Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wonogiri telah menjadi sentra produksi kopi sejak 1800-an, namun kabupaten di Jawa Tengah itu belum masuk peta wisata kopi semisal Aceh, Banyuwangi, Semarang, ataupun Flores. Bekas-bekas produksi kopi masih tersisa, berupa cerobong asap pabrik pengolahan kopi, yang disebut penduduk sebagai pipo londo (pipa Belanda), namun bangunan pabrik sudah lenyap terlebih dahulu dijarah penduduk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menukil The Jakarta Post pada era kolonial, pabrik pengolahan kopi didirikan di desa Ngasihan, Ngadirojo. Pabrik itu mengolah biji kopi arabika dan robusta dari dari Kecamatan Bulukerto dan Girimarto. Pada tahun 1860, wilayah Gondosini di Bulukerto dijadikan pusat perkebunan dan pembibitan kopi oleh Mangkunegara IV.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi kejayaan kopi Wonogiri turut meredup saat Belanda tak lagi berkuasa. Namun budidaya kopi tak turut lenyap, penduduk masih setia menanamnya. Tentu saja bukan dijadikan usaha utama. Namun dalam dua tahun terakhir, seiring maraknya budaya minum kopi, pecinta kopi dan pemerintah Kabupaten Wonogiri melihat peluang wisata berbasis kopi. Petani kopi di Bulukerto, Girimarto, Jatiroto dan Tirtomoyo mulai menekuni kopi.
Penggiat kopi semisal Haryanto dari Komunitas Kopi Wonogiri dan Yosef Bagus Adi Santoso dari Rumah Kopi Wonogiri, turut mengedukasi para petani mengenai budidaya kopi, mulai dari memanen, menanam, hingga mengolahnya. Mereka tak segan-segan menaikkan harga dasar kopi mulai dari Rp50.000 per kg, agar petani tak menjual biji kopinya kepada tengkulak.
Dari aktivitas itulah lahir perhelatan Wonogiri Nduwe Kopi dan Wonogiri Nandur Kopi, serta sejumlah festival kopi. Sementara itu, pemerintah Kabupaten Wonogiri Joko Sutopo, menyiapkan tiga wilayah untuk menjadi destinasi wisata kopi di Girimarto, Jatisrono dan Bulukerto.
“Wisatawan bisa menyaksikan bagaimana kopi diolah, dari memetik, membawanya ke pabrik, dan akhirnya digiling dan diseduh menjadi kopi,” ujar Joko. Tentu menikmati kopi di perkebunan dengan di teras rumah sangat jauh berbeda sensasinya.
Keberadaan wisata kopi pada 2020, bakal melengkapi destinasi wisata Wonogiri, yang bertumpu pada Waduk Gajah Mungkur, yang pernah menjadi bendungan terbesar se-Asia Tenggara atau Museum Karst, yang masuk dalam Gunungsewu Global Geopark Network.