Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENANGKAPAN Mohammad Iqbal, Selasa pekan lalu, mengejutkan sejumlah fungsionaris Golkar. Begitu kabar penangkapan ini sudah pasti, hari itu juga partai beringin langsung ”menyetip” namanya dari daftar calon anggota legislatif. ”Penangkapannya itu tepat di hari terakhir penyerahan daftar calon,” ujar Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi Partai Golkar Syamsul Muarif. ”Jadi kami langsung mencoretnya.”
Sebelumnya, pria 53 tahun itu dicalonkan mewakili daerah pemilihan Jawa Barat V. Wilayah ini meliputi Kota dan Kabupaten Sukabumi. Iqbal merupakan calon anggota legislatif Golkar dari kalangan profesional. ”Dia tokoh koperasi,” kata Syamsul.
Tak hanya terlempar dari daftar calon, posisi Iqbal sebagai anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha pun terancam. Iqbal sudah dua periode menjadi anggota di komisi ini. Bahkan di lembaga ini ia dua kali menduduki jabatan ketua, yakni periode 2001-2002 dan 2006-2007. Sebelum menjadi anggota Komisi, Iqbal aktif dalam gerakan koperasi. Bapak dua anak ini salah satu tokoh koperasi terkemuka di Indonesia.
Bidang koperasi ditekuninya sejak 1979, saat ia masih kuliah di Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung. Lulus dari institut itu, ia lalu mengelola Koperasi Pemuda Indonesia. Kiprah di koperasi ini kemudian membawanya menjadi Ketua Dewan Koperasi Indonesia.
Lewat koperasi pula suami Andralilianti Soekardi ini pernah menduduki jabatan Direktur PT Yala Tekno Geothermal, perusahaan kemitraan koperasi dan swasta yang bergerak di bidang eksplorasi panas bumi. Perusahaan itu tak berumur panjang. Berkat ”jalur koperasi” ini, ia pada 1994 diangkat menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Iqbal juga pernah menjabat Ketua Komite Tetap Pengawas Persaingan Usaha Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Di tingkat internasional, lelaki kelahiran Yogyakarta ini pernah menjabat Wakil Ketua Komite Konsumen Koperasi Internasional Aliansi Koperasi Internasional. Kiprahnya di bidang koperasi itulah yang membuatnya terpilih sebagai salah satu calon anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Pada 2000, ia resmi menjadi anggota komisi itu.
Di lingkungan Komisi, Iqbal dikenal sebagai pekerja keras. Anna Maria Tri Anggraini, koleganya di Komisi Pengawas Persaingan Usaha, menganggap Iqbal orang terbaik yang dimiliki komisi itu. ”Dia sangat menguasai materi hukum persaingan,” katanya. Menurut Anna, dalam penanganan setiap perkara, Iqbal paham benar tahap-tahap yang harus dikejar untuk menyelesaikan suatu kasus.
Anna mengaku tak percaya Iqbal bisa tersandung kasus ini. ”Sepanjang yang saya tahu, dia tak pernah mengeluh soal keuangan,” ujarnya. Dalam pandangan Anna, Iqbal sangat menikmati kerjanya sebagai anggota Komisi.
Kepada pengacaranya, Maqdir Ismail, Iqbal mengaku merasa heran kenapa demikian enteng mau mendatangi Billy di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, pekan lalu itu. Sebelumnya, ujar Iqbal, pengusaha itu telah empat kali mengajaknya bertemu. ”Dan ia selalu menolak,” kata Maqdir. Tadi tidak pada petang itu, tatkala ia akhirnya dicokok aparat Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tampaknya, sulit bagi Iqbal untuk lolos dari jerat hukum. Sebagai penerima suap, ia terancam hukuman hingga 20 tahun penjara. Jerih payahnya membangun karier dari bawah kini hancur sudah. ”Dia mengaku naif, mau mendatangi Billy,” kata Maqdir tentang kliennya yang kini meringkuk di sel tahanan Kepolisian Resor Jakarta Pusat itu.
Ramidi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo