Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PAGI yang cerah di Batam, akhir September lalu. Seperti biasa, sebelum menjalani rutinitas harian, Ali Fauzi, 42 tahun, bercengkerama dengan anak dan istri di teras rumah. Keriuhan keluarga itu pecah saat tiga polisi berpakaian serba hitam dengan senjata lengkap memasuki pekarangan.
Basa-basi sejenak, salah seorang polisi lalu memberi tahu Ali bahwa mobil sedan Mercy E220 miliknya merupakan barang selundupan alias ”bodong”. Ali diminta menyerahkan kunci dan mobilnya yang dia beli secara kredit tiga tahun lalu itu.
Ali mencoba melawan. Pengusaha barang elektronik di Batam ini keukeuh bahwa mobilnya dibeli secara legal melalui salah satu showroom terbesar di Kota Batam. Mobil itu dilengkapi buku pemilik kendaraan bermotor, surat tanda nomor kendaraan, serta formulir bebas bea (form BB).
Perlawanan Ali patah saat polisi menegaskan bahwa semua surat kepemilikan kendaraan itu palsu. ”Diterbitkan dengan surat pendukung palsu,” kata Ali, menirukan ucapan polisi, Kamis dua pekan lalu. Mobil berwarna hitam metalik yang di dalam surat kendaraan disebut produksi tahun 2002 itu pun berpindah ke tangan polisi.
Hari itu, dari rumah Ali yang terletak di kompleks Batam Centre, polisi terus bergerak, merazia mobil-mobil mewah di wilayah Batam yang diduga menggunakan dokumen palsu. Tak hanya di jalan raya, polisi mendatangi rumah-rumah warga yang memiliki mobil mewah.
Selama tujuh hari operasi, tim yang dipimpin langsung oleh Direktur Keamanan dan Transnasional Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Brigadir Jenderal Saud Usman Nasution itu berhasil merazia 104 mobil mewah.
Mobil mewah berbagai merek itu, seperti BMW X5, Lexus E240, Lexus RX300, Toyota Wish, Land Cruiser, BMW 530i, Mercedes-Benz, Volkswagen Tiguan, dan Jaguar, kini terparkir di halaman Markas Kepolisian Daerah Kepulauan Riau.
Bagi Jaswardi, 49 tahun, menyelundupkan mobil mewah ke Batam bukan hal sulit. Terdapat 60-an pelabuhan tikus sebagai pintu masuk. Mobil-mobil mewah itu biasanya dibeli dari Singapura atau Malaysia. Untuk menghindari kecurigaan petugas, mobil-mobil itu dimasukkan ke Batam pada malam hari.
Dari Singapura, mobil-mobil itu dinaikkan ke kapal kayu bermuatan lima hingga enam mobil pada pukul 10 malam. Persis tengah malam, kapal akan tiba di Batam. Biasanya dipilih pelabuhan tikus yang landai dan tidak berpasir. ”Karena pasir akan mengganggu kelancaran bongkar-muat,” Jaswardi mengisahkan.
Saat orang tengah tertidur lelap itulah mobil-mobil dibawa dari pelabuhan ke showroom. Tiap sopir dibekali surat form BB yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk berjaga-jaga kalau dipergoki polisi. Form BB yang tentu saja palsu ini cukup sakti karena menunjukkan mobil tersebut bebas bea masuk.
Langkah selanjutnya adalah membuat surat kendaraan, dengan memalsukan tahun produksi, nomor mesin, dan jenis mobil. Semua data dipalsukan dan dibuat seolah-olah kendaraan masuk ke Batam sebelum pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003. Peraturan yang mengatur pajak pertambahan nilai dan penjualan barang mewah itu diberlakukan di Batam per 1 Januari 2004.
Semua kendaraan yang masuk ke Batam setelah pemberlakuan peraturan itu akan dikenai pajak barang mewah. Rupanya, importir tak kurang akal. Untuk menghindari pajak, dalam surat kendaraan, tahun produksi sengaja dibuat sebelum 2003, sehingga keuntungan berlipat bisa diraih.
Tak sulit mendapatkan semua surat itu. Memanfaatkan oknum di kepolisian serta di Bea dan Cukai, dokumen bisa dengan mudah didapat. ”Siapa sih yang tidak mau duit?” kata Jaswardi.
Kuatnya keterlibatan aparat kepolisian dan pegawai Bea-Cukai ini, menurut Jaswardi, menyebabkan praktek penyelundupan mobil di Batam tak pernah sampai ke meja hukum.
Banyaknya pintu masuk dan mudahnya mengurus surat kendaraan menjadikan Batam sebagai ”surga” bagi para penyelundup mobil mewah. Apalagi, dengan harga murah, mobil-mobil itu akan cepat laku di pasaran—sebuah bisnis yang menggiurkan bagi importir nakal.
Data Kepolisian Daerah Kepulauan Riau menyebutkan, pada 2007 saja, ada 3.068 mobil yang masuk ke Batam secara ilegal. Diperkirakan jumlah ini terus bertambah setiap tahun dan menimbulkan kerugian negara yang tidak sedikit. ”Hitungan kami terakhir saja, negara dirugikan Rp 900 miliar,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi.
Dua pekan setelah operasi itu dilakukan, Markas Besar Polri kembali mengirimkan tim ke Batam. Kali ini tim yang dikirim berasal dari Divisi Profesi dan Pengamanan, untuk memeriksa kemungkinan adanya aparat kepolisian yang terlibat. Ito belum bisa memastikan apakah pemeriksaan akan sampai ke tingkat Kepala Polda ataupun Direktur Lalu Lintas. ”Karena kadang-kadang Direktur atau Kapolda tidak tahu ulah anak buahnya,” kata Ito.
Rupanya, gertakan polisi hanya keras di awal. Setelah hampir satu bulan melancarkan operasi, polisi belum menetapkan satu orang pun sebagai tersangka—meski berbagai cara telah dilakukan, termasuk meminta keterangan dari pegawai Bea-Cukai.
Awal bulan ini, penyidik menyebut tujuh orang calon kuat sebagai tersangka. Mereka diduga terlibat karena terkait dengan proses penjualan dan distribusi mobil, yakni MRD pemilik showroom dan importir, HS, AT, RD, JC, YN, dan HD. ”Belum ada tersangka. Semua masih didalami,” kata Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Brigadir Jenderal Ketut Untung Yoga Ana, Jumat pekan lalu.
Lain polisi, lain pula Bea-Cukai. Sejak kasus ini mencuat ke permukaan, Bea-Cukai belum memeriksa satu pun pegawainya. Kepala Seksi Layanan Informasi Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Batam Iwan Kesuma memastikan tak ada pegawai Bea-Cukai di Batam yang terlibat. Menurut Iwan, kasus penyelundupan mobil yang saat ini ditangani polisi terjadi pada era pegawai lama. ”Form bebas bea diterbitkan oleh pejabat lama, dan mereka sudah dipindahkan semua,” kata Iwan.
Erwin Dariyanto (Jakarta), Rumbadi Dalle (Batam)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo