Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=2 color=#FF9900>Marwoto:</font><br />Masalah Muncul pada Detik Terakhir

9 Maret 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PILOT Garuda, Mochammad Marwoto, kini menunggu jatuhnya vonis penjara. Marwoto, kapten pilot yang telah menerbangkan Boeing 737 milik Garuda ke semua rute dalam dan luar negeri sejak 2001, diadili karena kesimpulan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi menyatakan, kecelakaan terjadi karena faktor kesalahan manusia alias human error. Polisi lantas menyidiknya sebagai tersangka. Proses peradilan Marwoto memicu protes asosiasi pilot dan perdebatan tentang kriminalisasi pilot. Jaksa mendakwanya sengaja menjatuhkan pesawat dengan mengabaikan masukan anak buahnya untuk membatalkan pendaratan.

Apa yang terjadi sebenarnya? Berikut wawancara Arif Kuswardono dari Tempo dengan pria kelahiran Jakarta 46 tahun lalu ini di sebuah hotel di Bekasi, awal 2009.

Sebetulnya apa yang terjadi sebelum pesawat jatuh?

Saya mau menaikkan pesawat tidak bisa.

Apa Anda mengecek pesawat sebelum take off, kenapa bisa jatuh?

Waktu berangkat, kondisi pesawat oke. Memang ada sedikit lampu menyala, tapi engine tidak masalah, flight control juga tidak masalah. Saya ­enggak tahu persis, salah satu kemungkinannya stabilizer jammed, sistem yang berfungsi menstabilkan pesawat macet, selama last part of landing, pada detik krusial menjelang pendaratan itu.

Kejadian seperti itu apa sering?

Jarang sekali. Mungkin satu kejadian dalam sepuluh ribu penerbangan. Makanya perlu penyelidikan mendalam.

Jadi, bagaimana pesawat bisa jatuh?

Saat itu, tahapan landing atau pen­daratan sudah mencapai flap 5. Artinya, turunnya pesawat dari atas ke bawah sudah normal. Kalau enggak normal, flap (sirip pesawat) enggak bisa keluar. Karena flap keluar berdasarkan kecepatan. Situasi saat itu berjalan nyaman.

Baru ketika mendekati ujung landasan, ketika mengeset ke flap 15, pesawat jadi tidak terkendali. Kecepat­annya malah makin tinggi. Saya coba mengangkat hidung pesawat, tidak bisa juga. Saya lalu teriak, ”Wah, enggak ada yang beres.”

Saat itu, apa yang Anda lakukan?

Kalau ini pesawat (sambil membawa sendok memperagakan posisi pesawat) jatuh sebelum bibir landasan (posisi menukik), kerusakan dan korban akan besar. Usaha saya terakhir bagaimana bisa menyentuh landasan, paling tidak untuk meminimalkan risiko yang timbul. Saya tidak bisa menduga-duga ada penumpang yang selamat atau mati. Kan saya juga enggak mungkin memi­lih mati.

Kata jaksa seharusnya Anda naik lagi dan terbang berputar?

Teorinya memang pesawat harus go round, terbang memutar kembali. Saya sudah berusaha melakukan itu dengan cara kontak landasan dengan hidung pesawat lebih dulu. Tapi tidak bisa. Pesawat tidak bisa terangkat. Satu-satunya jalan, ya sudah, menyentuh landasan.

Menurut jaksa, sebelumnya kopilot sudah memberikan masukan untuk go round?

Di pesawat itu ada dua pilot. Seandainya Anda captain-nya, dan saya sebagai flight officer atau kopilot, kualifikasi kita sama. Anda sebagai kapten bisa terbang, saya sebagai flight officer juga bisa terbang. Tapi keputusan final ada di Anda sebagai kapten.

Saya boleh memberikan masukan, tapi kondisinya seperti apa dan bagaimana, Anda yang tahu. Karena Anda yang memegang kemudi, yang merasakan. Kita enggak bisa dua pendapat, harus satu. Jangan diinterpretasikan saya ribut dengan kopilot. Tanyakan saja pilot yang lebih senior dari saya. Itu lazim sekali.

Menurut Komisi Keselamatan Transportasi, kecelakaan itu disebabkan faktor human error dari Anda sebagai pilot?

Kita, para pilot, dilatih mengatasi emergency checklist, yang diuji dan dilatih setiap enam bulan sekali. Kita di-drill mengatasi semua malfungsi. Setiap pesawat juga dilengkapi panduan tindakan emergency checklist. Apa yang mesti dilakukan pilot kalau ada kejadian yang tidak diduga. Tindakan itu ada yang harus hafal di luar kepala, karena menuntut refleks, karena menyangkut kondisi kritis. Misalnya mesin terbakar atau terjadi stabilizer jammed.

KNKT itu baru membaca data, voice cockpit recorder dan flight data recorder, yang bentuknya grafik. Kalau dia investigator, seharusnya dia menginvestigasi sistem stabilisasi pesawatnya juga. Jadi mekanismenya diinvestigasi. Komisi itu baru melakukan penyelidikan tentang how, bukan why. Padahal di situ kuncinya.

Anda keberatan diadili?

Jika ada satu kecelakaan, menurut aturan internasional, pilot tidak bisa dimintai pertanggungjawaban sebelum ada penyelidikan. Kalau memang terindikasi pidana, silakan, banyak sudah pilot yang dipenjara. Penyelidikan perlu dilakukan agar kelak tidak terulang kejadian yang sama. Mana ada, sih, pilot yang mau kecelakaan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus