Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Siapa Saja Penikmat Uang Korupsi PT Taspen

KPK menyatakan sejumlah pihak diuntungkan dalam kasus korupsi PT Taspen.

14 Januari 2025 | 12.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan Direktur Utama PT Taspen (Persero), Antonius Nicholas Stephanus Kosasih tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 8 Januari 2025. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPK menahan mantan Direktur Utama PT Taspen sebagai tersangka.

  • Antonius diduga menilap uang dana pensiunan melalui investasi bodong senilai ratusan miliar.

  • Aliran uang korupsi PT Taspen mengalir ke mana-mana.

KOMISI Pemberantasan Korupsi masih mengembangkan dugaan korupsi di PT Taspen (Persero), terutama mereka yang menikmati uang korupsi itu. Sebab, aliran uang korupsi PT Taspen tak hanya dinikmati oleh para tersangka, juga oleh sejumlah pihak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penyidik KPK menggeledah dua unit apartemen di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, pada 8 dan 9 Januari 2025. Dalam penggeledahan itu, penyidik menyita barang bukti berupa uang tunai dalam bentuk mata uang asing, dari dolar Amerika, Singapura, pound sterling, won, hingga baht. Jika dikonversikan, uang tersebut bernilai Rp 300 juta. "Korupsi terjadi dalam investasi PT Taspen (Persero) pada 2019,” kata juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Senin, 13 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam perkara itu, KPK menetapkan Antonius Nicholas Stephanus Kosasi, mantan Direktur Utama PT Taspen, dan Ekiawan Heri Primaryanto, Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM), sebagai tersangka sejak Maret tahun lalu. KPK menahan Antonius pada Rabu pekan lalu, sementara Eki masih menghirup udara bebas.

KPK menjerat keduanya dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. KPK menilai Antonius dan Eki melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara serta menguntungkan diri sendiri atau orang lain.   

Menurut Tessa, menutup kemungkinan KPK menetapkan tersangka lain dalam kasus ini. Dia mengatakan KPK akan mengungkap kasus tersebut dengan tuntas. Karena itu, dia mengingatkan semua pihak bersikap kooperatif dan beriktikad baik untuk mengungkap kasus dengan sebenarnya. "Bagi pihak-pihak yang tidak bersikap kooperatif, tentu KPK akan mengambil segala tindakan yang patut dan terukur sesuai dengan undang-undang agar pemulihan negara dapat maksimal,” ujar Tessa.

Tersangka korupsi Taspen, Antonius Kosasih

Penyelidikan terhadap kasus PT Taspen bermula dari laporan mantan istri Antonius Kosasih, Rina Lauwy, pada 2022. Rina bersama pengacaranya, Kamaruddin Simanjuntak, saat itu mengaku punya bukti yang menguatkan praktik lancung yang dilakukan oleh Kosasih. Laporan ini merupakan buntut dari kisruh rumah tangga pasangan tersebut. 

Dalam wawancara dengan Tempo pada Maret tahun lalu, Kamaruddin menyatakan Rina mencurigai Antonius menyalahgunakan jabatannya sejak menjabat Direktur Investasi PT Taspen pada 2019. Dia mengatakan Antonius menginvestasikan uang PT Taspen ke sejumlah perusahaan. Totalnya mencapai Rp 300 triliun.

Sebagai imbalan, Kosasih mendapatkan uang dari perusahaan yang mendapat kucuran uang Taspen. Untuk menutupi jejaknya, Kosasih meminjam rekening beberapa orang dekatnya untuk menampung aliran dana dari perusahaan tersebut. “Menurut pengakuan istrinya, totalnya ratusan miliar rupiah. Bisa dilihat di LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negara) bagaimana hartanya melonjak tiba-tiba,” tutur Kamaruddin saat itu. 

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan Antonius dan Ekiawan melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp 228 miliar. Asep menyatakan Antonius dan Ekiawan kongkalikong menempatkan dana PT Taspen ke reksa dana R I-Next G2. Penempatan dana itu dilakukan sebagai langkah optimalisasi sukuk ijarah PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk atau AISA yang dipegang PT Taspen senilai Rp 228 miliar. Sukuk itu bermasalah karena gagal bayar.

Antonius dan Ekiawan, menurut Asep, bertemu di Pondok Indah Mall untuk membahas penyelamatan sukuk tersebut. Pertemuan itu juga dihadiri perwakilan dari Bahana Sekuritas dan rekan Ekiawan sesama direksi PT IIM berinisial AAGW. “Dalam pertemuan tersebut intinya membahas kondisi Sukuk SIAISA02 dan PT Taspen meminta PT IIM mengajukan konsep optimalisasi sukuk ijarah TPS Food II serta segera memaparkan ke rapat Direktur Taspen,” ucap Asep. 

Dalam rapat Komite Investasi PT Taspen pada Mei 2019, kata Asep, PT IIM menawarkan langkah penyelamatan melalui investasi reksa dana I-Next G2. Rapat tersebut juga meminta PT IIM segera mengajukan proposal optimalisasi yang langsung dikirim pada hari itu juga. Rapat yang sama kemudian menyetujui tawaran itu dan menunjuk PT IIM sebagai manajer investasi. “Bahwa perbuatan tersangka memilih manajer investasi untuk mengelola kegiatan investasi PT Taspen sebelum adanya penawaran melanggar prinsip-prinsip good corporate governance dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-01/MBU/2011,” ujar Asep. 

Dua hari berselang, PT Taspen melakukan subscribe unit penyertaan reksa dana I-Next G2 sebesar Rp 1 triliun. KPK menyebutkan investasi itu tidak seharusnya dilakukan karena melanggar Peraturan Direksi Taspen Nomor PD-19/DIR/2019. Aturan itu menjelaskan bahwa penanganan sukuk dalam perhatian khusus adalah hold and average down atau tidak untuk diperjualbelikan.

Pada hari yang sama, PT Taspen menjual sukuk TPS Food II ke Sinarmas Sekuritas dengan harga PAR (harga obligasi sama dengan nilai nominal) plus bunga akrual atau bunga yang belum dibayarkan. Total transaksinya saat itu mencapai Rp 228,7 miliar. Oleh Sinarmas Sekuritas, sukuk tersebut kemudian kembali dijual ke lima reksa dana di bawah naungan PT IIM dengan kenaikan harga 0,2-0,4 persen sebelum akhirnya berlabuh di reksa dana I-Next G2. “Sukuk itu supaya terlihat ada peningkatan, dibeli-dijual dengan ada kenaikan 0,2 persen sampai 0,4 persen, seolah-olah ada kenaikan. Padahal itu diakali. Akhirnya ya harus menanggung kerugian," kata Asep menjelaskan modus Antonius dan Eki menggoreng sukuk tersebut. 

Asep mengatakan perbuatan Antonius dan Eki itu menguntungkan sejumlah orang dan perusahaan. Setidaknya, menurut dia, terdapat empat perusahaan yang menangguk keuntungan. Keempatnya adalah PT IIM sebesar Rp 78 miliar, PT VSI sebesar Rp 2,2 miliar, PT PS sebesar Rp 102 juta, dan PT SM sebesar Rp 44 juta. Dan, “Pihak-pihak lain yang terafiliasi dengan tersangka ANSK dan tersangka EHP.” 

Antonius sempat melawan penetapannya sebagai tersangka oleh KPK. Dia mengajukan gugatan terhadap Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan itu teregister dengan nomor 114/PUU-XXII/2024.

Dilansir dari situs web resmi Mahkamah Konstitusi, kuasa hukum Kosasih, Alex Argo Hernowo, mengatakan tindakan kliennya merupakan bagian dari diskresi pimpinan perusahaan. Dia menilai penetapan tersangka terhadap tindakan diskresioner ini menunjukkan adanya interpretasi yang terlalu luas terhadap Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor.

Namun, hakim konstitusi menolak permohonan Antonius itu. Dalam putusan tertanggal 3 Oktober 2024, MK menyatakan permohonan tersebut dinilai tidak beralasan menurut hukum.

Ahli hukum bisnis dari Universitas Gadjah Mada, Karina Putri, mengatakan diskresi dilindungi Pasal 97 ayat 5 UU Perseroan Terbatas. Namun pasal tersebut sangat ketat mengaturnya apabila bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, dengan iktikad baik dan kehati-hatian, serta tidak memiliki konflik kepentingan.

Jika terdapat konflik kepentingan dalam keputusan yang diambil oleh Antonius, kata dia, sangat tepat KPK menjeratnya dengan pasal korupsi. "Beda hal kalau diskresi itu digunakan oleh yang bersangkutan untuk melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya conflict of interest,” kata Karina kepada Tempo, Senin, 13 Januari 2025.

Pengajar hukum bisnis dan hak asasi manusia dari Universitas Airlangga, Iman Prihandono, berpendapat serupa. Menurut dia, jika keputusan Antonius melakukan investasi sudah melalui prosedur internal perusahaan, sesuai dengan anggaran dasar perusahaan, misalnya harus melalui persetujuan rapat umum pemegang saham atau komisaris, keputusan investasi dapat dibenarkan. “Investasi tidak melanggar aturan jika semua prosedur hukum sudah dijalankan dan investasi dibolehkan secara hukum, maka tindakan direksi dapat dibenarkan,” ujar Iman saat dihubungi secara terpisah.

Namun, kata Iman, bila ditemukan penyelewengan dan penggelapan (fraud), seperti ada iktikad tidak baik dari direksi dalam melakukan investasi, direksi harus bertanggung jawab. “Misalnya mengkondisikan atau mengatur sesuatu dan menyembunyikan sesuatu yang dia tahu atau seharusnya tahu akan menimbulkan kerugian, maka direksi bertanggung jawab,” kata Dekan Fakultas Hukum Unair tersebut.

Selain itu, Iman menambahkan, sebuah diskresi seperti yang terjadi dalam kasus korupsi PT Taspen tetap bisa menjadi tindakan pidana jika aparat penegak hukum menemukan adanya pemberian uang atau janji akan adanya imbal balik atau conflict of interest yang tidak dinyatakan di awal. “Ini juga dapat membuat direksi bertanggung jawab secara hukum,” ucapnya.

Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan laporan ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957. Memulai karir jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menjadi reporter di desk Hukum dan Kriminal yang menulis isu seputar korupsi, kriminal, dan hukum.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus