Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkapkan bahwa hanya sebagian kecil narapidana kasus narkotika yang akan menerima amnesti dengan estimasi sekitar 700 orang yang benar-benar murni sebagai pengguna. Informasi mengenai jumlah tersebut diperoleh dari Direktur Pidana Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Kementerian Hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Mungkin hanya sekitar 700 orang yang betul-betul murni sebagai pengguna,” ujar Supratman pada Rabu, 2 April 2025 di Kompleks Widya Chandra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Angka tersebut mencakup narapidana yang memenuhi syarat berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung. Namun, Supratman menegaskan bahwa jumlah calon penerima amnesti ini masih bersifat tentatif, karena bisa bertambah atau berkurang. “Bisa bertambah, bisa berkurang,” kata dia. Menurut penjelasan Supratman, proses seleksi narapidana yang berhak menerima amnesti masih berlangsung di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Setelah selesai, hasil seleksi akan dilaporkan kepada Presiden.
Sebelumnya, pada Rabu, 19 Februari 2025, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto mengungkapkan bahwa setelah melalui proses verifikasi dan asesmen awal, terdapat 19.337 narapidana yang dinyatakan memenuhi syarat untuk menerima amnesti. Hasil ini diungkapnya pada apat kerja bersama Komisi XIII di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
"Dari hasil verifikasi dan asesmen awal terdapat 19.337 warga binaan permasyarakatan yang lolos verifikasi," kata Agus dikutip dari Antara. Menurut dia, sebelum proses verifikasi dan asesmen dilakukan, pemberian amnesti awalnya direncanakan untuk mencakup 44.495 narapidana.
Apa itu Amnesti?
Amnesti adalah istilah dalam sistem hukum yang merujuk pada pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada individu atau kelompok yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "amnesti" sendiri berasal dari bahasa Yunani 'amnestia' yang berarti melupakan. Konsep amnesti ini bertujuan untuk menghapuskan hukuman terhadap tindak pidana yang telah dilakukan.
Berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954, pemberian amnesti mengakibatkan penghapusan semua akibat hukum pidana terhadap individu yang menerima amnesti. Dengan demikian, kesalahan yang dilakukan oleh orang yang diberi amnesti dianggap hilang.
Penerapan Amnesti di Indonesia
Di Indonesia, amnesti merupakan hak prerogatif Presiden dalam bidang yudikatif. Pemberian amnesti oleh Presiden dilakukan dengan mempertimbangkan masukan dari Mahkamah Agung (MA) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta dapat diberikan tanpa harus ada permohonan terlebih dahulu.
Mengutip dari pid.kepri.polri, amnesti diberikan melalui keputusan Presiden setelah memperoleh pertimbangan dari DPR dan dapat diberikan kepada individu dengan persyaratan:
- Sedang atau telah selesai menjalani pembinaan oleh pihak berwajib.
- Sedang diperiksa atau ditahan dalam proses penyelidikan, penyidikan, atau pemeriksaan di pengadilan.
- Telah dijatuhi pidana, baik yang masih dalam proses banding atau yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
- Sedang atau telah selesai menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan.
Kriteria 700 Narapidana Kasus Narkoba yang Akan Diberi Amnesti
Amnesti diberikan kepada napi narkoba yang memenuhi kriteria tertentu. Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan untuk pemberian amnesti dalam kasus ini antara lain:
- Narapidana dengan kondisi kesehatan tertentu, seperti yang menderita penyakit kronis, HIV/AIDS, atau gangguan kejiwaan.
- Narapidana yang terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khususnya yang terkait dengan penghinaan terhadap Kepala Negara.
- Narapidana terkait kasus Papua yang tidak terlibat dalam aksi bersenjata.
- Narapidana narkotika yang seharusnya menjalani rehabilitasi, bukan pidana penjara.
Sebagai penutup, amnesti adalah langkah hukum yang diberikan oleh Presiden untuk memberikan pengampunan kepada pelaku tindak pidana tertentu dengan tujuan memberikan kesempatan untuk pemulihan dan reintegrasi sosial.
Alfitria Nefi P. berkontribusi dalam penulisan artikel ini.