Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Banten - Wisatawan harus melintasi sungai untuk masuk ke kampung Badui Dalam di Banten. Tidak seperti jembatan di kota, penduduk lokal membangunnya dengan konstruksi bahan bambu yang unik. Sebuah jembatan dari akar pohon pun tampak keren hingga jadi buruan pengunjung.
Badui Dalam punya tiga kampung adat, yaitu Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Nama desanya Kanekes di Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Ada dua rute aksesnya yaitu Ciboleger dan Cijahe.
Dari Cijahe misalnya, pengunjung akan langsung melintasi jembatan bambu setelah melewati rumah penduduk dekat terminal pemberhentian angkutan umum. Tiang, rangka, dan lantai jembatan semua berbahan bambu. Lebarnya hanya untuk satu orang, sehingga pelintas harus berbaris di belakangnya.
Jembatannya bergoyang pelan ketika dilintasi dan lantainya berbunyi oleh pijakan. Namun konstruksinya kokoh dengan ikatan antar bambu. Setelah itu ada tiga jembatan bambu serupa. Jembatan terakhir merupakan batas kampung Badui Dalam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petunjuk arah kampung Badui Dalam di Banten. TEMPO | Anwar Siswadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Selanjutnya tidak boleh memotret, cukup sampai di sini," kata Suryo pemandu rombongan, Sabtu, 6 Juli 2019. Memotret termasuk larangan bagi pengunjung di kampung adat itu seperti juga pemakaian sabun, pasta gigi, detergen, dan berisik.
Terus masuk ke dalam, sebuah jembatan bambu lagi terbentang dekat Kampung Cibeo. Di sekitar lokasi jembatan ini penduduk lokal dan pengunjung bisa mandi, mencuci, dan buang hajat di sungai. Maklum saja, rumah warga Badui tidak memiliki kamar mandi.
Dalam perjalanan kembali dari Badui Dalam ke arah Ciboleger, pengunjung bisa langsung pulang menyusuri rutenya. Pilihan lain rute melambung ke arah jembatan akar lalu ke Ciboleger. "Jalannya banyak turunan dan tanjakan," kata Sanip, warga Badui Dalam.
Jembatan bambu di kawasan wilayah Badui Luar, Banten. TEMPO | Anwar Siswadi
Setelah berjalan kaki sekitar empat jam menyusuri jalan setapak di lereng hutan pegunungan, jembatan akar itu memukau mata. Cabang-cabang pepohonan di pinggir sungai yang lebar dibentuk hingga terjalin menjadi jembatan bersama potongan bambu.
Baca: Ikut Pameran, Produk Keratif Badui Kebanjiran Pesanan
Sambil rehat melemaskan kaki, pengunjung bisa menikmati jembatan keren itu dari bawah atau tepi sungai. Bisa juga menyantap semangkuk bakso pikul jika menjumpainya dekat mulut jembatan. Dari sana perjalanan masih sekitar dua jam lagi ke Ciboleger.