Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Seorang wisatawan mengunggah curahan hatinya di media sosial karena merasa digetok tarif khusus yang lebih tinggi dari pengunjung umum. Musababnya, dia membawa kamera profesional jenis DSLR saat memasuki destinasi wisata Taman Sari Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam unggahan yang viral itu, wisatawan tersebut sudah menjelaskan kepada petugas bahwa kamera yang dibawanya hanya untuk dokumentasi perjalanan keluarganya, bukan buat sesi foto profesional, seperti foto pre-wedding, foto produk, atau foto komersial lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah mengecek jenis kamera dan lensa yang dibawa wisatawan tersebut, petugas tetap menganggap barang-barang tadi sebagai bagian dari pekerjaan profesional. Karena itu, pengunjung harus membayar harga khusus, seperti yang tertera di papan pengumuman Taman Sari. Dalam pengumuman, tiket bagi wisatawan yang tak membawa peralatan kamera profesional membayar Rp 5.000, sedangkan yang membawa kamera profesional Rp 250 ribu.
Penghageng Kawedanan Hageng Punokawan (KHP) Nitya Budaya atau Kepala Divisi Keraton Yogyakarta yang mengurusi bidang budaya dan pariwisata, Gusti Kanjeng Ratu Bendara menanggapi curhat wisatawan yang berkunjung ke Taman Sari itu. "Kami mohon maaf kalau ada pengunjung yang merasa kurang nyaman di Taman Sari. Tetapi, ada beberapa hal yang perlu kami klarifikasi," kata putri bungsu Raja Keraton Sultan Hamengku Buwono X itu pada Senin petang, 14 Maret 2022.
Bendara menjelaskan, peraturan di Taman Sari sudah jelas. Ada biaya tersendiri bagi pengunjung yang membawa kamera profesional untuk tujuan apapun. Dan peraturan itu sudah terpampang di depan pintu masuk.
"Taman Sari adalah kagungan dalem (situs area raja). Apabila ada sesi foto khusus, pihak pengelola akan mendampingi karena tidak sembarang tempat bisa dipotret," kata Bendara. Misalkan area Cepuri di Taman Sari yang tak bisa serta merta menjadi lokasi sesi foto.
Dalam persoalan ini, Bendara mengatakan, petugas di Taman Sari sudah menjelaskan kepada pengunjung mengenai aturan tersebut. Wisatawan yang membawa kamera profesional harus membayar lebih. "Mungkin ada salah paham atau bisa jadi sejak awal pengunjung tidak mengetahui peraturan itu," kata dia.
Bendara melanjutkan, sulit mengetahui apa tujuan seseorang masuk ke Taman Sari jika berdasarkan pernyataan lisan saja. Apakah pengunjung tersebut memang sekadar berwisata atau punya maksud lain. Sebab itu, yang menjadi acuan dalam menentukan apa kepentingannya adalah dari peralatan yang dibawa.
Bendara menambahkan, pihaknya akan mengevaluasi ketentuan peralatan ini agar pengunjung lebih memahaminya. "Kami mungkin perlu memperbarui jenis peralatan yang dibawa," ujarnya. Terlebih sekarang, teknologi kamera pada ponsel sudah begitu canggih.
Kepala Unit Cagar Budaya Taman Sari, Raden Mas Bambang Prastari mengatakan, selama ini kamera yang dianggap profesional tak lain adalah kamera DSLR yang sering digunakan untuk foto pre-wedding, foto produk, dan aktivitas fotografi komersial lainnya. "Harga Rp 250 ribu untuk keperluan foto profesional di Taman Sari terhitung masih wajar. Di lokasi lain bisa sampai Rp 3 juta dan dibayar tanpa komplain," kata Bambang.
Bambang melanjutkan, tidak mudah mengetahui apa kepentingan wisatawan saat mengambil gambar di Taman Sari Yogyakarta. Apakah sekadar mengabadikan atau ada kepentingan komersial. "Jujur atau tidaknya, pengunjung sendiri yang menyebabkan adanya kebijakan extra cash itu," kata dia.
Kebijakan soal tarif ini bisa tak berlaku jika fotografer itu sudah mengantongi surat izin dari Keraton Yogyakarta. Misalkan ada keperluan mengambil gambar foto atau video promosi wisata dari dinas atau instansi tertentu.
Petugas di lapangan, menurut Bambang, juga mengidentifikasi apakah benar-benar menerapkan tarif Rp 250 ribu atau tidak kepada pengunjung yang membawa kamera profesional. Bambang mencontohkan, apabila ada wisatawan membawa kamera DSLR, namun tidak menggunakan lensa khusus, maka bisa jadi tarinya tidak sampai Rp 250 ribu.
Baca juga:
Cara Keraton Peringati Berdirinya Kesultanan Yogyakarta