Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font face=arial size=1 color=brown><B>Sengketa Sugar Group</B></font><BR>Bukti yang Tersisih

Keluarga Salim menjawab. Sejumlah dokumen menyodorkan fakta lain di balik vonis perkara Sugar Group.

26 November 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANTHONI Salim tak banyak berubah. Kecuali janggut tipisnya yang kini menghilang, taipan berusia 58 tahun ini masih tampil low profile. Pakaiannya itu-itu juga: kemeja batik dengan lengan tergulung seperempat, dibalut sepotong rompi yang khas. Kebiasaannya bekerja hingga larut malam tak mengendur. Pada Kamis lalu, ketika Jakarta sudah gelap-gulita, kantornya di lantai 19 Wisma Indocement, Jakarta, masih terang-benderang. Pukulan terakhir yang menghantamnya, yang datang dari vonis dua pengadilan di Lampung, pun belum meluluhkan pendiriannya untuk berpuasa bicara di hadapan publik. ”Maaf, ini belum saatnya,” katanya kepada Tempo.

Seperti telah diberitakan, dua pekan lalu Pengadilan Negeri Kotabumi di Lampung Utara dan Pengadilan Negeri Gunung Sugih di Lampung Tengah mengabulkan gugatan PT Garuda Pancaarta dan Sugar Group Companies terhadap keluarga Salim. Garuda adalah perusahaan milik taikun Gunawan Jusuf yang pada 2001 membeli Sugar, pabrik gula terpadu di Lampung, dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Salim menyerahkan sahamnya di Sugar untuk membayar kewajibannya sebagai debitor Bank Central Asia sesuai dengan perjanjian master of settlement and acquisition agreement (MSAA), yang diteken pada 21 September 1998.

Dari sekian putusan, yang paling vital adalah vonis yang menyatakan Salim telah melanggar MSAA. Majelis hakim—kecuali satu hakim yang memberikan pendapat yang menyempal (dissenting opinion)—bersepakat dengan gugatan pihak Gunawan, bahwa Salim tak mematuhi amanat pasal 8.5 perjanjian itu. Sebab, saat dialihkan ke BPPN, status aset Sugar tak bersih (free and clear) dari segala bentuk jaminan utang (lien). Atas dasar itu, hakim menyatakan berbagai perjanjian yang dibuat setelah penandatanganan MSAA, termasuk yang berkaitan dengan kewajiban utang Sugar terhadap Marubeni Corporation dan kreditor lainnya, batal demi hukum dan tak punya kaitan apa pun dengan Garuda selaku pemilik baru Sugar. Konsekuensinya, keluarga Salimlah—selaku pemegang saham mayoritas awal—yang diperintahkan melunasi seluruh tunggakan.

Selain Salim, Marubeni dan kreditor lain juga divonis bersalah. Baik pihak Salim maupun Marubeni telah menyatakan banding.

Riwayat utang Marubeni berawal pada 1993 dan 1996, ketika dua anak perusahaan Sugar, PT Sweet Indolampung dan PT Indolampung Perkasa, meneken kontrak dengan Marubeni tentang pembangunan pabrik gula dan pasokan mesin, total senilai US$ 156 juta lebih. Marubeni Group Lenders merupakan kreditor mayoritas Sugar.

Putusan ini dipertanyakan keluarga Salim. Adik ipar Anthoni dan Wakil Presiden Direktur PT Indofood Sukses Makmur, Fransiscus Welirang, menyatakan. ”Kasus ini di-blow up hanya dengan mengutip sebagian data.” Di mata Frangky, demikian ia disapa, ada banyak bukti dan kesaksian penting yang disisihkan majelis hakim sebelum mengetukkan palu vonis.

Buat pihak Salim, Frangky melanjutkan, klausul 8.5 itu mengacu pada status saham yang tak sedang digadaikan ke pihak ketiga saat mereka serahkan ke BPPN—bukan pada aset dan berbagai kewajiban Sugar.

Untuk jelasnya, pasal 8.5 MSAA berbunyi, ”Sebelum atau saat tanggal efektif penyerahan saham akuisisi… pemegang saham dan orang terkait harus sudah melepas segala bentuk jaminan utang (lien)… atas semua saham yang diakuisisi dan atas setiap properti atau aset dari perusahaan yang diakuisisi.”

Di persidangan, interpretasi terhadap klausul ini telah diterangkan dua saksi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Bank Indonesia (BI). Dalam transkrip kesaksiannya, Damciwar Ade, auditor BPK yang lama menelisik kinerja BPPN, menyatakan status free and clear tersebut mengacu pada status saham yang ”tidak digadaikan, kemudian mendapat persetujuan dari kreditor” saat diserahkan obligor ke BPPN. Berkait dengan kewajiban perusahaan, status free and clear dikecualikan jika jaminan utang ”berasal dari kegiatan ekonomi perusahaan di masa lalu” dan diungkapkan secara transparan kepada calon pembeli.

Hal senada diterangkan Oei Hioe Tiong, Direktur Hukum BI. Di persidangan, ia menyatakan bahwa ”keadaan free and clear itu berlaku terhadap saham yang diserahkan, karena itulah pembayaran dari pemegang saham kepada BPPN.”

Masih tersangkutnya sejumlah kewajiban di aset perusahaan eks-Salim yang sahamnya diserahkan ke BPPN tak hanya terjadi di Sugar. Ambil contoh Astra, kata Frangky. Ketika menyerahkan 24 persen saham, perusahaan otomotif ini pun tidak bersih utang. Menurut laporan keuangan Astra tahun 2000, baru dua tahun setelah dilimpahkan restrukturisasi utang dirampungkan. ”Itu kan praktek bisnis yang wajar,” ujarnya. Karena yang dialihkan adalah kepemilikan saham, baik aset maupun kewajiban tetap melekat di perusahaan tersebut.

Tambahan lagi, berbagai kewajiban Sugar telah sedari awal dilaporkan Salim kepada BPPN, dan diketahui Garuda selaku pembeli. Dalam dokumen permohonan restrukturisasi utang ke BPPN pada Mei 2001, misalnya, total tunggakan Sugar tercatat sekitar Rp 1,6 triliun. Berbagai kolateral pun dinyatakan di situ, antara lain berupa hipotek tanah dan transfer fidusia pabrik-pabrik Sugar Group. Disetujui BPPN, perjanjian restrukturisasi diteken tiga bulan setelahnya.

Utang-utang itu, berikut mekanisme restrukturisasinya, juga telah diperinci dalam perjanjian pembelian Sugar oleh konsorsium Garuda, yang langsung diparaf dan diteken Gunawan Jusuf sendiri.

Pertanyaannya, kenapa Gunawan, yang telah mengetahui keberadaan utang itu sebelum membeli Sugar, kini menggugat.

Jawabnya, kata Hotman Paris Hutapea, kuasa hukum Garuda, karena kliennya saat itu tak tahu isi perjanjian MSAA. ”Kan tidak pernah diumumkan ke publik,” katanya. Hotman kukuh pada penafsirannya bahwa status free and clear di pasal 8.5 itu berkait langsung dengan aset Sugar, bukan dengan saham seperti yang diartikan pihak Salim serta BPK dan BI.

Lebih penting lagi, ia menambahkan, adalah tim bantuan hukum BPPN sendiri yang pernah menyimpulkan Salim melanggar MSAA karena tidak membersihkan segala lien Sugar, meski telah diberi tenggang waktu hingga tiga tahun setelah penandatanganan MSAA. ”Sudahlah, Bos, semua alasan itu sudah mereka kemukakan di pengadilan. Semuanya ditolak,” ia menegaskan.

Pengacara Salim menyergah. ”Itu manipulatif,” kata Todung Mulya Lubis, ”Motif gugatan ini kan untuk mengemplang utang.” Menurut Todung, tim hukum BPPN tidak mengambil kesimpulan tunggal. Sebagaimana diberlakukan pada obligor lain, tim itu mencatat sejumlah hal yang sudah dan belum dipenuhi Salim dalam MSAA. Penilaian ini, menurut dia, harus dilihat dalam proses yang utuh, yang berujung pada kesimpulan Komite Kebijakan Sektor Keuangan bahwa Salim telah memenuhi seluruh kewajibannya, dan berdasarkan itu, BPPN lalu menerbitkan surat keterangan lunas pada 2003. BPK pun mencatat, dibanding obligor lain, tingkat pengembalian aset Salim paling tinggi—mencapai 36,7 persen dari total kewajiban Rp 52,7 triliun.

Kemelut Sugar masih akan panjang berliku. Hasil akhir belum dapat diraba. Yang pasti, kata Anthoni Salim, ”Pada saatnya nanti, saya akan bicara.”

Karaniya Dharmasaputra

Jejak Perkara

Juni-Juli 1993 Kontrak SIL: Marubeni Corporation membangun dan memasok mesin Sugar Group (US$ 77,5 juta)

April-Agustus 1996 Kontrak ILP: Marubeni membangun dan memasok mesin Sugar (US$ 78,6 juta)

21 September 1998 Salim menandatangani MSAA dan menyerahkan saham di 108 perusahaan untuk melunasi utangnya sebagai debitor BCA senilai Rp 52,7 triliun.

6 Januari 2000 Laporan Lehman Brothers, Bahana, dan Danareksa tentang valuasi aset Salim. Utang Sugar diperinci di apendiks.

25 Mei 2001 Permohonan restrukturisasi utang Sugar ke BPPN, termasuk utang ke Marubeni.

29 Agustus 2001 Penandatanganan perjanjian restrukturisasi utang Sugar.

21 September 2001 Info memo tentang kondisi Sugar dari PT Holdiko Perkasa. Posisi utang Sugar dan restrukturisasinya diterangkan.

29 November 2001 Perjanjian pembelian saham dan transfer pinjaman bersyarat Sugar antara Holdiko dan konsorsium PT Garuda Panca Arta milik Gunawan Jusuf. Posisi utang dan restrukturisasinya diperinci.

12 Desember 2001 Surat Direktur Holdiko Scott Coffery: Memerintahkan anggota direksi dan komisaris Sugar mengundurkan diri.

4 Januari 2002 Surat Gunawan Jusuf kepada BPPN: Minta mengalihkan aset Sugar, termasuk inventori 84 ribu ton stok gula dan deposito Rp 341 miliar di rekening Jakarta dan Rp 56 miliar di Bandar Lampung, ke Garuda.

12 Maret 2003 Surat Firma Hukum Serwer, kuasa hukum SIL dan ILP, kepada Oliver Wright, kuasa hukum Marubeni: Garuda menawarkan promes US$19 juta untuk penyelesaian sengketa utang Marubeni.

23 Oktober 2003 Surat Keterangan Lunas BPPN: Keluarga Salim telah menyelesaikan seluruh kewajibannya sebagaimana dipersyaratkan MSAA.

23 Agustus 2006 Marubeni menagih utang Sugar.

Oktober 2006 Pihak Gunawan Jusuf melaporkan keluarga Salim dan mantan pejabat BPPN ke polisi, dan mendaftarkan gugatan perdata di PN Kota Bumi dan PN Gunung Sugih.

30 November 2006 Hasil Pemeriksaan BPK: Tidak menemukan ketidaksesuaian yang material dalam proses penjualan aset oleh BPPN dan Holdiko.

22 Februari 2007 Marubeni menggugat SIL wanprestasi di PN Jakarta Pusat.

12 November 2007 PN Kota Bumi memenangkan gugatan pihak Gunawan.

13 November 2007 PN Gunung Sugih memenangkan gugatan pihak Gunawan.

StatusPerusahaan Sugar Group CompaniesSaham Dijual (%)Outstanding Feb 2001 (Rp miliar)
Diserahkan Salim ke BPPNGPM (PT Gula Putih Mataram)62,323,2
ILP (PT Indolampung Perkasa)80,0930,2
SIL (PT Sweet Indolampung)100,0580,3
ILD (PT Indolampung Distillery)71,638,4
Total Outstanding1.572,1
Tidak diserahkan Salim ke BPPNILCM (PT Indolampung Cahaya Makmur)Tidak dijual-
ILBM (PT Indolampung Buana Makmur)Tidak dijual-

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus