Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Teman Seangkatan di Balik Timung

Dewan Perwakilan Rakyat setuju Timur Pradopo duduk di kursi Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Membentuk tim sukses.

18 Oktober 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HIRUK-pikuk pencalonan Timur Pradopo sebagai Kepala Kepolisian RI berujung antiklimaks. Komisi III DPR akhirnya setuju pada calon yang disodorkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini. Kata mufakat terbit setelah Dewan melakukan uji kela­yakan dan kepatutan terhadap Timur, Kamis pekan lalu. Dalam rapat sejak pukul sebelas siang hingga setengah dua belas malam itu semua fraksi secara aklamasi menerima Timur.

Tiga fraksi yang selama ini bersuara keras—Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Keadilan Sejahtera—bertekuk lutut. Juru bicara Fraksi Golkar, Deding Ishak, menyatakan ”menyetujui untuk mengangkat Komisaris Jenderal Timur Pradopo sebagai Kapolri”. Sejumlah pendukung Timur, yang kebanyakan polisi berpakaian sipil dan memenuhi bagian luar ruang sidang, riuh bertepuk tangan. Suara tepuk tangan tambah keras ketika Eva Kusuma Sundari, juru bicara Fraksi PDI Perjuang­an, juga menyatakan dukungan.

Pencalonan Timur sejak awal memang kontroversial. Dia bukan calon­ yang diajukan Kepala Kepolisian Bam­bang Hendarso Danuri, pertengahan September lalu. Pilihan Bambang Hendarso justru pada Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Nanan Soekarna dan Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Komisaris Jenderal Imam Sudjarwo. Yudhoyono tak suka pada Nanan yang dinilai terlalu politis. Nanan dikabarkan telah bertemu sejumlah pemimpin partai untuk mendapatkan dukungan. Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie salah satunya.

Imam, yang awalnya didukung Yudhoyono, ditolak­ oleh Golkar dan Partai Ke­adilan Sejahtera. Menjagokan Imam, SBY mengatrol pangkatnya tiba-tiba: lulusan Akademi Kepolisian tahun 1980 ini naik dari inspektur jenderal menjadi komisaris jenderal. Langkah ini yang menimbulkan kritik. Apalagi ada rumor pengangkatan Imam merupakan ”bumper” naiknya Pangko­strad Pramono Edhie Wibowo menjadi Kepala Staf Angkatan Darat. Imam dan Pramono teman seangkatan di akademi militer. Dulu polisi berada dalam payung militer.

l l l

NAMA Timur muncul pada Senin siang dua pekan lalu. Ia, yang semula Kepala Kepolisi­an Daerah Jakarta Raya berpangkat inspektur jenderal, Senin siang naik pangkat jadi komisaris­ jenderal sekaligus­ dilantik menjadi Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan. Sorenya, Bambang Hendarso mengaju­kannya sebagai ca­lon­ Kapolri dan ma­lamnya Presiden memberikan tanda tangan untuk di­usulkan ke Dewan Perwakilan Rakyat.

Ketika nama Timur diusung ke Senayan, ia segera jadi omongan. Soalnya, hanya tiga hari setelah Presiden mene­ken pencalonan Timur sebagai Tribrata Satu—sebutan Kepala Kepoli­sian RI—ia bertemu pemimpin Dewan. Ini tak lazim dan tidak pula diatur dalam tata tertib DPR. Sebanyak 33 anggota Komisi III dari semua fraksi menyampaikan mosi tidak percaya kepada pemimpin Dewan. Kisruh ini kini dibahas di Badan Kehormatan DPR.

Terkesan, dalam uji kelayakan dan kepatutan, penentang Timur di DPR bersuara lantang. Gayus Lumbuun da­ri PDIP mempersoalkan pertemuan Ti­mur dan pimpinan Dewan. Gayus­ ju­ga mempermasalahkan Presiden yang tidak memberikan alasan pencalonan Timur selain bahwa Bambang Hendarso pensiun. ”Padahal undang-undang mensyaratkan ada alasan pencalonan,” kata Gayus.

Benny Kabur Harman (Partai Demo­krat), ketua komisi sekaligus pemimpin sidang, minta Gayus menyampaikan pendapatnya pada sesi pandangan fraksi. Gayus menolak. Suasana tambah panas ketika Ruhut Sitompul, anggota Fraksi Partai Demokrat, menye­rang Gayus dengan sebutan cengeng. Gayus bertahan untuk diberi kesempatan. Benny yang berasal dari Partai Demokrat tak mempedulikan Gayus­ dan mempersilakan Timur memberikan pernyataan penutup pada uji kepa­tutan dan kelayakan.

Sebelum Benny mengetukkan palu skors, Gayus kembali menginterupsi.­ Benny melontarkan kalimat bernada­ tinggi. ”Tidak ada. Saya ketuanya. Saya minta Anda diam!” Gayus menyela dengan nada tinggi pula, ”Ini bukan persoalan diam. Ini aspirasi dan pertanyaan anggota!” Benny menatap tajam mata Gayus. Air muka Benny memerah dan berteriak, ”Diam saya bilang!” Benny pun langsung ambil keputusan rapat skors seperempat jam untuk menyusun pandangan fraksi. Gayus tak mau kalah. ”Belum skors. Ada apa ini? Pimpinan kok punya kepentingan. Tidak boleh itu!”

Sibuk bertengkar tentang hal yang tak prinsipiil, DPR tak mengajukan pertanyaan penting mengenai harta­ Timur yang melonjak lebih dari sera­tus persen dalam dua tahun. Dari Rp 2,1 miliar dua tahun lalu menjadi Rp 4,4 miliar per Agustus lalu.

l l l

MENURUT sumber Tempo di kepolisian, hingga Kamis malam, 7 dari 54 anggota Komisi III menyatakan belum bulat mendukung Timur Pradopo. Ada kekhawatiran, jumlah mereka membesar seperti pada malam sebelum rapat uji kepatutan dan kelayakan.

Dua hari sebelum uji kepatutan dan kelayakan, 17 anggota Komisi III me­mint­a agar keputusan soal Timur diambil melalui pemungutan suara. Mereka ber­asal dari PDI Perjuangan, Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera. Dua partai terakhir masuk koalisi partai­ pendukung pemerintahan Yudhoyono.

Sumber itu menyebutkan sejumlah­ pentolan Komisi, Rabu malam, berte­mu­ di pusat belanja Pacific Place, Ja­kar­­ta. Pertemuan ini dicium pendukung Timur Pradopo. Mereka khawatir­ Timur dipilih melalui voting alias tidak aklamasi. Ada pula kekhawatiran sebagian anggota DPR akan walk out. Jika ini terjadi, Timur bisa kehilangan muka.

Seorang yang malang-melintang di kepolisian mengatakan, Timur punya empat orang anggota tim sukses—teman seangkatannya di Akademi Kepolisian lulusan 1978. ”Mereka yang menggarap suara di DPR,” kata dia. Dalam pertemuan tertutup dengan para kepala kepolisian daerah se-Indonesia di Jakarta, Jumat dua pekan lalu, Kepala Kepolisian Bambang Hendarso Danuri menyerukan agar semua jenderal di Markas Besar Kepolisian maupun di kepolisian daerah menyukseskan Timur. Jumat malamnya, lulusan Akademi Kepolisian 1978 berkumpul di Jakarta untuk konsolidasi menjaga Timur agar lolos dengan mulus.

Eva Kusuma Sundari dari PDI Perjuangan menyatakan tak tahu-menahu soal pertemuan di Pacific Place. Yang pasti, sejak awal Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyatakan partainya tak akan menjegal Timur. Kalaupun voting, juga tak akan berarti. Terlebih lagi, Undang-Undang Kepolisian tak mengatur mekanisme jika Dewan menolak calon yang diajukan presiden.

Senada dengan Eva, Nasir Djamil dari Partai Keadilan Sejahtera juga menyatakan tak berupaya menjegal Timur. Suara partai koalisi partai pendukung pemerintah bulat menyokong Timur karena sudah ada komunikasi di antara pemimpin partai. ”Saya hanya anak bu­ah menjalankan perintah,” kata dia.

Timung, panggilan akrab Timur Pradopo, tak mau banyak bicara. Setelah menjalani uji kelayakan, ia hanya me­nebar senyum. ”Terima kasih,” katanya.­ Aqua Dwipayana, salah seorang kon­sul­tan pribadi Timur, mengatakan tak ada tim sukses. ”Dia ikhlas dan tanpa beban.”

Sunudyantoro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus