Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

4 Orang Dari Jakarta

Kuntardi, korban penjambretan di depan loket penyetoran BBBD, di Pontianak sebanyak Rp 2,3 juta. Penjambret berhasil ditangkap ketika akan melarikan diri ke Jakarta. (krim)

1 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KUNTARDI, Direktur CV Sumber Hasil di Pontianak, hari itu memang lalai. Di depan loket penyetoran Bank Bumi Daya, 11 Pebruari, begitu saja ia meletakkan bungkusan uangnya sebesar Rp 2,3 juta. Ditambah lagi ngobrol ini dan itu dengan Bachtiar, seorang kenalannya. Padahal di dekat situ rupanya empat pasang mata selalu mengawasi dan menunggu kesempatan. Seseorang, yang kemudian dikenal bernama Hat (22 tahun), berdiri tak jauh dari bungkusan uang Kuntardi. Begitu pemiliknya lena, masih asyik ngobrol, tangan Hat menyerobot bungkusan. Dari Hat bungkusan berharga itu pindah ke tangan Az (26) yang mencegat di pintu keluar. Lalu mereka bersama melangkah ke luar dan diikuti oleh dua orang yang lain, Ar (35) dan Oki (25). Kuntardi baru merasa kehilangan setclah keempat orang bandit dari Jakarta itu menghilang dari halaman Bank Bumi Daya. Bank tak begitu ramai siang itu. Jadi Bachtiar, kawan ngobrol Kuntardi, dapat memperhatikan: ada empat orang yang mendadak pergi dari sana. Pun ia masih dapat mengenali salah seorang dari mereka: bercelana jean, berbaju putih dan berambut gondrong. Tapi keempat bandit itu sudah jauh. Dari bank cukup dengan berbecak, rupanya menuju Hotel Orient di Jalan Tanjungpura. Di hotel itu jugalah pembagian rezeki dilakukan. Hat, yang bertugas menyerobot tadi, hanya memperoleh bagian Rp 300 ribu. Itupun masih dipotong kewajiban membayar tiket pesawat, Rp 100 ribu, untuk mereka berempat kabur ke Jakarta. Juga kewajiban untuk menyelesaikan pembayaran di Losmen Fatimah yang telah mereka jadikan pos sejak 9 Pebruari sebelumnya. Oki memperoleh Rp 200 ribu bersih. Sedangkan Ar mendapat Rp 400 ribu. Az, yang mereka angkat sebagai komandan, mendapat selebihnya. Kuntardi dan Bachtiar langsung minta bantuan polisi. Selesai memeriiksa para pelapor, polisi cepat mencek ke bagian pasasi Garuda. Dari sana cepat diketahui, memang ada empat orang yang tercatat sebagai penumpang pada jam-jam terakhir. Seorang anggota polisi, Rani, dan Bachtiar langsung ke lapangan terbang Soepadio, Pontianak. Sedangkan Kuntardi mencoba mencegat di terminal bis Siantan di seberang kota Pontianak. Ia sia-sia. Sebab sampai sore dan kelaparan matanya memplototi setiap orang di terminal--tanpa hasil. Jenderal Mantik Tapi Bachtiar dan Rani, yang mengaduk ruang tunggu lapangan terbang Soepadio, memperoleh buruannya. Ruang tunggu penuh orang menunggu pesawat Garuda yang akan berangkat jam 13.15. Juga ada kesibukan acara melepas Jenderal Mantik, Pangkowilhan I, yang baru saja meninjau Kalimantan Barat. Rani menghubungi petugas lain, Peltu Muiran. Lalu, lewat pengeras suara, kedua polisi ini mencoba memanggil empat orang buruannya agar menyerah. Tentu saja pengumuman itu membuat orang-orang di ruang tunggu jadi geger. Acara melepas Jenderal Mantik juga jadi terganggu. Oleh petujuk Bachtiar, Peltu Muran menemukan Hat. Hat didesak ke pojok. Tangannya diikatkan ke tangan Muiran sendiri. "Merasa mengambil barang orang atau tidak?" desak Muiran. Hat mencoba mengelak. Tapi dengan sigap tangan polisi ini menyelusup ke kantong Hat. Dari sana dapat dicomot uang Rp 100 ribu. Selebihnya ditemukan di dalam tasnya. "Mana temanmu yang lain?" desak Muiran lagi. Hat tak dapat menyangkal. Ia menunjuk Oki dan Ar yang berada tak jauh darinya. Tanpa banyak repot lagi ketiga bandit ini dapat dikuasai polisi. Hanya Az yang lolos. Bertukar Amoy Az baru terbekuk 10 hari kemudian. Rupanya, begitu kemudian diketahui, Az masih berada di WC ketika mendengar polisi mengumumkan agar ia dan komplotannya menyerah. Hati-hati ia berusaha lolos. Di muka pintu kamar kecil ia memang disapa oleh petugas keamanan terminal. "Saudara yang bernama Az?" Az masih dapat mengelak. "Bukan, saya hanya mengantar kawan saya," jawabnya. Kemudian ia berhasil keluar dari ruang tunggu Tapi, karena ada petugas yang mengawasi, Az tak dapat terus keluar dengan taksi. Dia berjalan kaki saja menuju jalan raya. Lalu masuk ke semak di hutan pinggir Sungai Kapuas. Setelah merasa agak aman, barulah ia keluar dari sana, mencegat otolet dan langsung ke pasar Kota Pontianak. Lalu mencoba menyamarkan diri. Beli baju baru dan cukur rambut. Barulah kemudian ia berjalan ke sekitar kantor polisi--melihat, kalau kalau dapat menemui ketiga kawannya di sana. Keputusan berikutnya ialah, cepat-cepat meninggalkan Pontianak. Untuk kembali ke Jakarta, dalam waktu dekat, masih sulit. Kepada sopir bis di terminal Siantan ia bertanya: kota mana yang piling jauh dari Pontianak dan tak ada jalan lagi setelah itu. Mestinya Kota Kartiase di daerah Sambas yang berjarak dua kali jauh antara Pontianak-Singkawang. Tapi Az hanya bermaksud ke Singkawang, 145 km dari Pontianak. Untuk itu pun Az beberapa kali salah mengambil kendaraan. Mula-mula salah mengambil kendaraan. Mula-mula ia keliru mengambil bis jurusan Sei Pinyoh, 45 krn dari Pontianak. Dari sana salah jurusan lagi sehingga sampai di Mempawah, 68 km dari Pontianak. Dari Mempawah barulah ia naik bis ke jurusan yang benar. Tapi belum sampai di Singkawang, baru sampai di Sei Duri, karena menyangka sudah sampai di tujuan, Az turun. Baru tengah malam, setelah ganti bis lagi, sampailah ia dengan selamat di Singkawang. Di Singkawang A menikmati hasil gaetannya. Ia menginap di kamar utama, ber-AC dan TV, di Hotel Palapa. Katanya, kemudian, setiap malam bertukar amoy sebagai kawan tidur. Begitu sampai jemu. Baru berusaha hendak kembali ke Pontianak dan akan terus ke Jakarta. Tapi rencananya sulit dilakukan. Dengan pesawat dari Singkawang, ia mengaku bernama Usman, suatu hari Az mendarat di Pntianak. Tapi ia tak dapat keluar dari Lapangan Soepadio. Sebab polisi tengah melakukan razia kartu penduduk. Apa boleh buat, Az terbang kembali ke Singkawang. Kali ini, yang terakhir, az tinggal di Losmen Rusen, Di Losmen Rusen, Az membujuk pengawal losmen untuk membuat kartu penduduk. Untung pegawai losmen menolak, Sementara itu mata polisi, ternyata, sudah sampai di Singkawang. Begitulah, sepuluh hari stelah beraksi di Singkawang, Az dibekuk petugas intel Bujang Amsar dan Rahim tengah malan di Losmen Rusen. Dari kantong Az polisi hanya behasil menemukun uang Kuntardi sebesar Rp 850 ribu. Uang itupun sebagian dari Rp 1,4 juta setelah ia menawarkan sejumlah uang untuk menyogok polisi." bapak ambil saja uang ini,asal saya bisa kembali ke Jakarta." begitu tawar Az sebelum digelandang ke Pontianak.Tapi Az kena batunya, ia ketemu polisi yang kuat iman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus