INILAH jabang bayi yang malang: begitu ia mengenal dunia, ia langsung hidup di sel penjara di Lembaga Pemasyarakatan Banda Aceh. Bahkan, ia digeletakkan di atas papan di sebuah sel berukuran 3 m x 3 m yang dihuni empat narapidana, termasuk ibu bayi itu. Padahal, ya Tuhan, bayi itu lahir prematur. Hingga pekan lalu, belum ada tanda-tanda si jabang bayi akan dirawat di luar tembok penjara. Bayi laki-laki yang belum bernama itu (lahir 29 Agustus lalu) tentu saja tidak bersalah. Yang bersalah dan kini mempertanggungjawabkan kesalahannya di sel adalah ibunya, Khadijah, 25 tahun. Para petinggi hukum di Aceh merasa tertampar. Mereka heran, mengapa si Khadijah bisa hamil. Sebab, gadis hitam manis berambut panjang jebolan fakultas ilmu sosial sebuah perguruan tinggi di Aceh itu selama ini belum pernah menikah. Penjagaan dalam sel pun, menurut Kepala LP Banda Aceh Imam Sartoko, sangat ketat. Kunci sel selalu ia pegang, dan hanya malam hari ia serahkan kepada petugas jaga wanita yang paling senior. ''Kalau kejadiannya di dalam sel, saya tak tahu lagi harus bilang apa. Mungkin hanya malaikat yang bisa 'menembak' dia,'' ujar Imam kesal. Untuk mengusut peristiwa langka itu, pihak LP dan Kanwil Kehakiman Aceh membentuk tim. LP Banda Aceh dihuni sekitar 300 narapidana, dan enam di antaranya wanita. Narapidana wanita ditempatkan dalam dua blok khusus yang dipisah dengan pria. Untuk menuju tempat itu, harus melewati pos penjagaan dan dua pintu yang selalu terkunci. Melihat kondisi itu, Imam Sartoko yakin, hubungan badan tak mungkin dilakukan dalam sel. Apalagi Khadijah tidak sendirian di selnya. ''Anak buah saya tak mungkin berbuat seperti itu,'' ujar Imam tegas, menangkis selentingan seolah ada petugas LP terlibat. Lalu siapa? ''Khadijah kan pernah dibon keluar LP oleh petugas Polres. Dan kata anak buah saya, malam itu ia tak pulang ke LP,'' ujar Imam. Dalam buku dinas harian tentang kegiatan narapidana, memang ada catatan yang menerangkan, pada 4 November 1992, Khadijah dibon keluar oleh petugas Polres Aceh Besar. Sayangnya, arsip bon itu tak ada sehingga sulit diidentifikasi siapa petugas yang menjemput gadis berhidung mancung tadi. Seolah merasa dituding, Kapolres Aceh Besar Letkol (Pol.) Sofyan berkata, ''Itu benar-benar fitnah.'' Diakuinya, pihaknya memang pernah menjemput Khadijah keluar LP untuk dimintai keterangan sebagai saksi kasus susila. ''Tapi hari itu juga sekitar pukul 14.00 WIB Khadijah dikembalikan ke LP. Jadi, tak benar Khadijah bermalam di luar,'' ujar Kapolres. Letkol Sofyan sudah memerintahkan anak buahnya agar memeriksa Khadijah. ''Yang saya inginkan, kasus itu harus diungkap secara murni, agar tidak saling tuding.'' Ditambahkannya, bila terbukti anak buahnya terlibat, pasti diadili. ''Tapi saya yakin ini bukan ulah anak buah saya,'' kata Sofyan. Akhirnya, dalam kondisi masih lemah, Khadijah pada Jumat pekan lalu diperiksa secara intensif di dalam selnya oleh petugas Kepolisian Aceh Besar. Hasilnya (versi polisi), Khadijah mengaku hamil gara-gara perbuatan seorang narapidana yang kini sudah bebas, bernama Bawi. ''Saya tak ingat tanggalnya, tapi bulannya Desember 1992. Dua kali saya bersetubuh dengan Bawi, dilakukan dalam sel sambil berdiri,'' kata Khadijah menurut berita acara pemeriksaan (BAP) versi polisi. Bawi sendiri masih dicari polisi. Persalinan Khadijah berlangsung di dalam sel dan dibantu oleh tiga napi di sel itu. Tali pusat dipotong dengan silet bekas, kemudian pusar bayi berberat badan tiga kilogram itu diikat dengan tali goni. Mungkin karena kurang steril itulah kemudian terjadi peradangan. Akibatnya, bayi terus-menerus menangis. Gara-gara itu, keempat narapidana wanita tersebut memutuskan memanggil petugas LP wanita. Maka, LP itu pun geger. Artinya, selama ini tak ada petugas LP yang tahu bahwa Khadijah hamil. Khadijah dihukum gara-gara membunuh bayi hasil hubungan gelapnya. Ia melakukan itu, menurut pengakuannya di pengadilan, karena stres ditinggal kabur pacarnya. Pengadilan Negeri Banda Aceh, 28 September 1992, memvonis Khadijah 2,5 tahun penjara. Di pengadilan banding, hukumannya diperberat menjadi tiga tahun penjara. Sejauh mana kebenaran pengakuan Khadijah kepada polisi, belum bisa dikonfirmasikan. Bahkan, Kepala Kanwil Kehakiman Aceh, Raja Bukit, masih menunggu hasil kerja tim. ''Terus terang ini kejadian yang tidak baik bagi instansi kami. Jadi, tolonglah mengerti, sebaiknya kita tunggu hasil tim. Ini soal yang sangat sulit,'' katanya. Di Jakarta, Dirjen Pemasyarakatan Departemen Kehakiman, Baharuddin Lopa, juga mengaku belum menerima hasil pengusutan tim. ''Bagi saya, ini kasus baru. Terus terang saya menyesalkan kejadian ini. Saya benar-benar prihatin,'' ujarnya kepada Robby D. Lubis dari TEMPO. ''Sejak ada kejadian itu, saya perintahkan semua LP yang menampung napi wanita untuk mengetatkan pengawasan,'' katanya. Diakui Lopa, kendala yang ada adalah kurangnya petugas pengawas. Untuk LP yang penghuninya di atas 200 orang, hanya tersedia petugas sekitar 10 orang. ''Padahal, di Amerika atau Australia, untuk jumlah yang sama, petugasnya bisa sampai 25 orang,'' kata Lopa. Tapi itu bukan kambing hitam. Yang jelas, Lopa ingin mengusut aib yang mencoreng instansinya itu sampai tuntas. Aries Margono dan Sarluhut Napitupulu (Banda Aceh)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini