Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya menanggapi rencana pemberian amnesti atau pengampunan terhadap 44 ribu narapidana. Rencana pemerintah perihal memberikan amnesti kepada narapidana itu lantaran penjara sudah overcrowded atau melebihi kapasitas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dimas menilai penjara yang penuh itu akibat masih berlakunya berbagai undang-undang yang bernuansa represif. “Maka, kejadian overcrowded itu tidak dapat dihindarkan ke depannya,” kata Dimas dalam keterangan resmi, Rabu, 18 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu aturan yang bernuansa represif menurut Dimas ialah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Belum lagi Undang-Undang tentang Narkotika yang masih mengutamakan pendekatan penjara daripada rehabilitasi.
“Kami melihat bahwa niatan untuk memberikan amnesti secara massal tersebut harus disertai dengan mengutamakan pendekatan non-punitif serta semangat untuk melakukan dan memberlakukan keadilan restoratif terhadap tindak pidana tertentu dalam penegakan hukum pidana,” kata dia.
Selain itu, Koordinator KontraS itu juga menekankan bahwa segala langkah yang dilakukan dengan dasar kemanusiaan dan HAM harus dibarengi dengan transparansi serta langkah holistik reformasi hukum pidana dan sistem peradilan pidana.
Pemberian amnesti seperti yang dicanangkan oleh pemerintah akan sia-sia dan bisa dianggap sebagai sebuah langkah populis belaka apabila tidak dibarengi dengan upaya dalam membenahi sistem peradilan pidana di Indonesia mulai dari hulu sampai hilir.
"Selain membenahi proses penegakan hukum pidana, Koordinator KontraS memandang bahwa negara juga harus memberikan perhatian dalam melakukan perbaikan terhadap fasilitas pemasyarakatan yang sampai saat ini masih belum merata dan pada akhirnya berdampak buruk pada kesehatan fisik dan psikologis warga binaan,” kata Dimas.
Menurutnya tugas untuk melakukan reformasi terhadap lembaga-lembaga pemasyarakatan tidak terselesaikan hanya dengan sebatas melakukan amnesti secara besar-besaran. Namun tetap harus dibarengi dengan reformasi terhadap situasi lembaga pemasyarakatan secara menyeluruh.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan pemerintah akan memberikan amnesti terhadap 44 ribu narapidana. Pemberian ampunan itu bertujuan untuk mengatasi masalah kelebihan kapasitas di berbagai lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia.
Menteri HAM natalius Pigai mengatakan tahanan yang akan diberikan pengampunan adalah narapidana yang ditahan terkait politik, persoalan Undang-Undang Informasi Teknologi Elektroni (ITE), warga binaan pengidap penyakit berkepanjangan dan mengalami gangguan jiwa, serta mengidap HIV/AIDS yang perlu perawatan khusus.
Pengampunan juga diberikan kepada narapidana dengan tindak pidana penghinaan kepala negara berkaitan dengan kebebasan berkespresi dan berpendapat. Hal yang sama juga berlaku untuk narapidana kasus Papua, narapidana yang berusia lanjut, anak-anak, gangguan jiwa, serta pengidap sakit berkepanjangan yang memerlukan perawatan khusus.
Supratman mengatakan, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) saat ini masih melakukan asesmen terhadap narapidana yang berhak mendapatkan amnesti. Pemerintah selanjutnya akan menyampaikan data narapidana kepada DPR untuk mendapatkan persetujan. "Satu per satu akan diajukan ke parlemen meski bentuknya kolektif," kata Supratman.