Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai, salah satu faktor terjadinya kasus 16 tahanan kabur dari sel Polsek Tanah Abang pada Senin dinihari, 19 Februari 2024, disebabkan ruang tahanan di kantor-kantor kepolisian sudah tidak layak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketidaklayakan itu, menurut Bambang, baik dari sisi rasio luas lapangan dengan jumlah tahanan, kemudian desain bangunan yang tidak memenuhi standart Crime Prevention Through Environmental Design atau CPTED, maupun dari Sumber Daya Manusia atau SDM-nya yang bukan professional penjaga tahanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Penjaga tahanan itu punya sekolah tersendiri, bukan dicomot dari anggota kepolisian asal-asalan,” kata Rukminto saat dihubungi TEMPO melalui pesan singkat pada Jumat, 23 Februari 2024.
Tahanan kepolisian, lanjut Rukminto, merupakan bagian tanggung jawab dari Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dit Tahti) yang memiliki tugas mengelola barang bukti serta mempunyai management yang spesifik. “Selama ini direktorat ini seperti ‘tempat pinggiran’ personel yang tidak berprestasi,” kata dia.
Pengamat kepolisian ini juga melihat ihwal tahti di polsek jika tidak dikelola secara khusus , tidak ada yang bisa dimintai pertanggung jawaban secara penuh bila muncul insiden seperti kaburnya tahanan dan hilangnya barang bukti.
“Fungsi penahanan di kepolisian itu sifatnya sementara untuk mempermudah proses penyidikan sebelum diserahkan kepada kejaksaan. Bila tidak diatur dengan baik akibatnya bisa memunculkan potensi insiden yang tidak diinginkan,” tutur Rukminto.
Adapun saran dari Rukminto agar kasus tahanan kabur tak terulang, perlu dilakukan penjagaan pelatihan khusus dan memiliki sertifikasi pengelolaan tahti. “Bukan asal-asalan bahkan menjadi tempat personel yang dipinggirkan,” ujarnya.