SOAL menyidangkan perkara tanpa hadirnya terdakwa -- dengan
hanya kursi kosong yang dituntut jaksa di muka hakim -- bukan
sesuatu yang ganjil lagi di Pengadilan Negeri Tanjungpinang.
Terutama semenjak petugas Bea Cukai gemar mengepung segala macam
usaha penyelundupan di pelabuhan kota kabupaten itu. Dalam
setahun kemarin saja sudah ada 8 perkara tertuduh in-absentia.
Tak ada yang aneh. Karena hal itu memang khas sana. Para petugas
BC yang menyergap penyelundupan seringkali hanya berhasil
memperoleh barang selundupannya saja. Para pelakunya selalu
kabur setelah lebih dulu membenamkan bawaannya ke laut begitu
kepergok alat negara.
Seperti yang terjadi dalam kasus 720 biji radio-saku Pearl River
bikinan RRC belum lama ini. Barang selundupan itu, terbungkus
goni plastik, diperoleh petugas belum lama setelah dicampakkan
ke laut oleh pemiliknya. Dari barang bukti itu saja petugas BC
tampaknya tak dapat mencium jejak penyelundupnya.
Namun -- entah karena kebiasaan jaksa asyik membawa perkara
tanpa terdakwa -- 14 Agustus lalu ada juga sidang pengadilan
yang seharusnya mampu menghadirkan terdakwa (karena orangnya
jelas siapa dan dapat ditemukan di mana), tapi toh sidang tetap
berjalan in-absentia. Ceritanya tak panjang.
September tahun lalu, sebuah kapal milik Pelni yang tak asing
lagi dalam berbagai kasus penyelundupan, Km Payangan, tiba di
Tanjungpinang dari Singapura. Dua orang petugas BC naik
menyambut dan memeriksa kapal di sana sini. Dari awak kapal Timo
Suralaya (27 tahun) disita 9 buah radio-taperecorder merek
Nivico tanpa sepotong dokumen yang sah. Barang dan pemiliknya
ditahan untuk diperiksa.
Timo tak banyak tingkah. Semua tuduhan diakui dan berita
acarapun diteken. Perkara terus ke kejaksaan dan dilimpahkan ke
pengadilan. Tapi, begitu perkara disidangkan, ternyata jaksa tak
membawa serta Timo ke muka Hakim Santon Napitupulu SH. Jaksa
Yuri Siahaan, kepada hakim, hanya menyatakan: tertuduh tak bisa
dihadapkan, karena belum tertangkap. Jadi, dia minta agar hakim
berkenan menyidangkan perkara in-absentia saja.
Wah, Bagaimana
Hakim pening juga. Jika terdakwa belum tertangkap, lalu siapa
yang meneken berita acara yang sekarang berada di meja
pengadilan? Jaksa repot juga terdesak oleh pertanyaan hakim.
Satusatunya jawaban yah, "berkas perkara memang diterima
kejaksaan, tapi BC tidak pernah menyerahkan terdakwanya."
Ke mana si Timo? Saksi Bustanil dari BC pun tak bisa menjelaskan
yang memuaskan Pak Hakim. Dia hanya petugas lapangan.
Pemeriksaan terhadap Timo dilakukan oleh atasan, Seksi
Pemberantasan Penyelundupan dan Seksi Perkara. Yang diketahui
Bustanil, katanya, sehabis diperiksa Timo memang terus
dilepaskan.
"Wah, bagaimana bisa terjadi begitu, ya?" kata hakim.
"Perkaranya diteruskan ke pengadilan tapi tertuduhnya disuruh
pergi tanpa syarat." Siapa yang menyuruh Timo pergi? Bustanil
bilang: "Pak Warno!", ialah Suwano Akhmad, Kepala Sub Seksi P-2
BC, Tanjungpinang.
Hakim pun tak mau merentang panjang urusan Timo itu. Jaksa
menuntut kursi Timo dengan hukuman penjara 7 bulan plus denda
Rp 25 ribu. Tiga menit kemudian hakim mengetuk palu: hukuman
penjara sama dengan tuntutan jaksa, tapi dendanya ditambah jadi
Rp 100 ribu.
Siapa yang akan menjalani hukuman? Timo tentu masih berada di
Indonesia. Dari tempat kerjanya, Pelni, tentu masih dapat diusut
di mana dia sekarang. Atau biar saja, seperti anggapan hakim, si
Timo itu, "lepas dalam perjalanan dari Kantor BC ke pengadilan"?
Jaksa angkat bahu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini