghasilkan produk dengan nilai ekonomis bagi masyarakat.
Sultan mengimbau pihak lurah bisa lebih berperan dalam upaya pengelolaan sampah di wilayah. "Lurah punya tanggung jawab terhadap pengelolaan sampah di wilayahnya masing-masing, sebab Kalurahan ini juga sudah dibantu anggaran sebesar Rp100 juta," kata Sultan.
Pengolahan sampah 100 ton per hari
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih mengatakan, Pemerintah Kabupaten Bantul siap mengelola sampahnya secara mandiri dan menjadi mitra dari Pemerintah Kota Yogyakarta. Sebagai skema transisi, saat ini telah dibangun Intermediate Treatment Facility atau ITF Pusat Karbonasi dengan menempatkan peralatan pengolahan sampah yang mampu mengolah sampah sampai dengan 100 ton per hari.
"Sampah yang diterima dari kota nantinya dilakukan pemilahan, kemudian dikarbonasi untuk sampah yang bersifat residual. Dengan demikian sampah akan selesai, tuntas ditempat itu dan ini akan meningkat secara untuk skala dan kapasitas pengelolaannya," ungkapnya.
Menurut Halim, untuk sementara ini pihaknya baru akan mengoptimalkan sampai dua modul saja dengan kapasitas 50 ton. Secara bertahap nantinya kapasitas pengolahan akan dimaksimalkan sampai 100 ton. Pengolahan yang lebih modern juga tengah disiapkan di sebelah TPST Bawuran, yakni mengolah sampah menjadi papan yang bisa digunakan di sektor industri lanjutan.
Melalui program Bantul Resilient Green City, proses pembangunan akan terus dilanjutkan dengan pembangunan pabrik pengolah sampah yang mampu mengolah hingga 200 ton per hari. Selain itu juga akan diproduksi sampah organik itu pupuk kompos yang akan dimanfaatkan untuk memberikan dukungan ke lumbung mataram DIY," katanya.
Adapun Penanggung jawab Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo mengatakan, proses pengiriman sampah ke Bantul untuk diolah sudah dilakukan sejak pertengahan April 2024 lalu.
"Total sampah yang belum tertangani dan kami kerja samakan dengan Bantul ada sekitar 60 ton, jadi harapannya tidak ada lagi sampah yang tersisa di Yogyakarta. Mesin (pengolah sampah) dari Bantul dan modalnya kami membeli jasa. Ini juga salah satu solusi kami lantaran lahan sempit di kota," kata Singgih.