Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GAYA bicaranya yang selalu berapi-api tiba-tiba lenyap. Setelah menghuni tahanan polisi,Raden Dodi Sumadi menjadi pendiam. Lelaki 55 tahun itu masih tampak syok dan selalu mengeluhkan penyakit gula yang diidapnya. Padahal, saat ditangkap pada 12 Desember lalu, Dodi masih kelihatan sehat.
Itu sebabnya Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Mathius Salempang, akan mengambil langkah. "Jika dia memang sakit, polisi memiliki dokter untuk memeriksanya," ujarnya.
Dodi Sumadi ditahan sesudah sempat buron selama dua tahun lebih. Dia dituduh telah menipu Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto sebesar Rp 15 miliar. Katanya, uang tersebut dipakai untuk melicinkan permohonan grasi yang diajukan Tommy dalam kasus korupsi tukar guling tanah Goro-Bulog. Dodi pun mengaku telah mempertemukan Tommy dengan Presiden Abdurrahman di Hotel Borobudur pada 5 Oktober 2000. Hanya, belakangan Tommy kesal karena ternyata dia tetap saja dihukum.
Lalu, ke mana duit itu mengalir? Menurut Dodi, duit itu dibagikan ke beberapa orang, termasuk KH Abdullah Sidiq alias Mbah Diq, sebesar Rp 2,9 miliar. Karena terlibat dalam penipuan ini, Mbah Diq sudah divonis tiga bulan penjara April silam. Dodi sendiri belum sempat diadili karena dia menghilang sejak Mei 2002, ketika berkasnya sudah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Sejak itulah ia menjadi buron.
Sempat lama kasus ini tenggelam, tiba-tiba pada 21 Oktober lalu Dodi muncul di Istana Negara, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melantik anggota kabinet baru. Kemunculan Dodi yang dibeberkan di sejumlah media membuat Kapolri Jenderal Polisi Da'i Bachtiar kelabakan. Dia segera memerintahkan anak buahnya supaya mengejar Dodi sampai dapat. "Dia menjadi target kami dalam program 100 hari kerja," kata Da'i Bachtiar saat itu.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Edmon Ilyas, yang menangani kasus itu, langsung mengerahkan timnya untuk lebih agresif. Mereka lebih cermat lagi mengawasi hotel, apartemen, dan tempat-tempat lain yang diduga sebagai tempat persembunyian Dodi. "Sejak menjadi buron, sebenarnya Dodi tak pernah jauh dari Jakarta," kata Edmon.
Akhirnya petugas memergoki Dodi sedang berada di Cottage Putri Duyung, Ancol, Jakarta Utara. Saat itu ia tengah mengadakan pertemuan dengan rekan-rekannya. Tanpa perlawanan berarti, Dodi lalu dibawa ke Polda Metro Jaya. Sebenarnya tersangka harus diserahkan ke kejaksaan karena berkas penipuan terhadap Tommy Soeharto sudah ditangani lembaga ini. Hanya, diduga Dodi juga terlibat dalam kasus penipuan lain. "Sengaja kami tidak kirim dulu ke kejaksaan, karena ada kasus serupa yang laporannya sudah masuk ke sini," kata Mathius Salempang.
Diduga, selama buron, Dodi telah menipu sejumlah orang. Dengan mengaku bisa memberikan proyek dari Komisi Pemilihan Umum, ia dituduh mendapat banyak uang dari korbannya. Yang jadi korban antara lain David Koswara yang diduga ditipu Rp 1,325 miliar dan US$ 30 ribu, Ahmad Zayuni yang diduga ditipu Rp 250 juta, dan Suardi yang mengaku ditipu Rp 850 juta.
Saat itu, Suardi tak tahu bahwa Dodi orang yang telah menipu Tommy dan sedang dicari polisi. "Tahunya saya, dia itu seorang pengusaha yang dekat dengan orang-orang penting di negeri ini," katanya kepada Tempo.
Menurut Suardi, ketika dikenalkan oleh seorang kawannya pada Oktober tahun lalu, Dodi mengaku sebagai Komisaris Yayasan Obor Citra Bangsa. Berbekal surat penunjukan fiktif dari KPU, ia pun menjanjikan proyek KPU kepada Suardi. Saat bertemu, Suardi selalu diterima Dodi di rumahnya yang cukup luas di kawasan Pulomas, Jakarta. Dinding ruang tamunya dipenuhi foto Dodi yang berpose dengan sejumlah orang penting seperti Megawati, Gus Dur, Jenderal Endriartono Sutarto, mantan Kepala BIN Hendropriyono, dan sejumlah pejabat lainnya. Karena tergiur iming-iming proyek, akhirnya pengusaha ini menyetor duit kepada Dodi.
Hanya, si korban mulai kelabakan setelah sampai akhir Desember tahun lalu ia tak kunjung mendapat proyek. Suardi lalu mengecek langsung ke kantor KPU. Ternyata nama Dodi Sumadi maupun nama Yayasan Obor Citra Bangsa tak pernah terdaftar di KPU. Saat itulah ia baru menyadari dirinya telah ditipu. Apalagi, belakang Dodi semakin sulit dihubungi.
Selama buron, Dodi diduga juga terlibat dalam penipuan dengan kedok proyek perluasan Bandara Juanda, Surabaya. Korbannya, bernama Farid Akbar, mengaku mengalami kerugian Rp 350 juta.
Menurut pengacara Dodi, J.S. Simatupang, kliennya belum diperiksa dalam sejumlah kasus penipuan berkedok proyek KPU tersebut, sehingga ia belum bisa berkomentar. Adapun dalam kasus Farid, Dodi sudah mengakui menerima uang tersebut. Hanya, "Dia sebetulnya sudah beritikad baik, ingin mengembalikan duit tersebut," ujarnya.
Sang pengacara juga mengungkapkan, selama ini Dodi kabur karena merasa mendapat perlakuan yang tidak adil dalam kasus Tommy. Soalnya, hanya dia dan Mbah Diq yang dijerat. Padahal, menurut kliennya, banyak orang yang juga terlibat.
Kini Dodi mesti mengakhiri petualangan di tahanan polisi. Keluhan mengenai penyakit gula yang dideritanya mudah-mudah bukan trik baru buat mempermainkan polisi. Lagi pula, Simatupang telah memastikan bahwa kliennya tidak sedang berpura-pura sakit. "Sejak saya mendampinginya dalam kasus Tommy, dia memang sudah punya penyakit gula," katanya.
Eni Saeni
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo