Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah penyidikan dinyatakan lengkap pada 19 Juni 2022, Penyidik Direktorat Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan dan Kehutanan Wilayah Sulawesi melimpahkan dua perkara pengangkutan kayu ilegal asal Papua ke Kejaksaan Negeri Makassar, melalui Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, untuk segera disidangkan.
Kasus ini menjadi pusat perhatian karena dua perkara yang dilimpahkan tersebut masih dilanjutkan walaupun kedua terdakwa, yakni Sutarmi sebagai Direktur CV Rizki Mandiri Timber dan Toto Salehuddin sebagai Direktur CV Mevan Jaya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Dalam kasus tersebut, kedua terdakwa ini dijerat dengan Pasal 83 Ayat 1 Huruf B Jo. Pasal 12 Huruf E, dan/atau Pasal 88 Ayat Huruf C Jo. Pasal 15 dan/atau Pasal 88 Ayat 1 Huruf A Jo. Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2013. Kedua tersangka ini terancam hukum pidana penjara maksimum 5 tahun dan denda maksimum Rp2,5 miliar, seperti dikutip dari Betahita.id mitra Teras.id.
Dikarenakan kedua tersangka masih berstatus sebagai DPO, maka Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan mendorong untuk kasus ini agar dilakukan pengadilan in absentia yang terdapat pada Pasal 51 Ayat 1 UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Kata in absentia sendiri berasal dari bahasa latin yang artinya ‘tanpa kehadiran’.
Konsep pengadilan in absentia juga dikuatkan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1988 tentang Penasehat Hukum atau Pengacara yang menerima Kuasa dari Terdakwa “in absentia” yang memerintahkan bahwa hakim dapat menolak kuasa dari penasehat hukum yang mendapatkan pelimpahan kuasa dari terdakwa yang sengaja tidak hadir di dalam pengadilan sehingga menghambat jalannya pemeriksaan di pengadilan dan pelaksanaan dari putusan.
Dapat disimpulkan bahwa konsep peradilan in absentia ini dapat dilakukan jika terdakwa dipanggil ke dalam persidangan, tetapi terdakwa tidak dapat hadir tanpa memberikan alasan yang jelas, maka perkara dapat diperiksa dan diputus oleh hakim tanpa kehadiran terdakwa. Dalam kasus ini, Sutarmi dan Toto Salehuddin sengaja menghilang untuk menghambat proses peradilan dan putusan.
Sebenarnya pada prinsipnya, sesuai Pasal 196 Ayat 1 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa sidang putusan suatu perkara pidana harus dihadiri oleh terdakwa. Tetapi, terdapat beberapa pengecualian di dalam praktek peraturan tersebut seperti yang terdapat di dalam Pasal 79 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Pasal 38 Ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 71 Ayat 2 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN, yang pada pokoknya semua peraturan tersebut mengatur tentang adanya pengadilan in absentia.
MUHAMMAD SYAIFULLOH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini