BILL Gates boleh jago komputer, kaya, dan terkenal di Amerika. Tapi menghadapi belantara pembajakan peranti lunak produknya?Microsoft?di Indonesia, ternyata bos Microsoft itu pusing. Buktinya, dari segunung pembajakan peranti lunak (software) Microsoft di sini, hanya lima perusahaan lokal yang dituntut ke meja hijau. Tuntutannya pun tergolong lunak, yakni gugatan perdata, bukan pidana. Tak mustahil pula kasus itu "ditutup" kalau kelima tergugat itu mau membayar uang damai masing-masing sebesar US$ 5.000 atau sekitar Rp 55 juta berdasarkan kurs Rp 11.000 per dolar AS.
Pekan-pekan ini, gugatan Microsoft Corporation atas empat dari lima perusahan itu, yaitu PT Panca Putra Komputindo, HJ Computer, HM Computer, dan Altec Computer, disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sedangkan gugatan terhadap perusahaan kelima, PT Kusumomegah Jayasakti, ditangani Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Menurut kuasa hukum Microsoft di Indonesia, Justisiari Perdana Kusumah, kelima pengusaha yang juga pedagang komputer di kawasan niaga elektronik Harco, Manggadua, Jakarta Barat itu membajak program komputer Microsoft Office 2000 dan Microsoft Windows. Delik itu dilakukan dengan cara lima perusahaan itu menjual komputer seharga Rp 5 juta per unit plus "bonus" copy dua program milik Microsoft itu. Padahal, kalau komputer itu dijual berikut program Microsoft yang sah, harganya bisa Rp 12 juta per unit. Itu karena program Microsoft Office 2000 berharga US$ 599 atau senilai Rp 6,5 juta, dan program Windows berharga US$ 110 atau senilai Rp 1,2 juta. Karena mereka menjual komputer plus program tidak sah tersebut, tentu Microsoft sebagai pemegang hak ciptanya jadi kehilangan pendapatan.
Praktek bisnis begitu, menurut Justisiari, sudah dilakukan kelima tergugat selama empat tahun ini. Setiap harinya, perusahaan-perusahaan itu menjual 10 sampai 20 unit komputer. Akibat ulah para tergugat, Microsoft mengaku mengalami kerugian sekitar US$ 9,3 juta atau sebesar Rp 103 miliar.
Pembajakan itu terungkap setelah Microsoft sengaja membeli komputer dari kelima pengusaha itu pada 3 dan 4 Januari 2001. Setelah diuji oleh konsultan independen pada 16 Januari 2001, ternyata program pada komputer itu tak dilengkapi buku petunjuk program, kartu pendaftaran Microsoft, dan garansi yang menunjukkan keaslian program produk Microsoft. "Jelas, itu melanggar hak cipta," ujar Justisiari.
Namun, kuasa hukum para tergugat, Hermawi Taslim, menganggap gugatan Microsoft salah alamat. Sebab, kliennya tak menjual program bajakan. "Mereka hanya menjual perangkat keras komputer," ujarnya, sembari menunjukkan kuitansi pembelian komputer. Ia juga mempertanyakan tindakan Microsoft yang meminta konsultan memeriksa program komputer pada tanggal 16 Januari 2001, padahal komputer sudah dibeli pada 3 dan 4 Januari 2001.
Hermawi menduga, gugatan itu lebih bermotif taktik dagang Microsoft. "Penjualan program Microsoft yang jeblok di Indonesia menjadi pemicu gugatan itu," katanya. Kondisi pasar suram itu lantas membuat Microsoft Indonesia mengambing-hitamkan pembajakan. Taktik itu, kata Hermawi, semakin kentara lantaran Microsoft menawarkan cara damai dengan imbalan sebesar US$ 5.000 untuk tiap-tiap tergugat.
Yang juga dianggap janggal oleh Hermawi adalah kenapa hanya lima perusahaan itu yang dituntut, sementara pemilik toko yang jelas-jelas menawarkan install milik Microsoft dengan biaya sekitar Rp 20 ribu tak ditindak. Jangan-jangan, menurut Hermawi, Microsoft sengaja memilih lima pengusaha itu karena mereka tergolong pengusaha komputer yang besar. Lagi pula, sebelumnya kelima toko pengusaha itu enggan menjual produk peranti lunak Microsoft. Alasannya, harga peranti lunak yang mahal tak mungkin terjangkau oleh masyarakat. Itu sebabnya mereka lebih memilih hanya menjual hardware.
Richard Kartawijaya, Manajer Umum Microsoft Indonesia, langsung membantah tudingan Hermawi. Menurut dia, Microsoft memperoleh nama lima perusahaan itu secara acak dari sekitar 100 pengusaha komputer yang diduga melakukan pembajakan. Jadi, "Tak ada unsur sentimen terhadap lima pengusaha itu," Richard menandaskan.
Aksi hukum berupa gugatan itu, tutur Richard, tak lain untuk menyadarkan masyarakat Indonesia tentang pentingnya hak cipta peranti lunak komputer. Sekalipun demikian, Richard belum bisa memastikan apakah aksi hukum itu akan dilanjutkan dengan menuntut para pembajak, terutama yang kelas kakap, berikutnya.
Agus S. Riyanto, Iwan Setiawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini