Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERBEKAL pasfoto dan nomor telepon, tujuh penyidik polisi meluncur ke Hotel Grand Hyatt di kawasan Bundaran HI, Jakarta. Pagi, 2 Desember tahun lalu, tatkala para tamu sedang asyik sarapan di Grand Café di lobi hotel bintang lima itu, mereka menyergap seorang buron internasional asal Rumania.
Kedatangan tim ini tak mengganggu acara makan pagi tamu hotel, karena mereka tidak memakai seragam polisi. Mengedarkan pandangan mata ke seluruh ruangan, di salah satu meja mereka melihat seorang pria bule yang wajahnya cocok dengan foto yang mereka kantongi. Wajahnya oval, kepalanya botak, dan satu-satunya ciri yang membedakannya: wajah itu kini berkumis dan bercambang.
Untuk memastikan bahwa mereka tak akan salah tangkap, seorang anggota tim mencoba menghubungi nomor telepon seluler orang itu. Tak meleset, pria yang mereka curigai di kafe itu mengangkat teleponnya. ”Langsung kami tangkap,” kata Direktur Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Brigadir Jenderal Raja Erizman, Rabu dua pekan lalu, di kantornya. Sebelumnya, mereka juga mengetes nomor ponsel sang buron ketika ia berada di Hotel Grand Hyatt Jakarta.
Unit Cyber Crime di Direktur Ekonomi Khusus Markas Besar Kepolisian RI telah menerima informasi penting dari Interpol Rumania: Popa pernah memakai nomor ponsel di Indonesia. Polisi di negara itu meminta Popa dimasukkan ke red notice atau daftar buron internasional. Foto beserta profil Popa disebar ke polisi di seluruh dunia.
Nicolae Popa, 46 tahun, tak melawan saat diringkus. Kepada penyidik yang menangkapnya, ia mengakui berkewarganegaraan Rumania. Popa merupakan terpidana 15 tahun kasus penipuan dan penggelapan investasi di Rumania. ”Dia ini kayak Robert Tantular di sini,” kata Raja Erizman.
Polisi memang telah bergerak cepat, seraya membentuk tim untuk membekuk Popa. Sehari sebelumnya, polisi sudah memberi tahu manajemen hotel akan menangkap salah satu tamu. Di tempat ini, Popa sudah tinggal hampir seminggu. Tim ini juga dibekali surat penangkapan.
Dari hotel, Popa digiring ke Markas Besar Polri. Di ruang pemeriksaan, ia memberikan jawaban berbelit-belit. Salah satu penyidik yang ikut memeriksa mengatakan Popa hanya mau menjawab pertanyaan yang ada hubungannya dengan kasusnya. Adapun kehidupan pribadinya selama di Indonesia ditutup rapat. Dia juga baru akan menjawab kalau ditanya dalam bahasa Inggris. ”Padahal sebenarnya sudah bisa bahasa Indonesia,” kata penyidik itu. Terpaksa polisi menyewa penerjemah tersumpah untuk menyusun berita acara pemeriksaan.
Popa juga sangat tertutup. Permintaan Tempo, lewat penyidik, untuk wawancara juga ditolak. ”Orang Kedutaan Rumania saja ditolak,” kata penyidik itu. Selama di penjara, Popa hanya mau berjumpa dengan pengacaranya. Dia menunjuk dua pengacara kondang: Otto Hasibuan dan Henry Yosodiningrat. ”Dulu sempat mendampingi dia, tapi sekarang sudah tidak lagi,” kata Henry.
Mantan Direktur Gelsor itu pada 11 Juni 2000 kabur dari Rumania setelah praktek penipuan dan penggelapan dana investasi nasional atau Fondul National de Investitti terungkap. Praktek tipu-tipu dengan menggunakan skema Ponzi ini memakan korban hingga 130 ribu investor. Skema Ponzi ini dijalankan dengan cara menawarkan keuntungan besar kepada investor. Keuntungan itu dibayar dari dana investor berikutnya. Hingga borok ini terungkap, Mei 2000, dana yang dikeruk Popa dari investor itu mencapai 1,2 juta euro.
Atas dosanya itu, pengadilan Bukares, Rumania, pada 2006, memvonis pria ini bersalah telah melakukan penipuan investasi. Dia dihukum 15 tahun penjara. Putusan ini dikuatkan oleh putusan kasasi pada 2009 sehingga berkekuatan hukum tetap. Dia diadili secara in absentia karena lari ke luar negeri. Tentu saja putusan itu tidak dapat dieksekusi karena ia lebih dulu kabur. Sejak 2002, Popa sudah menetap di Pulau Bali. Sebelum ke Bali, Popa singgah di Thailand.
Meski berstatus buron, Popa datang ke Bali dengan menggunakan visa turis selama 20 hari. Di Pulau Dewata, pria kelahiran 28 Februari 1964 ini merasa betah. Dia lalu mendapat kartu izin tinggal sementara. Setelah lima tahun tinggal di Bali, Popa mengajukan izin tinggal tetap. Popa tetap menggunakan identitas aslinya selama di Indonesia.
Popa menetap di Kabupaten Badung. Pada 2005, Popa sempat mendirikan perusahaan. Dia menggunakan bendera PT Caascorm International Trading. Perusahaan ini bergerak di bidang ekspor-impor furnitur. ”Ditelusuri ke Bali, kantornya sudah dipakai perusahaan lain,” kata salah satu penyidik kepada Tempo.
Menurut Raja Erizman, polisi sebenarnya diminta melepaskan Popa dari tahanan. Permintaan itu datang dari kuasa hukumnya. ”Saya tidak mau, karena ini menyangkut nama baik Indonesia,” kata Erizman. Dia yakin mendulang untung dari penangkapan Popa ini. Polisi di negara-negara Uni Eropa diharapkan membantu Indonesia menangkap buron yang kabur ke benua biru tersebut.
Berita tertangkapnya Popa di Indonesia disambut sukacita pemerintah Rumania. Presiden Rumania mengirim surat khusus ke Presiden Yudhoyono meminta Popa diekstradisi ke Rumania. Direktur Hukum Internasional Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Chairijah membenarkan soal surat permintaan ekstradisi itu. ”Dia orang yang paling dicari pemerintah Rumania,” kata Chairijah. Namun juru bicara Presiden, Dino Patti Djalal, mengatakan tidak mengetahui perihal surat untuk Presiden Yudhoyono tersebut. ”Kalau informasi ada orang Rumania tertangkap di sini, saya tahu,” ujar Dino, dua pekan lalu.
Menurut Chairijah, Indonesia dan Rumania tidak memiliki perjanjian ekstradisi. Namun pemerintah Rumania dapat meminta Indonesia mengekstradisi Popa. Permintaan itu harus disampaikan ke Kementerian Hukum dan HAM. Sebelum permintaan tersebut disetujui, Menteri Hukum dan HAM akan melihat apakah Popa memenuhi syarat untuk ekstradisi. Misalnya, kejahatan yang dilakukan Popa di Rumania juga merupakan kejahatan di Indonesia. Syarat lain, orang yang akan diekstradisi bukan buron kasus politik dan terorisme.
Berkas pemeriksaan polisi juga harus dilempar ke pengadilan lewat jaksa. Putusan ini untuk mengetahui kelengkapan administrasi buron tersebut. ”Kalau pidananya tidak diadili di sini,” kata Chairijah. Setelah diputus pengadilan dan tidak ada keberatan dari Kementerian Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM akan mengajukan surat permohonan ke Presiden agar mengekstradisi buron tersebut.
Keberhasilan polisi Indonesia menangkap Popa itu juga akan ”dipamerkan” saat konferensi pencegahan kejahatan transnasional, 12-19 April mendatang, di Salvador, Brasil. ”Sehingga negara-negara lain tahu,” kata Chairijah. Indonesia dan Uni Eropa, dia melanjutkan, termasuk negara yang sudah meratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang kejahatan transnasional terorganisasi. Tim ini juga dibekali surat penangkapan. Chairijah belum mengetahui apakah Popa membawa uang hasil tipu-tipu di Rumania ke Indonesia. ”Akan kami lihat dulu apakah dia berinvestasi di sini,” ujarnya.
Pemulangan Popa ke Rumania tinggal menunggu keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Chairijah mengatakan surat permohonan ekstradisi untuk Popa sudah dikirim ke Presiden dua pekan lalu. ”Sampai sekarang, keputusan Presiden tentang ekstradisi Popa belum turun,” kata Chairijah.
Sutarto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo