KUNTARDI, Direktur CV Sumber Hasil di Pontianak, hari itu memang
lalai. Di depan loket penyetoran Bank Bumi Daya, 11 Pebruari,
begitu saja ia meletakkan bungkusan uangnya sebesar Rp 2,3 juta.
Ditambah lagi ngobrol ini dan itu dengan Bachtiar, seorang
kenalannya. Padahal di dekat situ rupanya empat pasang mata
selalu mengawasi dan menunggu kesempatan. Seseorang, yang
kemudian dikenal bernama Hat (22 tahun), berdiri tak jauh dari
bungkusan uang Kuntardi. Begitu pemiliknya lena, masih asyik
ngobrol, tangan Hat menyerobot bungkusan. Dari Hat bungkusan
berharga itu pindah ke tangan Az (26) yang mencegat di pintu
keluar. Lalu mereka bersama melangkah ke luar dan diikuti oleh
dua orang yang lain, Ar (35) dan Oki (25).
Kuntardi baru merasa kehilangan setclah keempat orang bandit
dari Jakarta itu menghilang dari halaman Bank Bumi Daya. Bank
tak begitu ramai siang itu. Jadi Bachtiar, kawan ngobrol
Kuntardi, dapat memperhatikan: ada empat orang yang mendadak
pergi dari sana. Pun ia masih dapat mengenali salah seorang dari
mereka: bercelana jean, berbaju putih dan berambut gondrong.
Tapi keempat bandit itu sudah jauh. Dari bank cukup dengan
berbecak, rupanya menuju Hotel Orient di Jalan Tanjungpura. Di
hotel itu jugalah pembagian rezeki dilakukan. Hat, yang bertugas
menyerobot tadi, hanya memperoleh bagian Rp 300 ribu. Itupun
masih dipotong kewajiban membayar tiket pesawat, Rp 100 ribu,
untuk mereka berempat kabur ke Jakarta. Juga kewajiban untuk
menyelesaikan pembayaran di Losmen Fatimah yang telah mereka
jadikan pos sejak 9 Pebruari sebelumnya.
Oki memperoleh Rp 200 ribu bersih. Sedangkan Ar mendapat Rp 400
ribu. Az, yang mereka angkat sebagai komandan, mendapat
selebihnya.
Kuntardi dan Bachtiar langsung minta bantuan polisi. Selesai
memeriiksa para pelapor, polisi cepat mencek ke bagian pasasi
Garuda. Dari sana cepat diketahui, memang ada empat orang yang
tercatat sebagai penumpang pada jam-jam terakhir.
Seorang anggota polisi, Rani, dan Bachtiar langsung ke lapangan
terbang Soepadio, Pontianak. Sedangkan Kuntardi mencoba mencegat
di terminal bis Siantan di seberang kota Pontianak. Ia sia-sia.
Sebab sampai sore dan kelaparan matanya memplototi setiap orang
di terminal--tanpa hasil.
Jenderal Mantik
Tapi Bachtiar dan Rani, yang mengaduk ruang tunggu lapangan
terbang Soepadio, memperoleh buruannya. Ruang tunggu penuh
orang menunggu pesawat Garuda yang akan berangkat jam 13.15.
Juga ada kesibukan acara melepas Jenderal Mantik, Pangkowilhan
I, yang baru saja meninjau Kalimantan Barat. Rani menghubungi
petugas lain, Peltu Muiran. Lalu, lewat pengeras suara, kedua
polisi ini mencoba memanggil empat orang buruannya agar
menyerah.
Tentu saja pengumuman itu membuat orang-orang di ruang tunggu
jadi geger. Acara melepas Jenderal Mantik juga jadi terganggu.
Oleh petujuk Bachtiar, Peltu Muran menemukan Hat. Hat didesak
ke pojok. Tangannya diikatkan ke tangan Muiran sendiri. "Merasa
mengambil barang orang atau tidak?" desak Muiran. Hat mencoba
mengelak. Tapi dengan sigap tangan polisi ini menyelusup ke
kantong Hat. Dari sana dapat dicomot uang Rp 100 ribu.
Selebihnya ditemukan di dalam tasnya.
"Mana temanmu yang lain?" desak Muiran lagi. Hat tak dapat
menyangkal. Ia menunjuk Oki dan Ar yang berada tak jauh darinya.
Tanpa banyak repot lagi ketiga bandit ini dapat dikuasai
polisi. Hanya Az yang lolos.
Bertukar Amoy
Az baru terbekuk 10 hari kemudian. Rupanya, begitu kemudian
diketahui, Az masih berada di WC ketika mendengar polisi
mengumumkan agar ia dan komplotannya menyerah. Hati-hati ia
berusaha lolos. Di muka pintu kamar kecil ia memang disapa oleh
petugas keamanan terminal. "Saudara yang bernama Az?" Az masih
dapat mengelak. "Bukan, saya hanya mengantar kawan saya,"
jawabnya. Kemudian ia berhasil keluar dari ruang tunggu Tapi,
karena ada petugas yang mengawasi, Az tak dapat terus keluar
dengan taksi.
Dia berjalan kaki saja menuju jalan raya. Lalu masuk ke semak di
hutan pinggir Sungai Kapuas. Setelah merasa agak aman, barulah
ia keluar dari sana, mencegat otolet dan langsung ke pasar Kota
Pontianak. Lalu mencoba menyamarkan diri. Beli baju baru dan
cukur rambut. Barulah kemudian ia berjalan ke sekitar kantor
polisi--melihat, kalau kalau dapat menemui ketiga kawannya di
sana.
Keputusan berikutnya ialah, cepat-cepat meninggalkan Pontianak.
Untuk kembali ke Jakarta, dalam waktu dekat, masih sulit. Kepada
sopir bis di terminal Siantan ia bertanya: kota mana yang piling
jauh dari Pontianak dan tak ada jalan lagi setelah itu.
Mestinya Kota Kartiase di daerah Sambas yang berjarak dua kali
jauh antara Pontianak-Singkawang. Tapi Az hanya bermaksud ke
Singkawang, 145 km dari Pontianak. Untuk itu pun Az beberapa
kali salah mengambil kendaraan. Mula-mula salah mengambil
kendaraan. Mula-mula ia keliru mengambil bis jurusan Sei
Pinyoh, 45 krn dari Pontianak. Dari sana salah jurusan lagi
sehingga sampai di Mempawah, 68 km dari Pontianak.
Dari Mempawah barulah ia naik bis ke jurusan yang benar. Tapi
belum sampai di Singkawang, baru sampai di Sei Duri, karena
menyangka sudah sampai di tujuan, Az turun. Baru tengah malam,
setelah ganti bis lagi, sampailah ia dengan selamat di
Singkawang.
Di Singkawang A menikmati hasil gaetannya. Ia menginap di kamar
utama, ber-AC dan TV, di Hotel Palapa. Katanya, kemudian, setiap
malam bertukar amoy sebagai kawan tidur. Begitu sampai jemu.
Baru berusaha hendak kembali ke Pontianak dan akan terus ke
Jakarta. Tapi rencananya sulit dilakukan. Dengan pesawat dari
Singkawang, ia mengaku bernama Usman, suatu hari Az mendarat di
Pntianak. Tapi ia tak dapat keluar dari Lapangan Soepadio.
Sebab polisi tengah melakukan razia kartu penduduk. Apa boleh
buat, Az terbang kembali ke Singkawang. Kali ini, yang
terakhir, az tinggal di Losmen Rusen,
Di Losmen Rusen, Az membujuk pengawal losmen untuk membuat
kartu penduduk. Untung pegawai losmen menolak, Sementara itu
mata polisi, ternyata, sudah sampai di Singkawang. Begitulah,
sepuluh hari stelah beraksi di Singkawang, Az dibekuk petugas
intel Bujang Amsar dan Rahim tengah malan di Losmen Rusen.
Dari kantong Az polisi hanya behasil menemukun uang Kuntardi
sebesar Rp 850 ribu. Uang itupun sebagian dari Rp 1,4 juta
setelah ia menawarkan sejumlah uang untuk menyogok
polisi." bapak ambil saja uang ini,asal saya bisa
kembali ke Jakarta." begitu tawar Az sebelum digelandang
ke Pontianak.Tapi Az kena batunya, ia ketemu polisi yang
kuat iman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini