Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Amerika Di Asia Tenggara

Kebijaksanaan politik luar negeri AS dikuasai trilateral dengan tujuan utama negara-negara industri Eropa Barat, Amerika dan Jepang. Akibatnya, wilayah Asia Tenggara tidak mendapat prioritas atau perhatian.

2 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA tahun setelah perang Vietnam selesai, kehadiran Amerika Serikat di Asia Tenggara menimbulkan tanda tanya yang belum sepenuhnya dijawab oleh pemerintahan Carter. Keadaannya hampir-hampir sama dengan situasi setelah perang dunia kedua. Amerika, yang dengan offensif tentaranya mampu menguasai Asia Tenggara, toh memilih Jepang sebagai sasarannya. Negara-negara Asia Tenggara, dengan perkecualian Pilipina, diserahkan kembali kepada negara-negara kolonial Eropah sekutunya. Ketika Amerika memperluas pengaruhnya di Asia Tenggara, tahun 1950an dan 1960an, kehadirannya ditanggapi dengan sikap ambivalen, bahkan banyak yang mencurigainya. Walaupun mengalami "trauma Vietnam", sikap seperti di atas tampaknya-tidak akan terulang. Amerika sekarang tidak hanya terikat oleh peranan globalnya, tapi juga oleh modal yang telah ditanamnya di negara-negara Asia Tenggara. Dengan proteksinya terhadap kepulauan Palau -- yang berbatasan dengan Morotai -- Amerika bahkan sudah memberikan tanda-tanda kehadiran yang aktif secara militer. Dengan demikian, peran Jepang atau Australia tidak bisa menjadi versi baru dari peran negara kolonial Eropah setelah perang dunia kedua. Tapi sikap Amerika terhadap Asia Tenggara sekarang dalam banyak hal mencerminkan pola perumusan kebijaksanaan dari pemerintahan Carter. Dengan kebijaksanaan politik luar negeri yang dikuasai grup Trilateral, tujuan utama Amerika diarahkan pada negara-negara industri di Eropa Barat, Amerika Utara dan Jepang. Ketiga kelompok ini disebut Trilateral, suatu grup yang diilhami oleh Presiden Chase Manhattan Bank, David Rockefcller, dan dipimpin Zbigniew Brzezinski, sekarang Ketua Dewan Keamanan Nasional AS dan penasehat politik utama Presiden Carter. Gagasan Trilateral ini didukung oleh banyak kaum intelektuil Amerika, seperti Samuel Huntington, Daniel Bell dan senator Daniel Patrick Moynihan. Pandangan mereka didasarkan pada keyakinan bahwa terdapat batas-batas dalam usaha mencapai suatu welfare state (negara kesejahteraan) di negara industri. Jika program-program "negara kesejahteraan" dilanjutkan, maka negara-negara industri akan mengalami krisis berat. Karena itu, diperlukan kerjasama Trilateral untuk merundingkan kebijaksanaan perekonomian bersama. Di AS, gagasan ini merupakan reaksi terhadap usaha-usaha ke arah "negara kesejahteraan" yang dipelopori oleh sayap liberal dari Partai Demokrat, seperti senator Edward Kennedy dan almarhum Hurbert Humphrey. Dalam kebijaksanaan luar negeri, titik berat pada garis Trilateral ini dijalankan dengan tekun oleh Menlu Cyrus Vance dan Brzezinski. Akibatnya, wilayah-wilayah dunia yang lain, seperti Asia Tenggara, tidak memperoleh prioritas penting. Di kalangan anggota Kongres, masalah Asia Tenggara juga tidak mendapat perhatian utama. Dengan masa jabatan hanya dua tahun, maka anggota-anggota Kongres tidak mau terlibat dalam isyu-isyu yang bisa menyebabkan mereka tidak terpilih lagi. Isyu Asia Tenggara, yang mengingatkan para pemilih AS pada Vietnam, masih tetap merupakan isyu yang menimbulkan perpecahan di negara tersebut. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa AS perlu membantu Vietnam dalam pembangunannya. Sebagian lainnya berpendapat bahwa "Vietnam tidak perlu disebut-sebut lagi karena merupakan masa silam yang buruk." Karena itu, baik anggota yang konservatif maupun liberal sama-sama menghindarkan munculnya isyu tersebut, sehingga Kongres tidak bisa mendorong pihak eksekutif untuk lebih aktif memperhatikan masalah Asia Tenggara. Dengan demikian, profil rendah dari politik Amerika di Asia Tenggara sekarang banyak disebabkan oleh timbulnya sikap isolasionisme terbatas di kalangan rakyat AS setelah perang Vietnam, serta oleh gerakan di kalangan kaum intelektuil yang menginginkan AS untuk memusatkan peranannya hanya pada negara-negara Trilateral dan negara-negara besar seperti Uni Soviet dan RRC.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus