Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM sepekan terakhir, ketegangan menyelimuti Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Puluhan anggota pasukan Brigade Mobil (Brimob) terlihat bersiaga di jalan-jalan utama kota itu, bahkan hingga ke tepi kota. Di sana, seraya menenteng senjata laras panjang, pasukan elite polisi itu mengawasi siapa pun yang memasuki "kota ayam taliwang" itu.
Mataram memang dinyatakan dalam status siaga satu. "Kita tak mau kecolongan lagi," kata Kepala Polda NTB, Brigadir Jenderal Mohammad Tosin. Ia tentu bicara tentang penyerbuan terhadap kantor Kejaksaan Tinggi NTB, Senin pekan lalu. Ketika itu sekitar seribu orang mendatangi kantor yang terletak di Jalan Langko, salah satu jalan utama Kota Mataram itu.
Gelombang massa itu antara lain diangkut sekitar 40 truk dari Kota Praya (Lombok Tengah), Gerung (Lombok Barat), dan Mataram sendiri. Mereka bermunculan sejak pukul 08.00 dan langsung "mengepung" kantor kejaksaan. Sekitar seratusan polisi dan anggota Brimob segera diterjunkan untuk memagar betis kompleks kejaksaan. Tapi, massa tak peduli.
Teriakan memaki-maki aparat kejaksaan terdengar riuh-rendah. "Bakar kantor kejaksaan," teriak salah seorang pengunjuk rasa. Tiba-tiba, prang, sebongkah batu menghajar kaca jendela ruang tamu kantor kejaksaan. Dalam sekejap, hujan batu bergemuruh. Nyaris tak satu pun jendela kaca yang selamat. Puluhan karyawan kejaksaan berhamburan menyelamatkan diri.
Kepala Polres Mataram, Ajun Komisaris Besar Ismail Bafadal, yang mencoba menenangkan demonstran, dipukul kepalanya dengan sepotong batu oleh pengunjuk rasa. Melihat situasi makin panas, sekitar seratus anggota Brimob, dua kendaraan meriam air (water canon), serta dua kendaraan lapis baja didatangkan. Pasukan tambahan ini langsung merangsek dan mengusir para pengunjuk rasa.
Penyerangan kantor kejaksaan ini diduga berkaitan dengan langkah Kejaksaan Tinggi yang akan memeriksa Gubernur NTB, Lalu Serinata. Lalu akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus penyelewengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) NTB periode 2002-2003 sebesar Rp 24,2 miliar. Kendati sebagai saksi, bukan mustahil status Lalu bisa "naik" sebagai tersangka. Soalnya, sebagai Ketua DPRD, Lalu Serinata secara ex officio adalah ketua panitia anggaran.
Sebelumnya, sejak 22 Maret lalu, Kejaksaan Tinggi NTB sudah menahan sembilan mantan anggota DPRD yang diduga menyelewengkan dana APBD itu. Mereka dituduh menilap duit negara dengan cara, antara lain, menggelembungkan sejumlah pos anggaran. Misalnya, dana operasional yang seharusnya sekitar Rp 700 juta digendutkan menjadi Rp 900 juta. Tapi, sejak Kamis lalu, penahanan mereka?satu di antaranya meninggal karena sakit hari itu?ditangguhkan. "Ini demi NTB, bukan karena tekanan aksi demo," kata Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Ahmad Zainal Arifin.
Beberapa pengunjuk rasa yang ditemui Tempo mengaku, aksi mereka memang untuk membela Lalu Serinata. "Sebenarnya kami mau melakukan demo baik-baik, tapi entah kenapa ada yang bertindak anarkis," kata Akbar Sasaki, Koordinator Serikat Masyarakat Sasak Puspawan. "Kami tak rela kalau Pak Lalu Serinata dijatuhkan," kata Fendi, pengunjuk rasa dari Praya.
Lalu Serinata tentu menolak jika disebut otak di balik unjuk rasa itu. "Saya tidak ada urusan dengan mereka," katanya. Ia sendiri menyatakan siap diperiksa kejaksaan. Menurut Lalu, sebagai Ketua DPRD ketika itu, ia hanya "mengamini" keputusan rapat paripurna. "Saya tidak melakukan penyelewengan apa pun," katanya.
Ahmad Zainal Arifin bertekad akan terus mengungkap kasus ini. "Jaksa Agung bilang jalan terus, dan itu makin meneguhkan saya," ujarnya. Dukungan juga datang dari sejumlah LSM dan pengamat hukum di Mataram. "Ini tuntutan reformasi, kejaksaan jangan setengah-setengah memeriksa kasus korupsi seperti ini," kata Sudiarto, dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram.
Kepala Polda NTB, Mohammad Tosin, juga meminta siapa pun, terutama mereka yang kini diperiksa kejaksaan, tidak lagi memprovokasi massa. "Lebih baik ikuti saja proses hukum yang sudah berjalan itu," ujarnya.
L.R. Baskoro, Supriyantho Khafid, Sujatmiko (Mataram)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo