Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HASRAT Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto untuk secepatnya keluar dari kungkungan penjara Nusakambangan belum tercapai. Upaya hukumnya melalui peninjauan kembali (PK) agar dirinya dinyatakan tak bersalah tak dikabulkan Mahkamah Agung. Jumat pekan lalu, Mahkamah Agung (MA) mengumumkan turunnya putusan PK Tommy tersebut.
Mahkamah Agung memvonis putra kinasih mantan presiden Soeharto itu 10 tahun penjara, lebih ringan dari putusan pengadilan negeri yang mengganjar Tommy 15 tahun penjara. Dengan putusan itu, Tommy harus tetap mendekam di Nusakambangan, menjalani sisa masa tahanannya yang telah dijalani sejak Juli 2002.
Permohonan PK Tommy itu, kata Ketua Majelis PK Bagir Manan, sudah diputus sejak Senin 6 Juni lalu. "Salinan putusan PK Tommy sudah diserahkan ke Direktorat Pidana MA dan dikirim ke pengadilan," ujarnya kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Tommy divonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 26 Juli 2002 karena terbukti bersalah atas empat dakwaan, yakni kepemilikan senjata api ilegal di Jalan Alam Segar, Jakarta Selatan, dan Apartemen Cemara, Jakarta Pusat. Selain itu, ia juga dinyatakan terlibat kasus pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita. Di luar itu, hakim juga menyatakan ia bersalah karena melarikan diridan lantas dinyatakan buronuntuk menghindari eksekusi putusan kasasi kasus Bulog-Goro yang menghukumnya 18 bulan penjara.
Terhadap putusan pengadilan ini, Tommy tidak mengajukan banding maupun kasasi. Bekas pembalap ini langsung mengajukan upaya hukum peninjauan kembali.
Dalam putusan PK itu, Mahkamah Agung menyatakan hanya tiga dakwaan terhadap Tommy yang terbukti. Terhadap dakwaan keempat, yakni buron, Bagir mengatakan, "Majelis PK menilai tidak mempunyai sifat melawan hukum."
Sumber Tempo di MA mengatakan pertimbangan majelis PK menjatuhkan vonis 10 tahun terhadap Tommy adalah "demi rasa keadilan". Tapi, hal ini dibantah Bagir. "Ada kondisi tertentu yang membuat majelis PK 'membatalkan' dakwaan keempat," kata Bagir. Hanya, Bagir tak mau menjelaskan kondisi yang dimaksud. "Yang pasti, tidak ada perbedaan pendapat di dalam majelis dalam memutus perkara Tommy," ujarnya.
Sumber Tempo lain di MA menjelaskan "kondisi" yang dimaksud ini. Menurut sumber itu, "kondisi" itu berkaitan dengan kasus Bulog-Goro yang juga melibatkan Tommy dan telah selesai dengan keluarnya putusan PK-nya yang membebaskan Tommy dari hukuman 18 bulan penjara. "Sehingga, dengan demikian, unsur melawan hukum dalam dakwaan keempat itu dianggap sudah tak ada lagi," ujar sumber itu.
Vonis Mahkamah Agung yang "mendiskon" hukuman Tommy lima tahun tersebut disambut kecewa pihak Tommy. "Itu di luar dugaan dan membuat prihatin. Kami yakin novum (bukti baru) yang kami ajukan dalam memori PK bisa membuat Tommy bebas," ujar Jhon K. Aziz, pengacara Tommy.
Sebelumnya, Tommy memang mengajukan 13 bukti baru untuk PK-nya. Antara lain, adanya rekayasa penemuan senjata api di Apartemen Cemara, adanya penemuan rambut dan kuku Tommy di Garut yang menyatakan Tommy berada di situ, bukan berada di tempat ketika terjadi penembakan Syafiuddin Kartasasmita, serta penyitaan senjata yang dinilainya tidak sah. Tapi, semua novum itu ditampik MA.
Hasan Madani, jaksa yang menangani kasus Tommy, juga mengaku belum mengetahui putusan PK ini. "Setelah Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menerimanya, mungkin saya baru diberi tahu," ujarnya. Menurut dia, dengan turunnya vonis PK ini, tak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan Tommy. "Ya, mau diapakan lagi," ujarnya.
Turunnya vonis PK Tommy itu sendiri terhitung supercepat. Majelis hakim "PK Tommy" yang dipimpin Bagir beranggotakan Harifin A. Tumpa, Abdul Kadir Mappong, Iskandar Kamil, dan Moegihardjo baru terbentuk pada 12 Mei lalu. Mereka menggantikan majelis PK lama, terdiri dari Hakim Agung German Hoediarto, Arbijoto, dan Djoko Sarwoko, yang mengundurkan diri pada 10 Mei. Artinya, majelis hakim membutuhkan waktu tak lebih dari tiga pekan untuk memutus perkara ini.
Menurut Bagir, PK kasus Tommy cepat diputus karena sudah dua tahun berada di MA. "Lebih cepat diputus lebih baik, karena khawatir ada isu macam-macam," ujarnya. Sebelumnya, tiga hakim agung terdahulu yang memeriksa PK kasus Tommy mengundurkan diri karena diterpa isu suap.
Salah satu mantan hakim yang paling gencar didekati oleh mereka yang mengaku "orang Tommy" adalah Djoko Sarwoko. Tak hanya di ruang kerjanya di MA, "orang-orang Tommy" juga mendatangi rumah Djoko dan bahkan "mengejarnya" hingga ke luar kota. Intinya, mereka ingin hakim ini membebaskan Tommy. Djoko sendiri mengaku tak pernah bersedia meladeni atau menerima tawaran dari orang-orang itu (Tempo, 5 Juni 2005).
Tapi, adanya orang-orang yang meng- aku utusan Tommy dengan tugas mendekati para hakimapalagi menyuapdibantah Dion Hardi, salah satu teman dekat Tommy Soeharto. Untuk hal-hal yang berkaitan dengan perkaranya, ujar Dion, Tommy selalu membuat surat kuasa. "Kalau nggak pakai surat kuasa, berarti itu bohong," ujar Dion kepada Tempo.
Setelah ketiga hakim PK menyatakan mundur itulah, MA lalu membentuk majelis hakim baru beranggota lima orang yang dipimpin Bagir Manan. Menurut sumber Tempo, para "orang Tommy" juga tetap memantau "gerak-gerik" majelis PK baru ini. "Karena itu, sehari setelah putusan PK keluar, Tommy sudah tahu," katanya.
Benarkah? Jhon K. Azis mengaku tidak tahu kliennya sudah mengetahui vonis dari orang-orang yang mengaku "utusan Tommy". Yang pasti, kata Jhon, setelah menerima salinan putusan PK, ia akan segera menemui kliennya, sang "Pangeran Cendana" di Nusakambangan, untuk memberitahukan putusan MA ini. Entah reaksi apa yang bakal dilihat Jhon nanti.
Sukma N. Loppies, Mawar Kusuma, Astri Wahyuni
Jejak Hukum Tommy Soeharto
Setelah dua tahun berada di Mahkamah Agung (MA), akhirnya vonis peninjauan kembali (PK) Tommy Soeharto turun juga. Sepanjang waktu itu, terjadi bongkar-pasang anggota majelis hakim agung yang memeriksa perkaranya. Inilah jejak perkara Tommy.
26 Juli 2002 Tepat setahun setelah tewasnya Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Tommy 15 tahun penjara. Hingga batas waktu banding berlalu (14 hari), Tommy tak mengajukan banding. Lalu Tommy dipindahkan ke penjara Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
9 Juli 2003 Tommy mengajukan PK. Pengadilan Negeri Cilacap menggelar sidang PK sebelum diserahkan ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Agustus 2003 Berkas PK dikirim ke MA. Perkara Tommy dipegang majelis hakim PK yang terdiri atas German Hoediarto, Arbijoto, dan Parman Soeparman.
Desember 2004 Hakim Agung Parman Soeparman mundur sebagai anggota majelis PK Tommy. Alasannya, ia ditunjuk sebagai Ketua Muda MA Bidang Pidana Umum. Djoko Sarwoko menggantikan posisi Parman.
Januari 2005 Djoko mulai memeriksa berkas perkara Tommy.
Maret 2005 Musyawarah hakim yang menangani kasus Tommy digelar. Musyawarah gagal mencapai kata sepakat. Isu suap berseliweran menerpa para hakim itu.
20 April 2005 Djoko Sarwoko mengundurkan diri dari keanggotaan majelis PK Tommy.
10 Mei 2005 German Hoediarto dan Arbijoto juga meminta mundur. Majelis PK Tommy bubar. Ketua MA Bagir Manan membentuk tim baru majelis PK Tommy, terdiri dari Harifin A. Tumpa, Abdul Kadir Mappong, Iskandar Kamil, dan Moegihardjo. Tim ini dipimpin Bagir Manan.
12 Mei 2005 Bagir memerintahkan perkara Tommy diedarkan ke para hakim agung anggota.
1 Juni 2005 Majelis PK Tommy menggelar musyawarah pertama. Tiap hakim agung anggota menyampaikan argumentasi hukum atas PK Tommy.
3 Juni 2005 Musyawarah kedua kembali digelar. Tiap hakim agung masih diminta mengemukakan pendapatnya.
6 Juni 2005 Musyawarah ketiga digelar dan mencapai kata sepakat. Putusan PK dibacakan. PK Tommy dikabulkan, tapi tetap divonis 10 tahun penjara.
24 Juni 2005 Salinan putusan PK Tommy dikirim ke Direktorat Pidana MA dan ke pengadilan.
SNL (berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo