Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Titiek puspa tentang kelinci dan...

Titiek puspa menampilkan operetta lebaran dengan sejumlah artis, untuk menghibur menjelang lebaran dan puji syukur kepada tuhan. ada kesan huru-hara. (hb)

30 Juni 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI kisah dua kampung bertetangga di Kota Jakarta. Yang satu gemah ripah loh jinai, satunya lagi serba sebaliknya. Si serba miskin ini bernama Kampung Gang Kelinci. Sedangkan kampung yang serba gemah bernama Kampung Gang Burung Dara. Operetta Lebaran ini dimulai dengan reportase Kampung Gang Kelinci. Difokuskan pada kehidupan keluarga Pak Kromo yang beranak sembilan. Istri Pak Kromo telah tiada. Hidup anak-anak ini pun telantar, sekolahnya kocar-kacir, tiada biaya. Suatu ketika Pak Kromo mencuri mesin ketik di kantornya, lantas dipecat. Padahal, mencuri itu untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Keprihatinan yang digambarkan itu belum cukup. Dengan latar belakang lagu Gang Kelinci yang pernah tenar lewat suara Lilis Suryani, digambarkan anak-anak yang berjubel di kampung ini. Berbagai sketsa kehidupan di tampilkan. Dan slogan KB pun muncul karena ternyata kampung ini tak disentuh keluarga berencana. Misalnya, ada digambarkan kehidupan Pak Dullah dengan delapan anaknya yang berdempet tidur jadi satu bersesakan. Tokoh yang mewakili kampung kumuh ini seorang perawan tua yang hanya berpendidikan SD dan jadi babu, Rini - dimainkan dengan bagus oleh Renny Jayusman, yang belakangan dikenal sebagai penyanyi lewat DKSB, grup band Bandung. Rini setiap hari diprotes adik-adiknya: soal makanan, soal pakaian, soal macam-macam. Dalam suatu buka puasa, misalnya, Budi (dimainkan penyanyi rock Ikang Fauzie), adik Rini, protes tentang makanan dan terdengarlah nyanyian: tiap hari ikan asin, ikan asiin, ikan asin, muke asin. Sekali sekali kek, panggang ayam, ah.... Adik Rini terkecil, Tipuk, ketika iri melihat semua temannya punya sepeda, protes kepada Tuhan. Tuhan, katanya Tuhan Maha Penyayang. Yang disayang siapa saja, sih? Anak-anak orang kaya saja, ya Kenapa sih saya tidak disayang Ibu saya diambil Tuhan, sekarang saya tak punya ibu, terus sepeda tidak dikasih. Tuhan gitu, sih. Protes yang lantang dengan suara khas bocah ini terasa begitu lucu dan sekaligus ratapan cengeng. Akan halnya kenapa anak semiskin Tipuk bisa terdampar dalam kemeriahan anak-anak kaya bersepeda di Taman Mini, tak ada penjelasan. Operetta ini agaknya jauh dari logika-logikaan. Operetta Titiek Puspa kesebelas, yang disiarkan TVRI malam Lebaran ini, memang tak melulu bersedih. Tak sedikit pula banyolan. Karena itu, kampung yang gemah ripah direportase lebih panjang. Burung dara, yang paling banyak bertelur dua, mewarisi kampung yang bahagla untuk manusia, lain dengan kelinci yang beranak banyak. Nyanyian Gang Burung Dara.bergema lagu Gang Kelina yang syairnya diganti dan dipotret anak-anak yang bahagia, bermain tali, bermain ayunan, sibuk belajar, berkumpul di karang taruna, bahkan ada anak-anak latihan menabung di bank seraya bernyanyi dengan gembira. Bing beng bang, ayo kita ke bank. Bang beng bung, ayo kita nabung. Reportase dua kampung ini dengan segala permasalahannya diselang-seling. Untuk itu, diciptakan tokoh penghubung, namanya Ibu Umar, dan jabatannya ketua PKK. Fungsinya mirip dalang. Tokoh inilah yang nyinyir dengan nasihat-nasihat, paling sibuk, dan sok ngatur. Juga paling cerewet. Siapa lagi kalau bukan Titiek Puspa yang memerankannya. Karena ini operetta yang tujuan utamanya menghibur, akhir cerita adalah kebahagiaan dan puji syukur kepada Tuhan. Untuk itu, Titiek mendapat akal. Ia munculkan tokoh dermawan, seorang Cina tua, Engkong Beng Seng. Si Engkong menyumbang makanan lezat untuk buka puasa bersama penghuni dua kampung itu. Engkong ini, dengan logat Cina, juga berkisah banyak tentang keluarganya dan buntut-buntutnya berkhotbah, ya, soal pembauran, Pancasila, dan macam-macam. Titiek memang mengakui ia hany "menghibur pemirsa" lewat operetta yang panjangnya 2,5 jam ini. Petty Mudargo, anak Titiek, sebagai penata tari, dikatakannya "bukan orang profesional". Tapi selain itu juga ada tari Balita, tari khusus yang dimainkan 20 anak-anak di bawah umur lima tahun - kebanyakan anak-anak artis yang ibunya terlibat - cukup mengundang tawa dan haru. Harap dicatat, penata tari khusus ini adalah Chicha Koeswoyo, penyanyi yang menginjak remaja yang memang punya modal tari balet. Sedangkan seluruh musik ditangani Mus Mualim. Tapi yang agak lain, pementasan kali ini dimalnkan 300 orang, 130 di antaranya penyanyi yang kini aktif. Dari penyanyi cilik Micky Rainbow sampai penyanyi berusia senja Ivo Nilakreshna. Yang top, seperti Euis Darliah, Nia Daniati, dan Maya Rumantir, tak ketinggalan. Walaupun begitu, semua tidak terlalu istimewa, bahkan ada kesan hura-hura.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus