Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ACARA buka puasa itu berlangsung cepat. Senin petang pekan lalu itu, setelah menikmati santapan berbuka puasa, puluhan aparat pajak bergegas memulai kerja besar: mengangkuti ratusan kardus dokumen milik PT Asian Agri. Dengan sigap staf pajak itu menuju sebuah ruang di kantor mereka, Direktorat Jenderal Pajak, di kawasan Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Tujuh truk sudah siap untuk mengangkut 875 kardus dokumen. Inilah bukti penting yang disita tim investigasi Direktorat Pajak pada Mei tahun lalu, dari sebuah ruko di pertokoan Duta Merlin, Jakarta Pusat. Saking banyaknya kardus itu, sekitar 30 petugas kebersihan pajak ikut dilibatkan. Dokumen itu akan diangkut ke kantor pusat Asian Agri. Rencananya, di situlah nanti, sebuah ”prosedur hukum akan dilakukan”. Dikembalikan, lantas dokumen itu disita ulang.
Isi ratusan kardus itu adalah dokumen penting untuk mengungkap dugaan penyelewengan pajak Rp 1,3 triliun yang dilakukan perusahaan itu sepanjang 2002-2005. Asian Agri, yang memiliki belasan anak perusahaan, adalah salah satu perusahaan Grup Raja Garuda Mas milik taipan Sukanto Tanoto. Gurita usaha Asian Agri meliputi bisnis cokelat, karet, dan terutama kelapa sawit.
Direktorat Pajak harus mengembalikan berkas itu setelah pada Juli lalu kalah beperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengadilan mengabulkan gugatan praperadilan Asian Agri, yang menganggap penyitaan dokumen tersebut tak sah. Dalam putusannya, hakim memerintahkan dilakukan penyitaan ulang. Gara-gara ini pula, rencana pelimpahan hasil penyidikan tim pajak atas kasus dugaan manipulasi pajak terbesar sepanjang sejarah negeri ini ke kejaksaan, Juli lalu, terganjal.
Direktorat Pajak tak mau ambil risiko dalam menangani dokumen penting. Sejumlah aparat Brigade Mobil bersenjata laras panjang ikut menjaga pengangkutan dokumen itu. Selembar kertas yang ditempelkan di luar kardus-kardus berukuran sekitar 50 x 35 sentimeter itu menunjukkan isi boks. Antara lain bertulisan IIS, singkatan PT Inti Indosawit Subur, unit usaha Asian Agri. Kepala Sub-Direktorat Investigasi Pajak, Pontas Pane, mengawasi cermat semua proses pemindahan kardus itu. ”Kardus-kardus ini masih sama dengan ketika kami sita tahun lalu,” ujar seorang petugas.
PUKUL 09.00, Selasa pekan lalu, tujuh truk yang membawa dokumen itu, dikawal sepasukan anggota Brimob bersenjata Steyr, bergerak menuju Jalan Teluk Betung, Jakarta Selatan, kantor pusat Asian Agri. Serombongan voorrijder ”memimpin” perjalanan pengantaran dokumen yang dilepas Direktur Investigasi dan Penyelidikan Pajak Mochammad Tjiptardjo. Di Teluk Betung, sejumlah petinggi Asian Agri, antara lain Kepala Bagian Hukum Raja Garuda Mas, Tjandra Putra; dan Direktur Asian Agri, Eddy Lukas, menyambut kedatangan rombongan truk itu.
Menjelang tengah malam, Kepala Kantor Perwakilan Asian Agri di Jakarta, Gunadi Wongso, dan kuasa hukum perusahaan tersebut, Yan Apul, menggelar jumpa pers. Yan menyatakan bisa menerima pengembalian dokumen tersebut yang kemudian disita lagi oleh Direktorat Pajak. Alasan Yan, tim pajak sudah dibekali surat penetapan dari pengadilan. ”Kalau sudah sesuai dengan prosedur, buat apa capek-capek menggugat?” ujarnya. Dia memastikan pihaknya tak akan melakukan gugatan lagi.
Namun sikap Asian Agri berubah tatkala pengacara mereka yang lain, Alamsyah Hanafiah, muncul. Saat itu berita acara pengembalian dan penyitaan ulang dokumen segera ditandatangani. Manajemen Asian Agri menolak pengembalian dokumen itu. ”Saya melihat itu di luar prosedur hukum,” kata Alamsyah.
Menurut dia, pengembalian dokumen itu tidak diikuti dengan pengecekan lembar per lembar kertas, melainkan per map. ”Pengembalian itu juga tidak disaksikan juru sita pengadilan.” Yan kemudian ikut mendukung sikap Alamsyah. Pengecekan lembar per lembar itu, ujarnya, agar diketahui dokumen apa saja yang dikembalikan. ”Supaya jangan ada anggapan, kami menghilangkan bukti,” ujarnya kepada Tempo
Direktorat Pajak tak menerima alasan itu. Berbekal surat penetapan penyitaan dari pengadilan, Direktorat tetap melakukan penyitaan ulang. Adapun terhadap penolakan Asian Agri itu, ”Kami buatkan juga berita acara penolakannya,” kata Pontas. Tjiptardjo, juga tak ambil pusing dengan penolakan itu. Dia menegaskan, meski tidak dicek lembar per lembar berkas, pengecekan secara sampling bisa diterima karena dari situ bisa dilihat dokumen itu asli dan sama dengan dokumen yang disita tahun lalu.
Menurut Tjiptardjo, tuntutan Alamsyah agar dilakukan pengecekan detail jelas mengada-ada. ”Itu tidak cukup tiga bulan. Bagaimana pengamanannya? Ini kan barang bukti penting,” ujarnya. ”Kalau hilang kan gawat. Makanya, kami sita lagi.”
Tjiptardjo menegaskan, pengembalian dokumen adalah sesuai dengan keputusan praperadilan yang dime-nangi Asian Agri. ”Tapi perusahaan ini justru menjegal pelaksanaan keputusan itu,” ujarnya. Menurut dia, tujuan penolakan itu jelas untuk menghambat penyidikan.
Alamsyah berpendapat lain. Menurut pengacara ini, pengembalian dokumen tersebut secara yuridis belum terlaksana. Artinya, penyitaan kembali dokumen itu tidak sah. Alamsyah menolak jika disebut sikap Asian tersebut untuk menghambat penyerahan berkas penyidikan ke kejaksaan. ”Penyitaan dokumen itu tidak ada dasar hukumnya,” ujarnya dengan nada tinggi.
”Kerikil” pemeriksaan kasus pajak ini memang muncul lagi. Kendati demikian, Direktorat Pajak memastikan tak akan mundur menghadapi sikap Asian Agri semacam ini. Tjiptardjo memastikan, proses pengusutan dugaan manipulasi pajak Asian Agri akan jalan terus. ”Tak ada alasan untuk tidak melanjutkan kasus ini,” katanya. Berkas perkara penyidikan kasus ini, ujarnya, akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.
Ahli hukum pidana Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita, mendukung langkah Direktorat Jenderal Pajak. Menurut dia, pengembalian dokumen itu sah. ”Karena untuk memenuhi perintah pengadilan,” katanya. Soal keberatan manajemen Asian Agri yang menolak menandatangani berita acara, Romli, menilai, tak masalah. ”Salah sendiri (tak mau tanda tangan), kan ini memenuhi perintah pengadilan,” ucapnya.
Ketidakhadiran juru sita yang dipermasalahkan Alamsyah pun, menurut Romli tidak tepat. Sebab, ujarnya, penyitaan itu bukan bagian dari penyidikan. ”Jadi tidak dibutuhkan juru sita.”
Anne L. Handayani, Rini Kustiani, Vennie Melyani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo