Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH surat dari kantor pengacara Hotma Sitompoel tiba di meja Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy. Ditandatangani empat pengacara firma hukum itu, surat yang datang pada Kamis empat pekan lalu itu menyertakan pula dua lembar surat dari sebuah klinik di Singapura. Isinya: Hartono Tanoesoedibjo perlu istirahat selama tiga hingga empat pekan.
Ini memang surat untuk membalas panggilan Kejaksaan Agung terhadap pengusaha yang juga adik Hary Tanoesoedibjo, bos grup Media Nusantara Citra itu. Sebelumnya, Kejaksaan Agung sudah melayangkan dua kali panggilan kepada Hartono, masing-masing pada 23 Desember 2008 dan 8 Januari 2009.
Bukannya datang, tapi, ya itu tadi, surat keterangan dari Gleneagles Medical Centre, Singapura, yang muncul. Dalam surat itu, Yeoh, dokter yang memeriksa Hartono, menyatakan setelah menjalani tes gastroscopy dan colonoscopy, Hartono dinyatakan mengidap penyakit maag dan darah tinggi. Adapun dokter Mak Koon Hou—dari Mak Heart Clinic—menyebut Hartono mengalami gangguan jantung.
Kejaksaan memanggil Hartono dalam kasus dugaan korupsi pada Sistem Administrasi Badan Hukum atau yang populer dengan sebutan Sisminbakum. Kasus yang diduga merugikan negara sekitar Rp 400 miliar itu sudah disidik kejaksaan sejak sekitar lima bulan silam. Kejaksaan sudah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka, antara lain, mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Romli Atmasasmita dan Zulkarnain Yunus, serta Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Syamsuddin Manan Sinaga. Hartono sudah diperiksa kejaksaan sebagai saksi pada 11 November silam, untuk ketiga tersangka itu.
Nama Hartono santer disebut-sebut ketika kejaksaan memeriksa tersangka Yohanes Waworuntu, Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika. Sarana adalah rekanan Koperasi Pengayoman Departemen Hukum dalam menjalankan Sisminbakum. Kepada penyidik yang memeriksanya pada 12 Desember silam, Yohanes mengaku dirinya diperalat dan dijadikan boneka oleh Hartono.
Hartono dan Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo disebut-sebut sebagai pemegang saham mayoritas PT Sarana. Mereka masuk ke Sarana lewat PT Bhakti Asset Management. Namun, kepada Tempo, pengacara Hartono, Andi Simangunsong, menegaskan bahwa kliennya itu tak memiliki saham di PT Sarana.
Kendati soal kepemilikan saham itu masih simpang-siur, yang jelas, seorang sumber Tempo di kejaksaan membenarkan ihwal besarnya andil Hartono dalam kasus ini. Terbukti dari sejumlah dokumen dan pengakuan saksi-saksi yang menyatakan semua uang yang keluar dari rekening Rekatama harus sepengetahuan Hartono. Sumber Tempo membisikkan, status Hartono yang awalnya sebagai saksi pun sudah diusulkan untuk ditingkatkan jadi tersangka. ”Karena itu, kejaksaan pada 24 Desember lalu meminta imigrasi mencekal Hartono,” ujar sang sumber.
Tapi terlambat. Tiga hari sebelum cekal itu diturunkan, Hartono sudah meluncur ke Singapura. Menurut Andi, Hartono mulai berobat sejak 21 Desember 2008.
Kejaksaan Agung tak begitu saja percaya dengan surat keterangan sakit itu. Kejaksaan meminta Departemen Luar Negeri mengecek perihal sakitnya Hartono ke rumah sakit tempatnya berobat. Juru bicara Departemen Luar Negeri, Teuku Faizasyah, menutup mulut perihal hasil kerja departemennya. ”Hasilnya sudah kami sampaikan ke kejaksaan dua pekan lalu,” katanya. Kepada Tempo, Marwan Effendy menyatakan Hartono selama ini ternyata tidak dirawat di rumah sakit. ”Dia hanya rawat jalan.”
Menurut Marwan, tindakan Hartono dapat dikategorikan menghambat penyidikan. ”Dia bisa diancam hukuman pidana tiga tahun,” katanya. Tapi, lantaran ada surat dokter, ujar Marwan, pihaknya tetap memperhatikan hal ini. ”Kami hanya menggugah dia untuk segera datang dan memberikan kesaksian.”
Menurut sumber Tempo di Singapura, Hartono sebenarnya masih bolak-balik berobat ke klinik. Hanya, menurut sumber itu, kondisi Hartono masih terlihat gagah. Soal ini Andi enggan berkomentar. ”Kalau yang tertulis bilang dia harus istirahat, itulah yang benar,” katanya.
Yang pasti, jika berdasarkan surat dokter yang dikirim ke kejaksaan, masa istirahat Hartono memang telah selesai pekan lalu. Akankah Hartono muncul ke kejaksaan? Tidak juga.
Untuk yang ini, lagi-lagi Hartono sudah menyiapkan senjatanya: surat keterangan sakit ”jilid dua”. Surat itu, menurut sumber Tempo, bahkan sudah dilayangkan Hartono ke meja Marwan, Jumat pekan lalu. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Muhammad Farela tak membantah soal ini. ”Dia minta waktu empat pekan lagi,” kata Farela.
Marwan sendiri menyatakan belum menyiapkan tindakan yang akan diambil kejaksaan untuk menghadapi alasan masih sakitnya Hartono itu. ”Kami masih mengkaji langkah apa yang akan diambil,” ujarnya.
Rini Kustiani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo