Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=2 color=#FF0000>Makelar Kasus Pajak</font><br />Sekardus Uang Sebelum Makan Siang

Direktorat Keberatan dan Banding adalah surga bagi makelar kasus pajak. Mengharapkan peniup peluit.

5 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERISTIWA itu terjadi pada 2002. Pengusaha bidang transportasi di Jakarta Selatan, sebut saja namanya Fulan, didatangi tiga pemeriksa kantor pajak. Mereka menyodorkan surat resmi pemeriksaan pajak dan bertanya apakah perusahaan itu sudah diperiksa perihal kewajibannya. Fulan menggeleng. Beberapa hari kemudian, pemeriksa itu menyebutkan kewajiban pajak perusahaan Fulan Rp 4 miliar.

Fulan kaget: mengapa bebannya sebegitu besar? Pemeriksa itu menyatakan perusahaan Fulan tak memasukkan pajak pertambahan nilai pelanggan. Dari mana si pemeriksa mempunyai data itu? ”Mereka bilang membeli data dari orang dalam kantor saya Rp 300 juta,” kata pengusaha itu.

Pengusaha itu diminta datang ke kantor pajak pusat. Pemeriksa membeberkan pelanggaran pajak korbannya. Fulan membantah karena merasa tak lalai membayar. ”Tapi mereka selalu punya argumen hukum,” katanya. ”Sedangkan kami tak menguasai aturannya.”

Fulan meminta keringanan. Kongkalikong terjadi. Ia dan pemeriksa beberapa kali bertemu di luar kantor pajak. Akhirnya si pemeriksa menyebut uang pelicin Rp 1,5 miliar. ”Mereka masih muda dan tak ada takutnya sama sekali,” kata pengusaha itu.

Fulan tak punya banyak pilihan. Konsultan pajak yang disewa perusahaan menyatakan posisi mereka lemah. Pemeriksa mengancam akan memperkarakan Fulan di pengadilan. Tak punya harapan, pengusaha itu memutuskan membayar Rp 1,5 miliar ditambah Rp 300 juta untuk denda ke negara.

Fulan bersama dua rekannya datang ke kantor pajak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, membawa uang dalam tas ransel dan jinjing. Mereka datang menjelang makan siang. Tanpa dihitung, uang dimasukkan ke kardus lalu ditutup koran. ”Banyak pegawai di sana, tapi orang di situ biasa saja,” katanya.

Si pemeriksa menjamin surat kete­tapan pajak segera keluar dan Fulan tak akan kena masalah lagi. Seminggu kemudian surat itu benar benar terbit. Fulan menarik napas dalam dalam.

l l l

PENYELEWENGAN di kantor pajak mencuat setelah terbongkarnya kasus Gayus Halomoan P. Tambunan. Kamis pekan lalu Gayus diperiksa polisi setelah kembali dari Singapura. Direktorat Pajak menonaktifkan 10 pegawai di Direktorat Keberatan dan Banding Kantor Pajak untuk diperiksa.

Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo mengakui adanya penyimpangan di lembaganya. Tahun ini Direktorat Pajak memberikan sanksi kepada 516 pegawai di seluruh Indonesia. ”Kita akan memperketat pengawasan,” katanya. Menurut Tjiptardjo, reformasi pajak sejak 2006 sebetulnya sudah mempersempit ruang gerak markus seperti Gayus. Kini tim penyidik pajak sedang mendalami keterlibatan wajib pajak serta pejabat di Direktorat Keberatan dan Banding.

Tjiptardjo mengatakan semua tingkatan di Direktorat Pajak sudah memiliki standar operasi untuk mempersempit ruang gerak pegawai yang nakal. Direktorat ini telah pula membuat mekanisme whistle ­blower bagi publik dan sekarang dibuka pula untuk kalangan internal. Maksudnya, mereka yang melaporkan penyelewengan pajak akan mendapat kompensasi dan perlin­dungan.

Direktorat Pajak telah pula bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk memeriksa pegawai yang bekerja di pos yang rawan penyelewengan. Pekan lalu direktorat ini telah menyerahkan daftar nama semua karyawan pajak di bagian pemeriksa, account representative, penelaah keberatan, dan juru sita.

Tapi mengapa kasus Gayus tetap terjadi? Sumber Tempo di Direktorat Pajak mengatakan Gayus adalah pegawai yang lihai. Dalam berita acara pemeriksaan, Gayus diberi tugas pimpin­annya, Bambang Heru Ismiarso, untuk hadir dalam sidang pengadilan pajak. Tugasnya mempertahankan hasil banding dan menjawab pertanyaan hakim serta wajib pajak.

Petugas pajak yang hadir dalam sidang bisa memutuskan jawaban tanpa koordinasi dengan pimpinan. Seharusnya, kata sumber itu, wakil pajak di pengadilan itu seseorang yang memiliki integritas dan kapasitas bidang hukum juga. ”Gayus malah melemahkan posisi Direktorat Pajak,” kata sumber itu.

Umumnya keberatan wajib pajak ditolak Direktorat Keberatan, lalu dilempar ke pengadilan. Kecenderungan penolakan Direktorat Keberatan berlangsung lama.

Bagian Keberatan juga akan repot kalau menerima permohonan wajib pajak. Soalnya, pemeriksaan harus diulang dan petugas investigasi harus turun tangan. ”Proses ini merepotkan, sehingga serahkan saja ke pengadilan,” kata sumber itu. ”Di pengadilan, kasus lalu dimain­kan oleh orang semacam Gayus.”

Yandi M.R.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus